Komnas HAM Minta Polisi Tak Utak-atik Barang Bukti Dugaan Perbudakan di Rumah Bupati Langkat

Komisioner Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM M Choirul Anam mengatakan, rencananya tim investigasi tersebut akan dikirim pekan ini.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Komnas HAM segara mengirim tim investigasi, terkait dugaan perbudakan di rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Komnas HAM segara mengirim tim investigasi, terkait dugaan perbudakan di rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin.

Komisioner Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM M Choirul Anam mengatakan, rencananya tim investigasi tersebut akan dikirim pekan ini.

Hal tersebut menindaklanjuti aduan dari Migrant Care terkait dugaan praktik perbudakan di rumah Terbit.

Baca juga: Azis Syamsuddin Dituntut Hukuman 4 Tahun 2 Bulan Penjara dan Pencabutan Hak Politik 5 Tahun

"Kenapa kami harus cepat? Karena karakter kasus kayak begini dalam konteks skenario hak asasi manusia, memang harus cepat."

"Apalagi kalau ada dugaan terjadi penyiksaan, terlambat sedikit kita akan semakin meruntuhkan kemanusiaannya," kata Anam di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Senin (24/1/2022).

Anam menjelaskan, investigasi tersebut bakal mendalami kondisi terkini para korban, mengapa di rumah tersebut ada penjaranya, kenapa di penjara ada sekian orang, lalu kenapa di penjara ada orang yang mengalami luka-luka?

Baca juga: Boyamin Saiman Bilang OTT Kini Tak Bermutu, KPK: Butuh Kerja Sama, Bukan Ujaran Tanpa Fakta

Selain itu, kata Anam, pihaknya juga akan mengantisipasi para korban dihilangkan dan sebagainya.

"Kalau memang ditemukan ada kasus penyiksaan, ditemukan ada perdagangan orang, ya tentu saja kasus ini berbeda dengan kasus korupsinya."

"Ya harus dijalankan pemidanaannya. Jadi berbeda dengan kasus korupsinya. Bisa kena korupsinya, penyiksaannya, perdagangan orangnya," papar Anam.

Baca juga: Tak Cuma Ubah Warna, Polri Juga Bakal Pasang Cip di Pelat Nomor Kendaraan

Anam juga meminta aparat kepolisian memastikan keberadaan 40 korban.

"Memastikan minimal 40 orang ini ada keberadaannya."

"Sehingga ketika kami datang ke sana, bisa menjelaskan di mana mereka, karena itu bagian dari tugas kepolisian," ucap Anam.

Baca juga: Polri Pastikan Perubahan Warna dan Pemasangan Cip di Pelat Nomor Kendaraan Gratis

Anam juga meminta agar bukti di lokasi, saksi, dan hal terkait lainnya, tidak diutak-atik.

"Kami minta untuk seluruh informasi yang terkait bukti ini, tempatnya, saksinya, dan sebagainya, tidak mengalami perubahan," harap Anam.

Anam menekankan, apabila nantinya ditemukan adanya perubahan signifikan terkait hal tersebut, maka publik akan mempertanyakannya.

Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 RI 24 Januari 2022: Suntikan Pertama 181.377.519, Dosis Kedua 124.334.472

"Kalau mengalami perubahan jangan salahkan publik juga bertanya kok ini berubah ke sini, berubah ke sini kenapa?"

"Kok saksi awalnya di sana kok pindah ke tempat asalnya yang susah diakses dan sebagainya."

"Jangan salahkan semua orang akan menanyakan itu kalau sampai ada perubahan yang signifikan," cetus Anam.

Pekerja Tidak Digaji 

Migrant Care mengadukan temuan kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin, ke Komnas HAM, Jakarta Pusat, Senin (24/1/2022).

Terbit juga menjadi tersangka dugaan suap terkait proyek di Pemkab Langkat, di KPK. 

Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah mengatakan, temuan tersebut berawal dari laporan masyarakat di Langkat, Sumatera Utara, bersamaan dengan operasi tangkap tangan KPK terkait dugaan kasus korupsi.

Baca juga: Usai Dikecam karena Sebut Kalimantan Tempat Jin Buang Anak, Edy Mulyadi Minta Maaf

Anis mengatakan, ada tujuh perlakuan kejam dan tidak manusiawi yang diduga merupakan praktik perbudakan modern dan perdagangan manusia yang dipraktikkan di sana.

Pertama, kata dia, Terbit diduga membangun semacam penjara atau kerangkeng di rumahnya.

Kedua, kerangkeng tersebut dipakai untuk menampung para pekerja, setelah mereka bekerja.

Baca juga: PKS: Edy Mulyadi Pernah Jadi Caleg pada Pemilu 2019 tapi Setelah Itu Tidak Aktif di Kepengurusan

Ketiga, kata Anis, para pekerja tersebut tidak punya akses ke mana-mana.

"Keempat, mereka mengalami penyiksaan, dipukul, lebam, dan luka," kata Anis di kantor Komnas HAM, Senin (24/1/2022).

Kelima, lanjut dia, mereka diberi makan tidak layak, yakni hanya dua kali sehari.

Baca juga: Kasus Omicron di Indonesia Tembus 1.626 Orang, Dua Pasien Meninggal

Keenam, kata Anis, mereka tidak digaji selama bekerja.

Ketujuh, mereka tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar.

"Sehingga berdasarkan kasus tersebut kita melaporkan ke Komnas HAM, karena pada prinsipnya itu sangat keji."

Baca juga: Dua Pasien Omicron di Indonesia Wafat, Epidemiolog: Dari Sisi Kerawanan Tak Beda dengan Varian Lain

"Baru tahu ada kepala daerah yang mestinya melindungi warganya, tetapi justru menggunakan kekuasaannya untuk secara sewenang-wenang melakukan kejahatan yang melanggar prinsip HAM, anti penyiksaan, anti perdagangan orang dan lain-lain," tutur Anis.

Dalam pengaduannya ke Komnas HAM, Anis dan rombongan diterima oleh komisioner Komnas HAM M Choirul Anam dan jajarannya. (Gita Irawan)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved