Kasus Rizieq Shihab

Diperintahkan Dirkrimum Polda Metro Jaya Buntuti Rizieq Shihab, Ini Alasan Polisi Tak Bawa Borgol

Toni merupakan anggota Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya yang juga mendapat perintah melakukan pembuntutan tersebut.

Wartakotalive.com/Joko Supriyanto
Direktur Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat memerintahkan tujuh anggotanya membuntuti rombongan Muhammad Rizieq Shihab, berdasarkan surat perintah penyelidikan (sprindik). 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Direktur Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat memerintahkan tujuh anggotanya membuntuti rombongan Muhammad Rizieq Shihab, berdasarkan surat perintah penyelidikan (sprindik).

Hal itu terungkap dalam kesaksian Toni Suhendar yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi, dalam sidang lanjutan perkara yang menewaskan 6 anggota FPI, Selasa (26/10/2021).

Toni merupakan anggota Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya yang juga mendapat perintah melakukan pembuntutan tersebut.

Baca juga: Juru Bicara Dinilai Harus Berani Beda Pendapat dengan Presiden, Salah Besar Jika Jabatan Dikosongkan

Hal itu terungkap saat jaksa menanyakan kepada Toni terkait perintah untuk melakukan pembuntutan itu berdasar arahan siapa.

Toni menjawab, perintah itu datang dari pimpinan di Direktorat Kriminal Umum, yakni Kombes Tubagus Ade Hidayat.

"Kombes Tubagus Ade Hidayat, itu yang memperintahkan?"

Baca juga: UPDATE Covid-19 Indonesia 26 Oktober 2021: 611 Orang Positif, 1.141 Pasien Sembuh, 35 Meninggal

"Memerintahkan untuk penyidikan dan penyelidikan?" Tanya jaksa dalam sidang.

"Iya," jawab Toni yang dihadirkan secara daring.

"Tubagus Ade Hidayat Dirkrimum Polda Metro Jaya?" Cecar jaksa.

Baca juga: Tolak Permintaan Tes PCR Disubsidi Pemerintah, Menkes: Harga Rp 300 Ribu Sudah Paling Murah di Dunia

"Iya," jawab Toni lagi. 

Perintah itu tertuang dalam Surat Perintah Penyelidikan Nomor: SP.Lidik/5626/XII/2020/Ditreskrimum tanggal 5 Desember 2020.

Surat perintah itu dalam rangka penyelidikan berdasarkan informasi dari hasil patroli siber, tentang adanya rencana pergerakan jutaan massa PA 212 yang akan menggeruduk Polda Metro Jaya.

Baca juga: Kasus Covid-19 di 105 Kabupaten/Kota Naik, Jokowi: Meski Kenaikan Sedikit, Tetap Harus Diwaspadai

Dugaan pergerakan massa untuk menanggapi surat panggilan kedua dari penyidik Polda Metro Jaya, kepada Muhammad Rizieq Shihab.

Toni menyebut, ada tujuh polisi yang mendapat tugas membuntuti rombongan Muhammad Rizieq Shihab tersebut.

"Bertujuh kami mengikuti rombongan, pakai tiga mobil," ungkapnya.

Jaksa lantas menanyakan kepada Toni terkait kesiapan yang dilakukan timnya untuk mengikuti rombongan tersebut.

Kata dia, sehari sebelum melakukan pembuntutan tersebut, pihaknya melakukan perencanaan terlebih dahulu.

"Sebelum berangkat apa ada pengecekan, apa saja yang dibawa?" Tanya jaksa.

"Masing-masing aja, persiapan masing-masing," jawab Toni.

Perlengkapan yang dibawa oleh masing-masing anggota pada saat itu, kata Toni, adalah smartphone dan senjata.

Senjata yang dibawa pun, kata dia, merupakan senjata yang memang dipegang oleh masing-masing anggota.

"Yang dibawa HP, mobil, sama senjata api, masing-masing senjata api."

"Senjata pegangan, (memang) sudah lama pakai," jelasnya.

Saat melakukan pembuntutan tersebut, Toni mengaku sempat terpisah dari rombongan.

Tak lama, dia menyebut ditelepon oleh Ipda Elwira Priadi, terdakwa yang sudah meninggal dunia, untuk datang ke KM 50 Cikampek.

"Sekitar jam setengah 1 kurang."

"Bahwa kami disuruh merapat ke rest area KM.50, saya berangkat ke sana, tiba di rest area berhenti di belakang mobil Chevrolet (mobil milik anggota FPI)," tuturnya.

Di lokasi, dirinya melihat ada 4 orang yang diketahui anggota FPI, sedang tiarap dengan kondisi tangan tidak diborgol atau diikat.

"Waktu tempuh kurang lebih 1 jam, sampai sana di belakang mobil Chevrolet, sudah ada orang yang tiarap, 4 orang. Yang tiarap orang lain, bukan rekan," bebernya.

Mendengar hal itu, jaksa kembali melontarkan pertanyaan kepada Toni dengan menanyakan alasan tidak ada borgol saat melakukan pengamanan.

Toni menjelaskan, pihaknya tidak membawa borgol saat itu, karena hanya bertugas untuk mengamati.

"Karena untuk mengamati, jadi kita tidak membawa borgol," terangnya.

Berawal dari Korban yang Tidak Diborgol

Jaksa penuntut umum (JPU) membeberkan upaya perebutan senjata yang dilakukan empat anggota Front Pembela Islam (FPI), dengan para terdakwa dugaan tindakan pembunuhan di luar hukum alias unlawful killing.

Para terdakwa adalah anggota Polri.

Hal itu dibeberkan jaksa dalam sidang perdana yang digelar di Ruang Sidang Utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, dengan agenda pembacaan dakwaan, Senin (18/10/2021).

Jaksa mengatakan hal itu bermula saat terdakwa Briptu Fikri Ramadhan beserta terdakwa Ipda Elwira Priadi Z (almarhum) dan Ipda M Yusmin Ohorella, mengamankan empat anggota FPI, setelah menembak 2 anggota FPI lainnya, di KM 50, Cikampek.

Keempat anggota FPI yang diamankan itu adalah Luthfil Hakim, Muhamad Suci Khadavi Poetra, Akhmad Sofiyan, dan M Reza.

Perebutan senjata itu terjadi karena para terdakwa tidak memborgol atau mengikat tangan para anggota FPI.

Dalam mobil tersebut, tiga anggota FPI duduk di sisi paling belakang mobil, sedangkan Briptu Fikri Ramadhan duduk di sisi tengah bagian kiri, bersama Luthfil Hakim.

Selang beberapa meter mobil tersebut melaju dari KM 50, M Reza yang duduk di belakang langsung mencekik terdakwa Fikri, karena kondisi tangan yang tidak diborgol sedari awal penangkapan.

"Ternyata belum terlalu lama perjalanan dari Rest Area Km 50, tepatnya di KM 50+200."

"Tiba-tiba salah satu anggota FPI yang sejak semula tidak diborgol atau tidak diikat (tangannya) benama M Reza (almarhum), duduk sebelah kiri kursi belakang."

"Tepatnya di belakang terdakwa (Fikri), dengan seketika mencekik leher terdakwa," beber jaksa dalam persidangan.

Melihat kondisi tersebut, rekan Reza, yakni Lutfil Hakim yang duduk di samping Fikri, membantu Reza mencekik dan berupaya merampas senjata api yang dimiliki Fikri.

Sedangkan anggota FPI lainnya, Akhmad Sofiyan dan Muhammad Suci Khadavi Poetra, juga turut membantu kedua temannya dengan cara mengeroyok dan menjambak rambut Firkri.

"Namun terdakwa (Fikri) belum bisa mereka lumpuhkan atau mereka tidak dapat merampas senjatanya," beber jaksa.

Saat pengeroyokan dan adanya usaha perebutan senjata tersebut, Fikri berteriak minta tolong kepada rekannya yang duduk di bagian depan.

Seketika, Ipda Yusmin yang merupakan pengemudi dari mobil ini, menoleh ke belakang dan seketika memperlambat kendaraan sambil meminta terdakwa Ipda Elwira Priadi (almarhum) mengantisipasi hal tersebut.

"Mendengar teriakan tersebut, saksi Ipda Mohammad Yusmin Ohorella menoleh ke belakang dan memberikan aba-aba atau isyarat kepada Ipda Elwira Priadi Z (almarhum)."

"Dengan mengatakan "wirrr,,, Wirrr,,, Awasss Wirrr!ll" Ucap jaksa.

Namun, bukannya menghentikan kendaraan atau melakukan tindakan persuasif, Ipda Elwira Priadi malah melesatkan tembakan timah panas yang berada di tangannya, ke arah Lutfil Hakim dan ke arah Akhmad Sofyan.

Akhirnya, peluru tersebut, kata jaksa, mengenai bagian dada para korban hingga menembus ke bagian pintu bagasi mobil yang ditumpanginya.

"Hingga mengenai sasaran mematikan tepat di dada sisi kiri Akhmad Sofiyan sebanyak dua kali tembus ke kaca bagasi belakang mobil Xenia warna silver," papar jaksa.

Setelah selesainya penembakan yang dilakukan Ipda Elwira Priadi Z (almarhum) dan melihat keadaan Fikri sudah merasa aman dan terlepas dari cekikan M Reza maupun jambakan Muhammad Suci Khadavi Poetra, keadaan di dalam mobil kembali tenang.

Terlebih saat itu, Lutfil Hakim dan Akhmad Sofiyan telah tewas.

Akan tetapi, penembakan kembali dilakukan oleh terdakwa Ipda Elwira Priadi Z (almarhum), yang kali ini menyasar M Reza dan Suci Khadavi Poetra, yang sudah tidak memiliki senjata dan tidak melawan.

"Selanjutnya terdakwa (Elwira Priadi) tanpa berpikir, lalu mengarahkan kembali senjata apinya dan menembakkan lagi ke arah Muhammad Suci Khadavi Poetra, dan tepat mengenai sasaran yang mematikan di dada sebelah kiri sebanyak tiga kali," ungkap jaksa.

Didakwa Membunuh

Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menggelar sidang perdana kasus dugaan tindakan pembunuhan di luar hukum alias unlawful killing, atas terdakwa Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella, yang menewaskan 6 anggota FPI.

Sidang yang digelar di ruang sidang utama PN Jakarta Selatan, Senin (18/10/2021) hari ini, beragendakan pembacaan dakwaan dari jaksa penuntut umum (JPU).

Dalam sidang tersebut, para terdakwa didakwa telah melakukan penganiayaan yang membuat kematian secara sendiri atau bersama-sama, terhadap 6 anggota FPI.

"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan, dengan sengaja merampas nyawa orang lain," kata jaksa dalam persidangan.

Kejadian ini bermula kala Muhammad Rizieq Shihab (MRS) tidak hadir memenuhi panggilan Polda Metro Jaya, atas kasus pelanggaran protokol kesehatan.

Saat itu Polda Metro Jaya mendapati informasi pendukung Rizieq Shihab akan menggelar aksi 'putihkan' dan mengepung Polda Metro Jaya untuk melakukan tindakan anarkis pada 7 Desember 2020.

Mengetahui informasi tersebut, terdakwa Fikri Ramadhan bersama terdakwa M Yusmin Ohorella beserta terdakwa Ipda Elwira Priadi (almarhum), mendapati perintah untuk melakukan antisipasi dengan langkah-langkah tertutup.

Tak hanya para terdakwa, terdapat saksi lain yang merupakan anggota kepolisian, turut melakukan pengantisipasian ini.

Para anggota kepolisian termasuk terdakwa, melakukan pengantisipasian menggunakan 3 unit mobil berbeda.

"Menggunakan tiga mobil yang telah dipersiapkan sebelumnya, mengikuti sepuluh unit mobil rombongan Rizieq Shihab yang keluar dari Perumahan The Nature Mutiara Sentul Kabupaten Bogor ke arah pintu tol Sentul 2," beber jaksa.

Namun saat di ruas jalan tol, mobil yang ditumpangi terdakwa Fikri disenggol dan diserempet oleh satu mobil milik anggota FPI, saat itu aksi keributan tak terhindarkan.

Akhirnya Bripka Faisal Khasbi Alaeya yang merupakan pengemudi dalam mobil itu, melakukan penembakan terarah dan terukur ke arah anggota FPI.

Akibatnya, dua anggota FPI mengalami luka di bagian kiri dan pinggang kiri, akan tetapi mobil tersebut masih terus melaju, dan akhirnya aksi kejar-kejaran tak terhindarkan.

Sesaat, mobil yang ditumpangi terdakwa Fikri berada di samping mobil anggota Laskar FPI yang berpenumpang 6 orang.

Mereka mendapatkan todongan senjata dari para anggota FPI.

Akhirnya, ketiga terdakwa melesatkan tembakan yang akhirnya membuat dua anggota FPI meninggal dunia.

Tak berhenti di situ, kejar-kejaran masih terus berlangsung, dan saat di KM 50 Cikampek, mobil yang dibawa anggota FPI menabrak pembatas jalan karena ban pecah, dan polisi langsung melakukan penggeledahan.

Namun, saat ingin membawa empat anggota FPI menggunakan mobil berbeda ke Polda Metro Jaya, terjadi aksi saling rebut senjata di dalam mobil Xenia yang melibatkan tiga orang terdakwa dan empat orang anggota FPI.

Aksi saling rebut dapat dilakukan karena saat melalukan pengamanan, para terdakwa tidak memborgol tangan para anggota FPI.

Akhirnya aksi keributan terjadi, dan terdakwa Ipda Elwira Priadi Z (almarhum) melakukan penembakan yang mengakibatkan 4 anggota FPI lainnya meninggal di dalam mobil.

"Bahwa akibat perbuatan melakukan penganiayaan secara bersama-sama mengakibatkan matinya: Andi Oktiawan, Faiz Ahmad Syukur, Lutfil Hakim, Akhmad Sofyan, M Reza, M Suci Khadavi Poetra," tutur jaksa.

Atas hal itu, jaksa menyatakan, perbuatan Fikri Ramadhan dan M Yusmin Ohorella merupakan tindak pidana, sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (Rizki Sandi Saputra)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved