Oknum TNI Diduga Terlibat Kontrak Pembuatan Satelit Komunikasi di Kemenhan, Panglima Tunggu Nama

Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengaku sudah dipanggil Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

Warta Kota
Sejumlah anggota TNI diduga terlibat dalam dugaan pelanggaran hukum kontrak pembuatan satelit komunikasi di Kementerian Pertahanan, yang merugikan negara ratusan miliar. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Sejumlah anggota TNI diduga terlibat dalam dugaan pelanggaran hukum kontrak pembuatan satelit komunikasi di Kementerian Pertahanan, yang merugikan negara ratusan miliar.

Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengaku sudah dipanggil Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

Dalam pertemuan itu, Mahfud bilang ada dugaan keterlibatan oknum TNI dalam kasus itu.

Baca juga: Airlangga Hartarto Diminta Tiru Gaya Komunikasi Dedi Mulyadi Tingkatkan Elektabilitas

“Beliau (Mahfud) menyampaikan bahwa proses hukum ini segera akan dimulai, dan memang beliau menyebut ada indikasi awal."

"Indikasi awal beberapa personel TNI yang masuk dalam proses hukum,” kata Andika di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (14/1/2022).

Mendengar hal tersebut, Andika mengaku tak masalah jika ada oknum anggota TNI yang nantinya diproses hukum, terkait kasus kontrak pembuatan satelit Kemenhan tersebut.

Baca juga: Jelang MotoGP Mandalika, Jokowi: Jangan Ada Lagi Kesalahan Membongkar Logistik Tanpa Seizin Tim

"Oleh karena itu saya siap mendukung keputusan dari pemerintah untuk melakukan proses hukum," jelas Andika.

Namun demikian, pihaknya masih menunggu nama-nama anggota TNI yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.

“Jadi kami menunggu nanti untuk nama-namanya yang memang masuk dalam kewenangan kami,” ucap Andika.

Berpotensi Rugikan Negara Rp800 Miliar

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengungkapkan dugaan pelanggaran hukum di balik kontrak pembuatan satelit komunikasi pertahanan di Kementerian Pertahanan pada 2015 silam.

Akibat dugaan pelanggaran ini, Indonesia dijatuhi putusan oleh pengadilan arbitrase internasional Inggris dan Singapura, yang mewajibkan pembayaran uang dengan total Rp800 miliar.

Potensi kerugian negara ini masih bisa bertambah, jika pihak lain yang dirugikan turut menggugat Indonesia ke pengadilan arbitrase.

Baca juga: WHO Bilang Pemberian Vaksin Booster yang Sama Seperti Dosis Lengkap Bukan Langkah Tepat

"Kementerian Pertahanan pada tahun 2015 melakukan kontrak dengan Avanti, padahal anggarannya belum ada, dia kontrak."

"Kontrak itu mencakup dengan PT Avianti, Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat," ungkap Mahfud dalam konferensi pers di Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis (13/1/2022).

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved