Berita Jakarta

Ingin Selamatkan Stabilitas Sosial dan Dilindungi UU Khusus jadi Alasan Anies Revisi UMP 2022

Anies menjelaskan ada beberapa alasan dia merevisi kenaikan UMP meski mendapatkan protes dari pengusaha

Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Feryanto Hadi
Istimewa
Gubernur DKI Anies Baswedan 

 WARTAKOTALIVE.COM, GAMBIR - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merevisi kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2022 pada pertengahan Desember 2021 lalu. Upah yang awalnya hanya naik 0,85 persen atau Rp 38.000, direvisi menjadi 5,1 persen atau Rp 225.667 per bulan, sehingga nilai UMP 2022 menjadi Rp 4.641.854 per bulan.

Anies menjelaskan ada beberapa alasan dia merevisi kenaikan UMP tersebut.

Pertama, Anies ingin meredam gejolak sosial jika UMP tetap hanya dinaikan 0,85 persen.

Baca juga: Bahas Masalah Batu Bara, Erick Thohir Langsung Telpon Direktur Bukit Asam dan Kumpulkan Direksi PLN

Berkaca pada pengalaman beberapa tahun sebelumnya, kenaikan UMP cenderung di kisaran angka delapan persen. Kenaikan UMP yang hanya 0,85 persen itu juga memakai rumus dari regulasi baru, yaitu PP Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.

"Bapak-Ibu, Jakarta kalau kenaikan 0,8 sudah hampir pasti problem (masalah) akan muncul. Kita dan 1,5 tahun ini mencoba menyelamatkan stabilitas sosial di Jakarta, jadi problemnya adalah formula baru telah mengganggu stabilitas yang ada," kata Anies yang dikutip dari YouTube Tilik News pada Rabu (5/1/2022).

Anies mengatakan, alasan berikutnya adalah regulasi kekhususan yang dimiliki Provinsi DKI Jakarta, yaitu UU Nomor 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Payung hukum ini memberikan kewenangan kepada kepala daerah untuk mengeluarkan kebijakan strategis tertentu sesuai peraturan perundang-undangan.

Baca juga: Selama Libur Nataru, Jumlah Penumpang Domestik di Bandara Soekarno-Hatta Meningkat Sebesar 22 Persen

"Ini yang memberikan kewenangan Pemprov DKI untuk mengatur bidang perindustrian, perdagangan dan perekonomian. Jadi kami punya dasar hukumnya untuk melakukan itu, tapi dasar moralnya tidak diceritakan dan dasar moral yaitu adalah kami ingin demandnya juga bergerak," jelas Anies.

Anies mengungkapkan, kenaikan UMP dari 2016 sampai 2021 lalu cukup dinamis.

Pada tahun 2016 kenaikan UMP sebesar 14,8 persen, tahun 2017 turun jadi 8,3 persen, dan tahun 2018 kembali naik jadi 8,7 persen.

Kemudian tahun 2019 turun lagi menjadi 8,0 persen dan tahun 2020 naik lagi jadi 8,5 persen. Hingga akhirnya, kata Anies, UMP tahun 2021 merosot jadi 3,3 persen karena perekonomian terkontraksi akibat pandemi Covid-19.

Anies menyebut, nilai UMP dari 2019 sampai 2021 silam mengacu pada rumus yang tercantum di PP Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan. Guna mengurangi beban para buruh, pemerintah daerah mengeluarkan program Kartu Pekerja Jakarta, sehingga pemilik kartu mendapatkan subsidi ketika membeli pangan di JakGrosir, termasuk gratis naik bus Transjakarta.

Baca juga: Dikecam hingga Diajak Duel terkait Cuitan Allahmu Lemah, Ferdinand Minta Maaf: Saya Sedang Down

"DKI sama kebijakannya, kami selalu melaksanakan ada yang di PP selama ini dengan kekurangannya kami tambahi lewat Kartu Pekerja Jakarta," jelasnya.

"Lah (sekarang) formula PP-nya berubah pak. Rata-rata kenaikan UMP itu 8,6 persen selama ini, tahun 2021 (regulasi) PP Nomor 78 tahun 2015 berubah jadi PP Nomor 36 yang tahun lalu saja kondisinya kita berat (kenaikan UMP) 3,3 persen, (tapi) dengan formula baru keluarnya 0,8 persen," lanjutnya.

Anies mengaku terkejut dengan kenaikan UMP 2022 yang tak lebih dari satu persen.

Baca juga: Pemkot Jaksel Bakal Panggil Manajemen Mal Kota Kasablanka terkait Aduan Pencemaran Udara dari Genset

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI ini menganggap, kenaikan UMP sebesar itu tidak normal, sehingga akan memicu polemik di masyarakat.

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved