Berita Regional
FAKTA BARU, Herry Tak Punya Pesantren, Korban Bukan Santriwati, Pakar Hukum: Ini Kasus Eksploitasi
Pakar Hukum dari Universitas Katolik Parahyangan, Asep Warlan Yusuf, membuka kedok Herry Wirawan.
Baca juga: Foto Mirip Pelaku Rudapaksa Santriwati Babak Belur Viral, Kalapas Ungkap Kondisi Herry Wirawan
Tidak sekadar melindungi korban, keputusan untuk memproses kasus tanpa publikasi terlebih dulu ini, menurut Asep, dilakukan untuk menjaga keberlangsungan persidangan.
Sebab, dalam kasus asusila, para korban harus menjadi saksi dalam persidangan.
"Ada etika dalam hukum acara kejahatan kesusilaan. Satu di antaranya memang tidak diekspos. Bahkan untuk beberapa kasus, pelakunya pun tidak diekspos. Karena pada saat ia dihadapkan di pengadilan, saksi itu juga kan harus datang. Untuk menjadi saksi dalam kasus ini kan tidak mudah karena harus melihat pelakunya," kata Asep saat dihubungi, Selasa (14/12/2021).
Kelancaran persidangan, katanya, ditentukan oleh saksi yang mau menyatakan kejadian yang sebenarnya dengan jelas.
Maka saat bersaksi pun, jangan sampai kondisi psikologis korban terganggu.
Bahkan korban harus didampingi psikolog, didampingi ahli kesehatan, dan didampingi orang terdekat korban.
Apalagi, menurut Asep, dalam kasus ini para korbannya adalah anak-anak.
Semua pihak harus memulihkan psikologis para korban supaya siap menjadi saksi di pengadilan.
Dengan adanya kasus ini terekspos kepada publik, bahkan dicongkel berbagai informasinya mengenai korban, katanya, akan memengaruhi kondisi para korban yang akan menjadi saksi tersebut.
Baca juga: Polisi Periksa Joseph Suryadi soal Dugaan Penistaan Muhammad SAW meski Berdalih Handphone Hilang
"Makanya kami mengerti kalau diam-diam dulu, supaya proses-proses yang dijalankan oleh hakim dan pengadilan berjalan lancar dan saksinya mau bicara tanpa gangguan. Kalau sudah diputus, silakan," katanya.
Ia mengatakan, berdasarkan, penelusurannya, para korban Herry Wirawan kembali mengalami trauma setelah kasus ini terekspos ke publik.
Mereka, katanya, membaca berbagai berita di media, termasuk pembicaraan di media sosial.
"Kalau prespektif kesusilaan, melihat korban, maka kewajiban negara, kewajiban pemerintah, kewajiban penegak hukum, adalah melindungi korban. Itu harus dijalankan. Makanya pihak pemerintah dan penegak hukum itu memastikan bahwa korban mendapat perlindungan dan hak-haknya," ujar Asep.
Ia mengatakan korban harus merasa aman dan nyaman.