Ibu Ini Bantu Anak Kurang Mampu Agar Dapat Pendidikan Layak, di Setengah Masa Hidupnya
Hajjah Ros ini lebih dari setengah hidupnya didedikasikan untuk menebarkan kebaikan
Penulis: Yolanda Putri Dewanti | Editor: Budi Sam Law Malau
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Sosok Ibu Ibukota adalah penggerak literasi yang terus melakukan #AksiHidupBaik untuk menciptakan peradaban dan lingkungan yang lebih baik.
Sebanyak 21 sosok Ibu Ibukota diperkenalkan sebagai penggerak literasi pada momen konferensi pers Menuju Ibu Ibukota Awards 2021, yang disiarkan secara live streaming di akun YouTube Ibu Ibukota (7/9/21) lalu.
Salah satu sosok Ibu Ibukota penggerak literasi yang terus melakukan #AksiHidupBaik yakni Masturi Ros Yusuf atau akrab disapa dengan ibu Hj Ros.
Hajjah Ros ini lebih dari setengah hidupnya didedikasikan untuk menebarkan kebaikan seperti menuntaskan sekolah anak yatim/dhuafa dan membuat majelis taklim
Pada tahun 1964, perempuan yang berusia 80 tahun ini secara sukarela mendirikan Majelis Taklim 'Shilaturrahmi' dikediamannya di Jalan Matraman Salemba IV/23, RT 009 RW 01 Kelurahan Kebon Manggis, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur dijadikannya sebagai tempat untuk syiar agama islam.
Ia mengisahkan saat itu ia menemukan banyak perempuan atau ibu muda yang kurang pemahaman soal agama Islam.
Lantaran prihatin dengan hal itu, Ros bersama sejumlah ibu muda mendirikan majelis taklim tersebut.
"Kita tahu Pancasila diterbitkan setelah Proklamasi, disitu ada Ketuhanan Yang Maha Esa. Saya di sini sejak tahun 1957 masih sepi orang. Tahun 1960-an mulai ramai. Saya lihat ibu muda di sekitaran kurang paham agama Islam. Jadi itu alasan majelis ini saya dirikan tepat di Bulan Maret," ucapnya kepada wartakotalive.com, Jumat (17/9/2021).
Ia juga menceritakan untuk menjangkau banyak ibu muda selama bertahun-tahun, membuatnya sering kali menyiarkan agama Islam dengan cara berkeliling rumah ke rumah hingga ke masjid.
Semenjak itu, perempuan yang memakai pakaian bernuansa bunga tersebut mengatakan berbagai relasi hingga lokasi kerap didatanginya hingga akhirnya ia menemukan sebuah masalah yang cukup meresahkan dirinya.
Lalu, pada saat di tahun 1970-an, Ros dihadapkan dengan banyaknya anak muda di sekitaran rumahnya yang tidak dapat bersekolah atau melanjutkan pendidikannya.
Anak muda tersebut secara terbuka menceritakan faktor utama yang menjadi kendala yakni biaya.
Apalagi saat itu, sekolah masih berbayar dan tak seperti saat ini.
Dengan berbekal ketulusan hati dan kemauan dirinya untuk membantu anak muda yang tidak dapat bersekolah. Ia memutuskan untuk membantu anak-anak muda tersebut.
"Nak kok kamu gak sekolah?," tanya Ros kala itu.
"Enggak bu," sahut anak tersebut.