Lifestyle

Dokter Wawan Wanti-wanti Cedera Saraf Tulang Belakang karena Berakibat Fatal

Dokter Wawan Mulyawan mengimbau masyarakat hati-hati dalam beraktivitas, jangan sampai cedera di saraf tulang belakang karena bisa berbahaya.

Penulis: Ign Agung Nugroho | Editor: Valentino Verry
Warta Kota/ign agung nugroho
Dokter Wawan Mulyawan ahli bedah saraf tulang mengimbau masyarakat untuk hati-hati saat beraktifitas agar menghindari cedera pada tulang bagian belakang. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Berita tentang seorang selebritis meninggal setelah menderita spinal cord injury atau cedera saraf tulang, belakangan membuat banyak orang menjadi ingin tahu apa sebenarnya yang terjadi jika seseorang mengalami cedera saraf jenis ini. 

Nah, apakah kejadian ini memang dapat menyebabkan kematian dan bagaimana pula cara mencegah serta mengobatinya?

Ilustrasi tulang belakang - Bisa berdampak fatal bila terjadi cedera.
Ilustrasi tulang belakang - Bisa berdampak fatal bila terjadi cedera. (Warta Kota/ign agung nugroho)

Menurut Dr dr Wawan Mulyawan, SpBS(K), Konsultan Bedah Saraf Tulang Belakang RSU Bunda Jakarta, dan juga Ketua Umum Perhimpunan Spesialis Bedah Saraf Indonesia (PERSPEBSI) Cabang Jakarta, cedera saraf tulang belakang (spinal cord injury)

merupakan cedera pada tulang belakang, baik langsung (kecelakaan ataupun jatuh) maupun tidak langsung (infeksi bakteri atau virus) yang dapat menyebabkan kecacatan menetap atau kematian.

"Kasus cedera saraf tulang belakang jumlahnya tidak sebanyak cedera pada otak. Tidak ada data global yang persis berapa banyak orang yang memiliki cedera ini akibat kecelakaan lalu lintas, jatuh atau luka tusuk atau tembak," kata dokter Wawan dalam keterangan persnya, Rabu (22/12) lalu.

Ia memaparkan, ada 2 kerusakan akibat cedera saraf tulang belakang:

1. Kerusakan langsung akibat benturan atau penekanan (kerusakan primer).

Baca juga: Yahya Cholil Staquf Ungguli Said Aqil Siradj, Tunggu Musyawarah dan Restu Rais Aam PBNU

Cedera pada saraf tulang belakang, biasanya terjadi akibat trauma pada tulang belakang mulai dari leher atau servikal sampai tulang belakang sakral. 

Tulang yang retak atau patah akan  menekan sumsum tulang belakang atau bahkan merobeknya. 

Cedera saraf tulang belakang dapat saja terjadi tanpa patah tulang belakang yang jelas, namun sebaliknya seseorang bisa saja mengalami patah tulang belakang tanpa terjadi cedera tulang belakang. 

Namun, pada sebagian besar cedera saraf tulang belakang, sumsum tulang belakang tertekan atau robek.

"Sedangkan berat ringannya kerusakan saraf tergantung pada kekuatan penekanan saraf oleh tulang belakangnya, keras ringannya energi yang menghantam, dan lamanya penekanan atau lamanya pertolongan," kata dokter Wawan.

2. Kerusakan tambahan/ ikutan/sekunder.

Kerusakan sekunder dapat terjadi akibat terus berlangsungnya kerusakan primer, karena kurang cepatnya pertolongan atau tidak tepatnya pertolongan.

Sehingga kerusakan yang seharusnya lebih ringan, menjadi lebih berat atau menjadi permanen dibandingkan kerusakan langsung di awal cedera.

Karena, begitu banyak kerusakan yang muncul setelah cedera awal, maka menjadi penting proses-proses kecepatan dan ketepatan penanganan untuk mempertahankan sebanyak mungkin fungsi saraf sensorik, motorik dan otonom. 

"Dalam beberapa menit setelah kecelakaaan atau cedera, jika tidak segera ditangani, menyebabkan pengiriman nutrisi dan oksigen yang tidak cukup ke sel saraf, dan sel sarf akhirnya mati permanen," ujar dokter Wawan.

Baca juga: UPDATE Tinggi Muka Air Seluruh Pintu Air di Jakarta, Bogor dan Depok pada Jumat 24 Desember 2021

Ia menambahkan, ketika sel saraf di sumsum tulang belakang, akson, atau astrosit cedera, jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat, bahkan akan bisa merusak dirinya sendiri (self-destruction) akibat memproduksi bahan kimia beracun yang disebut zat radikal bebas.

Sedangkan akibat lanjut dari cedera Saraf Tulang belakang, seperti diketahui, sel saraf pusat yang ada di sumsum tulang belakang, jika mati tidak bisa berregenerasi alias tidak bisa digantikan sel baru.

Karenanya, yang muncul adalah kondisi kerusakan yang kompleks dan makin memburuk. 

Sehingga jika sel saraf di sumsum tulang belakang mati karena mati langsung atau mati akibat lambat atau salahnya penanganan akan menyebabkan fungsi-fungsi saraf sensorik untuk merasakan rasa nyeri hilang. 

Demikian juga fungsi saraf motorik (gerak) juga bisa hilang, sehingga lengan dan tangan atau tungkai dan kaki menjadi lemah bahkan lumpuh.

Dan jika empat alat gerak lumpuh disebut tetraplegia, jika hanya kedua kaki yang lumpuh disebut paraplegia. 

"Jika saraf otonom yang rusak, maka konsekuensinya bisa terjadi gangguan buang air kecil atau buang air besar, suhu tubuh, tekanan darah dan sistem sirkualasi darah bahkan pada laki-laki bisa menyebabkan alat vitalnya tidak bisa ereksi," kata dokter Wawan.

Ia menambahkan, orang dengan cedera di atas tulang leher bagian atas bahkan memerlukan alat bantu nafas (ventilator) untuk tetap bisa bernapas.

Dan akibat tambahan dari cedera saraf tulang belakang bisa berlanjut menyedihkan.

Baca juga: KH Miftachul Akhyar Sosok Humanis yang Bakal Bikin Adem PBNU, Terpilih karena tak Ada yang Mau

Cedera tulang terlalu lama berbaring karena lumpuh akan menyebabkan luka akibat tubuh menekan alas tidur atau disebut decubitus, juga mudah terkena infeksi yang biasanya menyerang sistem paru-paru  dan saluran kencing.

"Bahkan, pada beberapa kasus bisa menyebabkan peningkatan tekanan darah yang dapat  mengancam nyawa," ujar dokter Wawan.

Lalu bagaimana cedera saraf tulang belakang didiagnosis?

Pada fase akut, dokter akan memastikan terlebih dahulu apakah cedera saraf tulang belakang tidak mempengaruhi pernapasan atau detak jantung yang berakibat dapat menyebabkan kematian cepat.

Selanjutnya, untuk menilai seberapa baik kondisi fungsi saraf tulang belakang, akan dilakukan beberapa item pemeriksaan, yakni;

- Fungsi sensorik, atau kemampuan untuk merasakan sentuhan, nyeri, atau rasa di kulit.

- Fungsi motorik, atau kemampuan untuk menggerakkan bagian-bagian tubuh lengan dan tangan sampai jari-jari tangan, dan tungkai, kaki dan jari-jari kaki.

- Fungsi otonom, atau kemampuan buang air besar, buang air kecil, fungsi alat vital (pada laki-laki).

Baca juga: Kenali Rebusan Kayu Manis yang Bermanfaat bagi Kesehatan di Masa Pandemi Virus Corona

Dokter Wawan mengatakan, tes pencitraan biasanya dapat membantu mendiagnosis cedera tulang dan saraf tulang belakang dengan cara:

- Ronsen biasa atau X-ray, untuk melihat ada tidaknya  patah tulang atau terkilir/dislokasi.

- CT scan, untuk melihat patah tulang, bekuan darah atau kerusakan pembuluh darah.

- MRI (magnetic resonance imaging), untuk melihat kondisi saraf dan sumsum tulang belakang atau jaringan lunak.

Menurutnya, penanganan cedera saraf tulang belakang, mungkin saja dilakukan dengan operasi darurat atau emergency cito.

"Hal ini dilakukan untuk mengatasi patah tulang belakang dan atau kerusakan sumsum tulang belakang akibat patah tulang, pembekuan darah, atau jaringan lain di sekitarnya yang rusak," ujar dokter Wawan.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa suntikan obat kortikosteroid bermanfaat membantu cedera tulang belakang, jika terjadi kondisi yang disebut spinal shock yang bersifat sementara namun permanen jika tidak diobati.

Dapat juga dilakukan operasi terjadwal (non emergency) jika tujuannya untuk hanya memperbaiki stabilitas tulang belakangnya, namun kerusakan sarafnya sudah permanen.

Sedangkan tujuan jangka panjang dari perawatan cedera tulang belakang meliputi:

- Meningkatkan kemandirian dan kualitas hidup.

- Mengurangi risiko kondisi kesehatan kronis berkelanjutan.

- Memulihkan beberapa fungsi saraf pada cedera parsial.

Jika hal itu diabaikan, bisa menimbulkan komplikasi jangka panjang dari cedera tulang belakang tersebut.

Komplikasinya, yakni:

- Ketidakmampuan untuk mengatur tekanan darah atau suhu tubuh.

- Peningkatan risiko masalah jantung atau paru-paru.

- Kehilangan kontrol kandung kemih atau usus.

- Kelumpuhan pada lengan atau kaki.

- Sakit terus-menerus.

- Spastisitas, kontraktur sendi.

- Disfungsi seksual.

Rehabilitasi medik pasca cedera saraf tulang belakang

Kebanyakan orang dengan cedera tulang belakang memerlukan beberapa bentuk rehabilitasi fisik, atau terapi, baik dengan rawat inap (selama dirawat di rumah sakit) atau rawat jalan (setelah dirawat di rumah sakit).

Rehabilitasi dapat membantu pasien cedera saraf tulang belakang untuk :

- Belajar menggunakan alat bantu seperti alat bantu jalan/ walker atau kursi roda.

- Memperoleh kembali kekuatan dan mobilitas di area tubuh dengan fungsi saraf.

- Memulihkan kemampuan untuk aktivitas hidup sehari-hari, seperti makan minum sendiri , berpakaian dan ke toilet.

Dokter Wawan menyebut, alat prostesis yang merupakan alat pengganti tangan atau kaki buatan, cukup andal untuk membantu aktifitas pasien mengatasi cedera saraf tulang belakang. 

"Sebuah prostesis saraf dapat menggantikan fungsi yang hilang seperti prostesis lengan atau kaki," katanya.

Pencegahan Cedera Saraf Tulang Belakang

Risiko terkena cedera saraf tulang belakang dapat dikurangi dengan:

- Mengemudi mengenakan sabuk pengaman.

- Menghindari bahaya jatuh seperti tangga atau lantai kamar mandi yang licin.

- Mengenakan alat pelindung selama olahraga, jika dibutuhkan.

- Tidak melakukan aktivitas fisik atau olahraga ekstrim seperti mendaki tebing, bersepeda gunung  dan lain-lain pada orang usia lanjut, terutama wanita menopause.

Apakah cedera saraf tulang belakang bisa cacat permanen?

Menurut dokter Wawan hal itu bisa terjadi. "Jika yang terjadi adalah cedera sumsum tulang belakang yang komplit atau lengkap,  cacat atau kelumpuhannya akan permanen," katanya.

Namun,  jika cedera tidak permanen, dalam arti hanya sebagian saraf sensorik, motorik atau otonom yang rusak alias  tidak lengkap, masih  memungkinkan beberapa perbaikan fungsional dari waktu ke waktu. 

"Biasanya tindakan operasi atau obat kortikosteroid  yang terlambat dalam hitungan jam atau hari dapat menyebabkan cedera yang incomplete  atau tidak lengkap menjadi permanen. Karena itu, dalam penanganan cedera saraf tulang belakang ada istilah time is essential," kata dokter Wawan.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved