Partai Politik

Tak Setuju Gugatan AD/ART Partai Demokrat Disebut Terobosan Hukum, Hamdan Zoelva: Ini Politik

Sebab, dia menduga ada unsur politis, karena hanya Partai Demokrat yang menjadi target.

Instagram
Hamdan Zoelva mengatakan, gugatan AD/ART Demokrat itu harus melihat peraturan perundang-undangan yang menaunginya. 

Pengadilan TUN juga tidak berwenang mengadili hal itu, karena kewenangannya hanya untuk mengadili sengketa atas putusan tata usaha negara.

"Karena itu saya menyusun argumen yang insyaallah cukup meyakinkan dan dikuatkan dengan pendapat para ahli, antara lain Dr Hamid Awaludin, Prof Dr Abdul Gani Abdullah, dan Dr Fahry Bachmid."

"Bahwa harus ada lembaga yang berwenang menguji AD/ART untuk memastikan apakah prosedur pembentukannya dan materi muatannya sesuai dengan undang-undang atau tidak."

"Sebab, penyusunan AD/ART tidaklah sembarangan, karena dia dibentuk atas dasar perintah dan pendelegasian wewenang yang diberikan oleh undang-undang," tuturnya.

Yusril dan Yuri mengatakan, kedudukan parpol sangatlah mendasar dalam kehidupan demokrasi dan penyelenggaraan negara.

Dia menyebut ada enam kali kata partai politik disebutkan di dalam UUD 1945.

Ada puluhan kali partai politik disebut di dalam undang-undang, bahkan ada undang-undang khusus yang mengatur partai politik, seperti yang sekarang berlaku, yakni UU 2/2008 tentang Partai Politik dengan perubahan-perubahannya.

Lembaga-lembaga seperti Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi malah tidak satu kalipun disebut di dalam UUD 1945.

Yusril menjelaskan, di dalam UUD 1945 disebutkan antara lain hanya partai politik yang boleh ikut dalam Pemilu Legislatif (Pileg), hanya partai politik yang boleh mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden.

Usai Pemilu, fraksi-fraksi partai politik memainkan peranan besar dalam mengajukan dan membahas RUU, membahas calon duta besar, Panglima TNI dan Kapolri, Gubernur BI, BPK, KPK dan seterusnya.

Di daerah, sebelum ada calon independen, hanya partai politik yang bisa mencalonkan kepala daerah dan wakilnya.

Begitu partai politik didirikan dan disahkan, partai tersebut tidak bisa dibubarkan oleh siapapun, termasuk oleh Presiden.

Partai politik hanya bisa dibubarkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi.

"Nah, mengingat peran partai yang begitu besar dalam kehidupan demokrasi dan penyelenggaraan negara, bisakah sebuah partai sesuka hatinya membuat AD/ART?"

"Apakah kita harus membiarkan sebuah partai bercorak oligarkis dan monolitik, bahkan cenderung diktator, padahal partai adalah instrumen penting dalam penyelenggaraan negara dan demokrasi?"

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved