JAM-Pidmil Dilibatkan dalam Penyidikan Kasus Proyek Satelit di Kementerian Pertahanan
JAM-Pidmil Anwar Saadi menyebut pihaknya akan segera mendalami pengusutan keterlibatan anggota TNI dalam kasus proyek satelit militer Kemenhan.
"Oleh karena itu saya siap mendukung keputusan dari pemerintah untuk melakukan proses hukum," jelas Andika.
Namun demikian, pihaknya masih menunggu nama-nama anggota TNI yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.
“Jadi kami menunggu nanti untuk nama-namanya yang memang masuk dalam kewenangan kami,” ucap Andika.
Berpotensi Rugikan Negara Rp800 Miliar
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengungkapkan dugaan pelanggaran hukum di balik kontrak pembuatan satelit komunikasi pertahanan di Kementerian Pertahanan pada 2015 silam.
Akibat dugaan pelanggaran ini, Indonesia dijatuhi putusan oleh pengadilan arbitrase internasional Inggris dan Singapura, yang mewajibkan pembayaran uang dengan total Rp800 miliar.
Potensi kerugian negara ini masih bisa bertambah, jika pihak lain yang dirugikan turut menggugat Indonesia ke pengadilan arbitrase.
Baca juga: WHO Bilang Pemberian Vaksin Booster yang Sama Seperti Dosis Lengkap Bukan Langkah Tepat
"Kementerian Pertahanan pada tahun 2015 melakukan kontrak dengan Avanti, padahal anggarannya belum ada, dia kontrak."
"Kontrak itu mencakup dengan PT Avianti, Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat," ungkap Mahfud dalam konferensi pers di Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis (13/1/2022).
Kemhan membuat kontrak dengan 6 perusahaan, dengan menyalahi prosedur dan melanggar hukum, untuk pengadaan satelit komunikasi pertahanan Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur.
Baca juga: Terapkan Transparansi, PBNU Bakal Publikasikan Laporan Keuangan Secara Berkala
Sebab, saat penandatanganan kontrak, belum ada anggaran dalam APBN untuk pengadaan tersebut.
"Itu terjadi dalam kurun waktu 2015-2016."
"Kontrak kontrak itu dilakukan untuk membuat Satelit Komunikasi Pertahanan, dengan nilai sangat besar, padahal anggarannya belum ada," jelas Mahfud.
Baca juga: Tak Setuju Seragam Satpam Diganti, Legislator Gerindra: Kalau Perlu Dibikin Lebih Mirip Polisi Lagi
Oleh karena kontrak tanpa anggaran negara menyalahi prosedur, pihak yang ikut perjanjian, yakni Avanti, menggugat Pemerintah Indonesia di London Court of International Abitration, lantaran Kemhan tak membayar sewa satelit sesuai nilai kesepakatan kontrak.
Pada 9 Juli 2019, pengadilan arbitrase di Inggris menjatuhi putusan Pemerintah Indonesia wajib membayar uang sewa satelit Artemis plus biaya arbitrase, konsultan, dan biaya filling dengan nilai Rp515 miliar.