Jusuf Kalla: Masuk Kabul dengan Damai, Saya Yakin Taliban Sudah Banyak Berubah
JK mengatakan, baik dari pemerintahan Afganistan maupun kelompok Taliban, tidak ingin ada korban.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Mantan Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla tak menyangka kelompok Taliban bergerak cepat menguasai Kabul, setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menarik tentaranya dari wilayah itu.
Pada konferensi pers, Senin (16/8/2021), JK mengatakan peristiwa di Afganistan di luar perkiraan semua orang, karena menurutnya Taliban tidak akan secepat itu masuk ke ibu kota Kabul.
Ia sudah memperkirakan, Kabul akan dikuasai Taliban, namun butuh satu hingga dua bulan untuk Taliban masuk Kabul, setelah AS menarik tentaranya dari negara itu.
Baca juga: Dari Sumatera Hingga Kalimantan, Densus 88 Ciduk 48 Tersangka Teroris dalam Waktu 4 Hari
“Ternyata sebelum akhir bulan ini mereka masuk dengan damai."
"Saya katakan damai, karena saya belum mendapat laporan adanya korban,” kata JK kepada wartawan, Senin (16/8/2021).
JK mengatakan, baik dari pemerintahan Afganistan maupun kelompok Taliban, tidak ingin ada korban.
Baca juga: Pemerintah Turunkan Harga Tes PCR: Maksimal Rp 495 Ribu di Jawa-Bali, dan Pulau Lainnya Rp 525 Ribu
Daerah lain di Afganistan telah dikuasai Taliban, hanya tinggal ibu kota Kabul.
“Semuanya menyerahkan diri tanpa syarat, itulah yang terjadi di Afganistan atau di Kabul pada hari ini, kita tahu semua,” ujarnya
JK mengatakan, selama ini Afganistan berjalan dengan bantuan Amerika, baik dari bantuan militer hingga ekonomi.
Baca juga: Ombudsman Nilai Capaian Vaksinasi Covid-19 Jakarta Ambigu, Pemprov Diminta Bersihkan Data
Dari mulai infrastruktur hingga gaji pegawai negeri, semuanya didukung AS.
Menurut JK, pada dasarnya Afganistan adalah negara yang kaya dengan sumber daya alamnya.
Taliban khawatir negara lain, seperti Cina dan Jepang, yang membutuhkan SDA, akan masuk dan ingin mendapat pengaruhnya di sana.
Akar Konflik
JK lantas menceritakan akar konflik yang terjadi di Afganistan.
Menurutnya, konflik antara kelompok Taliban dengan Amerika Serikat (AS) berkaitan dengan peristiwa 11/9 dan pemimpin kelompok Al-Qaeda, Osama bin Laden.
“Akar pemasalahanya Taliban tidak mau serahkan Osama bin Laden pada Amerika, sehingga Amerika menyerang Taliban,” bebernya, Senin (16/8/2021).
Baca juga: Modus Yayasan Milik Teroris JI Galang Dana, Tebar Kotak Amal Hingga Gelar Tablig Akbar
JK mengatakan, berdasarkan sejarahnya, Afganistan dikuasai oleh komunis 30 tahun yang lalu, kemudian datang pasukan dari Uni Soviet yang mendukung pemerintahan pada saat itu.
Namun, dilawan oleh kelompok Mujahidin yang mendapat dukungan dari Amerika Serikat.
Kelompok Mujahidin menang melawan Uni Soviet, dan memerintah Afganistan.
Baca juga: Teroris JI Himpun Dana Pakai Yayasan Syam Organizer, Bawa Isu Palestina untuk Hindari Kecurigaan
Namun, kelompok konservatif melawan kelompok Mujahidin, sehingga membentuk pemerintahan Taliban pada 1996 – 2001.
Pada 2001, terjadi peristiwa 9/11, di mana World Trade Center (WTC) diserang oleh kelompok Alqaeda yang dipimpin Osama bin Laden. Saat itu, Osama ada di Afganistan.
Amerika meminta Taliban menyerahkan Osama bin Laden, akan tetapi adat orang Afganistan tidak akan menyerahkan tamunya dan akan menjaga tamunya.
Baca juga: Densus 88 Ciduk Ketua Syam Organizer Jabar Terkait Kasus Dugaan Terorisme, 1.540 Kotak Amal Disita
JK mengatakan Taliban menganggap Osama bin Laden sebagai tamu di Afganistan, sehingga tidak diserahkan begitu saja oleh Taliban.
Maka sejak itu terjadi perang selama 20 tahun, yakni pada 2001 hingga 2021.
“Karena tidak menyerahkan Osama bin Laden dan tetap membantu Osama bin Laden, maka Amerika justru menyerang Afganistan atau waktu itu pemerintahan Taliban,” papar JK.
Baca juga: Kasus Aktif Covid-19 di Delapan Kecamatan Kabupaten Bekasi di Bawah 10, Angka Kesembuhan 97 Persen
Menurut JK, akar permasalahannya yakni Taliban merasa diperangi oleh Amerika, sehingga mereka melawan lewat perang gerilya.
JK mengatakan, Amerika hanya bisa perang dengan negara besar, namun perang dengan gerilya selalu kalah.
“Apakah itu di Vietnam, Irak, Afganistan, di Somali, semuanya Amerika lari kalah dari perang itu."
"Dia tidak bisa perang dengan gerilya,” bebernya.
Percaya Sudah Berubah
JK percaya saat ini Taliban lebih moderat ketimbang 20 tahun yang lalu, yang begitu sangat konservatif dan memaksa pemerintah dengan keras.
“Saya yakin Taliban itu banyak berubah, tidak seperti waktu di pemerintahan dia yang pertama, antara tahun 1996 hingga 2001."
"Saya kira dia lebih terbuka,” ucap JK.
Baca juga: Ini 11 Bentuk Dugaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam TWK Pegawai KPK Menurut Komnas HAM
JK menceritakan ia pernah dua kali mengundang perwakilan Taliban ke Jakarta, untuk melihat Islam bisa berkembang di negara Indonesia secara moderat.
Saat itu, perwakilan Taliban sangat kagum melihat muslim di Indonesia bisa menjalankan ibadah dengan cara yang baik, tidak perlu menggunakan cara yang konservatif.
“Dia mengunjungi pesantren-pesantren. Satu tujuannya ialah untuk mengubah cara berpikir mereka agar terbuka,” ungkapnya.
Baca juga: Komnas HAM: TWK KPK Diduga Bentuk Penyingkiran Pegawai Tertentu, Khususnya yang Dilabeli Taliban
Jusuf Kalla aktif dalam upaya damai di Afganistan.
Saat masih menjabat Wakil Presiden RI periode 2014-2019, ia pernah beberapa kali terlibat langsung dalam perundingan damai Afganistan.
JK menegaskan, Indonesia tidak pernah mengambil keuntungan dari kesulitan negara lain.
Baca juga: Wali Kota Jakarta Pusat: Menaati Protokol Kesehatan Itu Sudah Membela Negara
Namun ia meyakini, Indonesia akan tetap selalu menjaga hubungan antar-negara, termasuk dengan Afganistan yang dipimpin Taliban.
Ia meyakini pemerintah maupun para pengusaha Indonesia akan siap menjalin kerja sama ekonomi dengan Afganistan, yang dia sebut memiliki penduduk sebesar 38 juta orang.
Jumlah tersebut lebih besar daripada jumlah penduduk Malaysia, dan merupakan pasar yang cukup menjanjikan menurutnya.
Baca juga: Tempat Tidur Ruang Isolasi Pasien Covid-19 di Jakarta Kini Cuma Terisi 27 Persen
“Saya pikir ini memakan waktu, tunggu stabil dulu pemerintahan mereka.”
“Saya yakin sikap Taliban tidak seperti tahun 2000 atau 20 tahun yang lalu, yang begitu sangat konservatif dan memaksa pemerintah dengan keras."
"Pengalaman-pengalaman itu saya kira kemudian mengubah sikap Taliban,” ulas JK. (Larasati Dyah Utami)