Muhaimin Iskandar: Jokowi Kurus dan Kalem, tapi Jagoan Mengatasi Politik Nasional

Gus Muhaimin mengatakan, sejak era reformasi, peran legislatif jauh lebih dominan.

Warta Kota/Henry Lopulalan
Wakil Ketua DPR Bidang Korkesra Abdul Muhaimin Iskandar menilai, pemerintahan Jokowi-Maruf Amin cukup berhasil dan efektif mengelola potensi politik. 

Sekarang di DPR mulai pembentukan Pansus Ibu Kota Baru. Hampir semua rezim pengin, tapi tidak bisa melaksanakan, karena faktor-faktor dinamika politik.

”Kelihatannya Pak Jokowi bisa mengatasi keadaan ini. Saya yakin tak lama lagi di tengah masa solid ini, UU Ibu Kota Baru bisa terwujud,” bebernya.

Hal tersebut, kata Gus Muhaimin, merupakan contoh koalisi pemerintah hari ini berjalan sangat efektif dan solid.

Baca juga: BREAKING NEWS: Gunung Semeru Meletus, Warga Panik Hindari Awan Panas

Hal ini dinilai penting untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

Menurutnya, ada empat hal penting diperlukan dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Pertama, sosiologis kultural yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.

Baca juga: Nilai Pemerintah Belum Mampu Atasi Pandemi Covid-19, Nasir Djamil: Start Bermasalah

Kedua, kualitas tingkat pendidikan masyarakat di bangsa.

Ketiga, kesejahteraan ekonomi. Sebab, jika ekonomi bermasalah maka akan mudah dihasut, terpecah belah, dan berpotensi konflik, sehingga persatuan dan kesatuan bisa terganggu.

”Keempat, pemerintahan yang kuat dan efektif. Ini bahkan menjadi kebutuhan yang paling menentukan,” tuturnya.

Baca juga: Andre Rosiade Kembali Minta Erick Thohir Turunkan Harga Tes PCR di Bawah Rp 200 Ribu

Gus Muhaimin mencontohkan, pada Pemilu 2019, pemerintah berhasil mengendalikan kompetisi pemilu yang sektarian, keras, dan merusak persatuan dan kesatuan.

”Pemilu 2019 lalu adalah pemilu terawan di seluruh pemilu, antara Pak Jokowi dan Pak Prabowo."

"Ini paling rawan karena ada isu agama menjadi menguat setelah reformasi,” paparnya.

Baca juga: Bantah Dukung Anies Baswedan Jadi Capres 2024, PA 212: Rizieq Shihab Masih Dipenjara

Ia mencontohkan ketika Presiden Soeharto dianggap bisa mengatasi dinamika perbedaan di dalam pluralitas atau dinamika keberagaman bangsa.

Saat itu, modalnya dua, yakni pemerintahan yang sangat kuat bahkan cenderung represif.

Kedua, Soeharto berusaha mewujudkan kesejahteraan ekonomi dengan kampanye politik pangan.

”Kalau kesejahteraan masyarakat baik, maka dinamika akan menurun. Dinamika konflik teredam,” cetusnya. (Fransiskus Adhiyuda)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved