Panggil Anggota TNI Harus Lewat Komandan, Legislator PDIP: Surat Panggilan Dijamin Sampai
Legislator PDIP ini menilai, penerbitan STR Panglima akan semakin memperlancar penegakan hukum.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Mayjen TNI (purn) TB Hasanuddin menyambut baik terbitnya Surat Telegram (STR) Panglima TNI Nomor ST/1221/2021 tentang prosedur pemanggilan prajurit TNI oleh aparat penegak hukum.
Legislator PDIP ini menilai, penerbitan STR Panglima akan semakin memperlancar penegakan hukum.
"Saya kira dengan adanya aturan baru ini tentu akan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan."
Baca juga: Inisiasi Perdamaian dengan Anggiat Pasaribu, Puan Maharani Bilang Arteria Dahlan Orang Galak
"Selain itu, surat panggilan dijamin sampai karena melalui Satuan TNI yang dipanggil."
"Serta ada jaminan dari Komandan Satuan untuk menghadapkan atau membantu proses bila dibutuhkan," kata Hasanuddin kepada wartawan, Kamis (25/11/2021).
Hasanuddin menyebut, setidaknya ada empat poin yang diatur dalam Surat Telegram Panglima TNI ini, yakni:
Baca juga: Farid Ahmad Okbah Sempat Bertemu Jokowi di Istana Sebelum Ditangkap, Densus 88: No Comment
1. Pemanggilan yang dilakukan kepada prajurit TNI oleh Polri, KPK, aparat penegak hukum lainnya dalam rangka untuk memberikan keterangan terkait peristiwa hukum harus melalui Komandan/Kepala Satuan.
2. Pemanggilan terhadap prajurit TNI yang tidak sesuai dengan prosedur, agar Komandan/Kepala Satuan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum yang dimaksud.
3. Prajurit TNI yang memberikan keterangan terkait peristiwa hukum kepada aparat penegak hukum dapat dilakukan di satuannya dengan didampingi Perwira Hukum atau Perwira Satuan.
4. Prajurit TNI yang memberikan keterangan terkait peristiwa hukum kepada aparat penegak hukum dapat dilakukan di kantor aparat penegak hukum yang memanggilnya dengan didampingi Perwira Hukum.
"Bila ada anggota TNI sebagai tersangka pelaku kejahatan, maka sesuai dengan ketentuan penyidik anggota TNI itu adalah POM TNI, maka aparat penegak hukum lain dapat langsung kordinasi dengan POM TNI," paparnya.
Hal tersebut, kata Hasanuddin, sesuai Undang-undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer Pasal 32.
Pasal 32
Ayat (1) Pemeriksaan Pelanggaran Hukum Disiplin Militer dilakukan oleh Pemeriksa
Ayat 2 (2) Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Ankum;
b. perwira atau bintara yang mendapat perintah dari Ankum; atau
c. pejabat lain yang berwenang.
Penjelasan Pasal 32 Huruf c: Yang dimaksud dengan “pejabat lain yang berwenang” antara lain Polisi Militer atau personel penegak hukum.
Selanjutnya, imbuh Hasanuddin, mekanisme pemeriksaan dalam pasal 32, UU No.25 tahun 2014 kemudian diatur secara lebih detil dalam Peraturan Panglima TNI No. 44 Tahun 2015 Tentang Peraturan Disiplin Militer Pasal 36
(1) Pemeriksaan Pelanggaran Hukum Disiplin Militer dilakukan oleh Pemeriksa.
(2) Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Ankum;
b. Perwira atau bintara yang mendapat perintah dan Ankum; atau
C. Pejabat lain yang berwenang.
(3) Yang dimaksud dengan pejabat lain yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c antara lain Polisi Militer atau personel penegak hukum dalam hal ini provost satuan.
"Jadi dugaan pelanggaran disiplin oleh Prajurit TNI hanya dapat diperiksa oleh penegak hukum di lingkungan TNI," terangnya.
Bantah Tertutup
Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa membantah pihaknya menutup pemeriksaan anggotanya oleh aparat penegak hukum.
Hal itu terkait terbitnya surat telegram (ST) Panglima TNI, yang mengatur pemanggilan terhadap prajurit TNI yang tengah menghadapi suatu perkara.
"Jadi mekanisme soal pemanggilan segala macam itu soal teknis saja, tetapi ya kalau diperlukan kan selama ini sudah berlangsung."
Baca juga: Buntut Cekcok di Bandara, Arteria Dahlan Minta Andika Perkasa Evaluasi Protokoler Anggota TNI
"Sudah berlangsung dan ada mekanismenya."
"Sama sekali bukan berarti kita menutup pemeriksaan, tidak. Sama sekali tidak," tegas Andika di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (23/11/2021).
Andika mengaku belum mengetahui secara rinci mengenai rujukan telegram tersebut.
Baca juga: Arteria Dahlan Cekcok dengan Wanita di Bandara, Bambang Pacul: Cuma Soal Style, Dialogkan Saja
Sebab, telegram itu diterbitkan sebelum dirinya menjabat, yakni terbit pada 5 November 2021.
Dalam hal ini, telegram itu ditandatangani oleh KasumTNI Letjen Eko Margiyono.
"Saya harus cek lagi (terkait telegram)."
Baca juga: Isu Reshuffle Kabinet, Waketum PKB: Presiden Masih Cari Momen yang Pas
"Tetap saya harus ikuti peraturan perundangan, harus."
"Tetapi kan kalau soal proses hukum itu kan memang sudah lama, sudah ada undang-undangnya," terangnya.
Telegram ini keluar tak lepas dari adanya sejumlah peristiwa pemanggilan prajurit TNI oleh Korps Bhayangkara yang tidak sesuai prosedur.
Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 RI 23 November 2021: Suntikan Pertama 135.417.063, Dosis Kedua 90.227.782
"Adanya beberapa kejadian pemanggilan prajurit TNI oleh pihak kepolisian yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," bunyi Surat Telegram Panglima TNI yang dikutip Kompas.com, Selasa (23/11/2021).
Aturan ini dibuat untuk menghindari kesalahpahaman, meminimalkan permasalahan hukum, dan terselenggaranya ketaatan prajurit TNI.
Harus Lewat Komandan
Sebelum pensiun menjadi Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto ternyata mengeluarkan aturan baru.
Aturan baru itu tertuang dalam ST Panglima TNI Nomor ST/1221/2021 tertanggal 5 November 2021, tentang prosedur pemanggilan prajurit TNI oleh aparat penegak hukum (APH).
Aturan ini juga diunggah di akun instagram Marinir TNI AL, Selasa (23/11/2021).
Baca juga: Lebih Pilih Membina, Polisi Bebaskan Penyebar Seruan Jihad Lawan Densus 88
Dengan adanya aturan ini, Polri, KPK, Kejaksaan Agung, maupun penegak hukum lainnya tidak bisa lagi sembarangan memanggil anggota TNI.
Setidaknya terdapat empat poin yang diatur dalam ST Panglima Nomor ST/1221/2021, yakni:
1. Pemanggilan yang dilakukan kepada prajurit TNI oleh Polri, KPK, aparat penegak hukum lainnya dalam rangka untuk memberikan keterangan terkait peristiwa hukum, harus melalui Komandan/Kepala Satuan.
2. Pemanggilan terhadap prajurit TNI yang tidak sesuai dengan prosedur, agar Komandan/Kepala Satuan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum yang dimaksud.
3. Prajurit TNI yang memberikan keterangan terkait peristiwa hukum kepada aparat penegak hukum dapat dilakukan di satuannya dengan didampingi Perwira Hukum atau Perwira Satuan.
4. Prajurit TNI yang memberikan keterangan terkait peristiwa hukum kepada aparat penegak hukum dapat dilakukan di kantor aparat penegak hukum yang memanggilnya, dengan didampingi Perwira Hukum. (Chaerul Umam)