Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Dukung Pembelajaran Tatap Muka di Pesantren, Tapi Ada Syaratnya

Pembelajaran di pesantren di tengah pandemi COVID-19 dapat segera dilakukan. Namun ada syaratnya. Simak berikut ini.

Editor: Lucky Oktaviano
Istimewa
Salah seorang santri di Pesantren Al-Hamidiyah Depok sedang disuntik vaksin. Ada 150 santri di pesantren ini yang disuntik vaksin Covid-19. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Pembukaan pesantren di tengah pandemi COVID-19 dapat dilakukan.

Namun begitu ada persyaratan yang harus dipenuhi agar pembelajaran tatap muka (PTM) di pesantren bisa dilaksanakan.

Syaratnya, para santri dan pengasuh sudah divaksin dan seluruh protokol kesehatan diterapkan secara ketat.

Ketua Satuan Tugas COVID-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof. Zubairi Djoerban mengatakan, sudah 75 juta orang menerima vaksinasi dosis pertama hingga 15 September 2021.

“Kondisi membaik, tetapi harus tetap waspada. Silahkan buka pesantren. Selama memenuhi prokes,” ujarnya dalam Istighotsah Nahdlatul Ulama dan Penguatan Informasi COVID-19 di Indonesia.

Baca juga: BEREDAR Surat Edaran Penerima Bantuan Pesantren, Kementerian Agama Pastikan Itu Hoaks

Prof. Zubairi mengingatkan, orang dengan banyak komorbid atau penyakit penyerta justru semakin memerlukan vaksin

Vaksinasi hanya perlu ditunda selama kondisi tubuh belum memungkinkan.

“Silakan konsultasi ke fasilitas kesehatan. Siapa yang belum vaksinasi, secepatnya daftar. Karena semakin mudah. Pada prinsipnya, dalam kondisi pandemi, yang terbaik adalah yang di dekat kita,” ujarnya.

Majelis Ulama Indonesia menegaskan kembali bahwa vaksin halal dan boleh dipakai.

Mencegah penyebaran COVID-19 juga dinyatakan sebagai ibadah.

Baca juga: Gelar Vaksinasi Merdeka di Pondok Pesantren Darul Rahman Leuwiliang, 1.146 Santri Divaksin Covid-19

Ketua Bidang Dakwah MUI KH Cholil Nafis mengatakan, sangat jelas bahwa semua penyakit ada obatnya. COVID-19 pun tidak lepas dari hal itu. “Kita disuruh berobat,” ujarnya.

MUI telah meneliti seluruh 9 vaksin yang diizinkan beredar di Indonesia.

Ada vaksin yang dipastikan halal dan suci sejak proses awal hingga akhir.

Di sisi lain, ada vaksin yang bersentuhan dengan zat haram selama prosesnya.

Meski demikian, MUI berpendapat vaksin-vaksin itu tetap boleh digunakan.

“Bukan diubah dari haram menjadi halal, melainkan dibolehkan,” kata dia.

Kebolehan itu didasarkan pada kondisi darurat.

Baca juga: Ada 150 Santri Pesantren Al-Hamidiyah Disuntik Vaksin Covid-19, Ini Komentar Kemenag Depok

Vaksin yang dipastikan halal dari awal sampai akhir hanya bisa mencukupi sebagian kebutuhan vaksin.

Karena itu, vaksin lain diperlukan untuk memenuhi target vaksinasi.

KH Cholil Nafis mengingatkan, Islam sangat menganjurkan menghindari bahaya.

Bahkan, pencegahan penyebaran COVID-19 termasuk ibadah bagi muslim karena menghindari bahaya bagi lingkungan sekitarnya.

Seperti Zubairi, KH Cholil Nafis sepakat bahwa pesantren perlu dibuka.

Sebab, pesantren dan pengasuhnya diisolasi dalam suatu tempat. Mereka tidak berinteraksi dengan pihak di luar pesantren.

Kabar Bohong

Sementara itu, Ketua Satuan Tugas NU Peduli COVID-19, Makki Zamzami, membenarkan bahwa ada banyak kabar bohong atau hoax soal COVID-19.

Bahkan, hoax tersebar di sejumlah warga NU. Satgas NU Peduli COVID-19 menjadikan pemberantasan hoax sebagai salah satu program prioritas.

“Apalagi, dulu di awal-awal informasinya masih berubah terus,” ujarnya.

Di Indonesia, 92 persen hoax tersebar di media sosial. Sebanyak 41 persen di antaranya merupakan hoax terkait kesehatan.

Meski demikian, kini semakin banyak warga NU sadar kesehatan dan bahaya COVID-19.

Pesantren dan para pengasuhnya adalah salah satu yang aktif melawan COVID-19. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved