Dicap Berkinerja Terburuk, Wakil Ketua Baleg DPR: Bahas RUU Diprotes, Tangani Pandemi Juga Diprotes

Namun, menurutnya, apa pun pernyataan yang diberikan pasti DPR akan diprotes.

Tribunnews.com
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi PPP Achmad Baidowi mengakui, situasi pandemi Covid-19 turut menjadi faktor terhambatnya penyusunan UU. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai kinerja DPR periode 2019-2024 terburuk di era reformasi.

Alasannya, pada dua tahun pertama kerja, DPR periode 2019-2024 baru mengesahkan 4 UU dalam Prolegnas Prioritas.

Menanggapi kritikan itu, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi PPP Achmad Baidowi mengakui, situasi pandemi Covid-19 turut menjadi faktor terhambatnya penyusunan UU.

Baca juga: Megawati: Mengapa Sumatera Barat yang Pernah Saya Kenal Sepertinya Sekarang Sudah Mulai Berbeda?

Namun, menurutnya, apa pun pernyataan yang diberikan pasti DPR akan diprotes.

"Kemarin ketika kita mau membahas RUU Cipta Kerja diprotes 'ini DPR kok mau memahas RUU bukannya menangani pandemi'."

"Giliran kita menangani pandemi berimbas pada legislasi yang turun kita juga diprotes."

Baca juga: Pembeli Sepi di Masa PPKM, Pedagang Keliling: Tidak Ikut Perang, Masa Beli Bendera Saja Tidak Bisa?

"Ya biasa saja, begitu memang, tidak ada yang benar memang," tutur Baidowi saat dihubungi Tribunnews, Jumat (13/8/2021).

Baidowi menjelaskan, selama pandemi Covid-19, pembahasan RUU digelar secara simultan, melalui fisik dan virtual.

Hal tersebut membuat pembahasan setiap RUU pun tidak maksimal.

Baca juga: Tak Berani Proses Azis Syamsuddin, Formappi Nilai MKD DPR Tak Berguna dan Mesti Ditinjau Ulang

Di sisi lain, tidak semua substansi dari pembahasan RUU dapat disampaikan, lantaran penggunaan aplikasi virtual yang berpotensi diketahui negara lain.

Namun, Baidowi menegaskan DPR telah bekerja maksimal untuk menghadirkan UU yang berkualitas.

"Makanya kita memaksimalkan waktu yang ada, kalau sekiranya mau membahas undang-undang ya lebih banyak dilakukan tatap muka secara terbatas."

Baca juga: Megawati: Bapak Saya Tak Mau Punya Wakil Lagi Setelah Bung Hatta Mundur, Itu Persahabatan Sejati

"Supaya tidak ada hal-hal sensitif menjadi rahasia negara tidak terecord oleh negara lain."

"Namun kami menyampaikan terima kasih atas pemantauan, kritikan dari Formappi."

"Itu menjadi bahan lecutan bagi kami untuk bekerja lebih maksimal lagi," ucap Awiek, sapaan akrabnya.

Baca juga: Petinggi KAMI Syahganda Nainggolan Bebas dari Rutan Bareskrim Usai Dihukum 10 Bulan Penjara

Sebelumnya, Formappi menilai DPR periode 2019-2024 berkinerja paling buruk, ketimbang periode lainnya di era reformasi.

Peneliti Formappi Lucius Karus menjelaskan, di dua tahun pertama kerja, DPR periode 2019-2024 baru menghasilkan empat rancangan undang-undang (RUU) menjadi undang-undang.

Hal itu disampaikan Lucius dalam konferensi pers virtual bertajuk 'Evaluasi Kinerja DPR MS V Tahun Sidang 2020-2021', Kamis (12/8/2021).

Baca juga: Jokowi Anugerahkan Tanda Kehormatan kepada 335 Tokoh dan 325 Nakes yang Gugur Lawan Covid-19

"Kalau tempo hari Formappi mengatakan DPR 2014-2019 terburuk di era reformasi, tapi tampaknya ada yang lebih buruk dari 2014-2019 itu dalam hal kinerja."

"Dan itu adalah DPR yang sekarang ini," kata Lucius.

Lucius membandingkan di dua tahun pertama kerja DPR periode lalu (2014-2019), sudah menghasilkan 16 UU yang disahkan.

Baca juga: Laporan Tak Realtime Bikin Lonjakan Kasus Kematian Pasien Covid-19 Harian Tinggi

Jumlah tersebut jauh lebih banyak ketimbang DPR saat ini.

"Ini sangat jauh lebih sedikit dari 2014-2019, yang di dua tahun pertamanya itu sudah berhasil menghasilkan belasan RUU."

"Tahun pertama waktu itu sudah ada enam, tahun kedua ada sepuluh."

Baca juga: Jubir Luhut: Data Kematian Pasien Covid-19 akan Dimasukkan Lagi dalam Asesmen PPKM Setelah Dirapikan

"Jadi ada 16 RUU prioritas di DPR 2014-2019 di dua tahun pertama kerja mereka."

"Sementara yang sekarang baru empat."

"Dari sini saja sudah menunjukkan potret atau potensi DPR 2019-2024 ini menjadi DPR dengan kinerja terburuk saya kira, untuk DPR-DPR era reformasi," paparnya.

Baca juga: Tahun Depan Polri Ubah Warna Pelat Nomor Kendaraan Jadi Berlatar Belakang Putih dan Tulisan Hitam

Pada masa sidang V Tahun Sidang 2020-2021, DPR yang hanya mampu mengesahkan satu RUU prioritas, yakni RUU Perubahan tentang UU Otonomi Khusus (Otsus) Papua.

Peneliti Formappi Albert Purwa menyebut, proses pembahasan RUU Otsus Papua minim partisipasi publik, terutama masukan dari masyarakat asli Papua.

"Sejauh penelusuran Formappi, Pansus RUU Perubahan UU Otsus Papua ini hanya mengadakan satu kali RDPU."

Baca juga: Satgas Covid-19: Penghapusan Indikator Angka Kematian Hanya Sementara, Demi Data yang Valid

"Yaitu dengan Direktur Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) dan Ketua Forum Komunikasi Antar Daerah Tim Pemekaran Papua Selatan."

"Lebih dari itu, Majelis Rakyat Papua (MRP) yang merupakan representasi kultural Papua juga tidak diminta memberikan masukan."

"Padahal RUU Otsus sendiri mengatur tentang posisi MRP yang salah satunya disebutkan bahwa keanggotaannya tak boleh dari kader partai politik," terangnya.

Baca juga: Cek Rekening, Bantuan Subsidi Upah Rp 1 Juta Sudah Dicairkan kepada Sejuta Pekerja pada 10 Agustus

Karena itu, Formappi menyimpulkan DPR dan pemerintah melalui RUU Otsus Papua ingin menjadi pemegang kendali atas Papua.

Di sisi lain, Formappi menyoroti RUU-RUU yang sudah dibahas secara mendalam dan sudah pernah diperpanjang beberapa kali masa sidang, namun tidak disahkan DPR di Masa Sidang V.

Misalnya, RUU Perubahan UU No 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara, serta RUU Perubahan UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, dan RUU tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP).

Baca juga: Dapat Bantuan Subisi Upah Rp 1 Juta, Karyawan di Jaksel: Lumayan Buat Bertahan Sampai Akhir Bulan

Padahal, kata Albert, UU tentang PDP dan penanggulangan bencana sangat dibutuhkan masyarakat.

"Karena itu, pengesahan RUU Perubahan UU Otonomi Khusus Papua tersebut tidak layak mendapatkan apresiasi."

"Apalagi karena proses pembahasannya sangat minim partisipasi masyarakat," urainya.

Berikut ini daftar 33 RUU yang masuk dalam Prolegnas RUU Prioritas 2021:

Usulan DPR

1. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, usulan Komisi I DPR;

2. RUU tentang perubahan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, usulan Komisi IV DPR;

3. RUU tentang Perubahan UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, usulan Komisi V DPR;

4. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, usulan Komisi VI DPR;

5. RUU tentang Energi Baru dan Terbarukan, usulan Komisi VII DPR;

6. RUU tentang Perubahan UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, usulan Komisi VIII DPR;

7. RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan, usulan Komisi IX DPR;

8. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, usulan Komisi X DPR;

9. RUU tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, usulan Baleg DPR;

10. RUU tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Kepulauan Riau, Pengadilan Tinggi Sulawesi Barat, dan Pengadilan Tinggi Papua Barat, usulan Baleg DPR;

11. RUU tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Palembang, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Banjarmasin, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Manado, usulan Baleg DPR;

12. RUU tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama Kepulauan Riau, Pengadilan Tinggi Agama Bali, Pengadilan Tinggi Agama Papua Barat, usulan Baleg DPR;

13. RUU tentang Pendidikan Kedokteran, usulan Baleg DPR;

14. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, usulan anggota DPR;

15. RUU tentang Masyarakat Hukum Adat, usulan anggota DPR;

16. RUU tentang Profesi Psikologi (judul RUU berubah menjadi RUU tentang Praktik Psikologi), usulan anggota DPR;

17. RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol, usulan anggota DPR;

18. RUU tentang Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama (RUU tentang Perlindungan Kiai dan Guru Ngaji), usulan anggota DPR;

19. RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual, usulan Baleg DPR.

Usulan Pemerintah

1. RUU tentang Perlindungan Data Pribadi;

2. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia;

3. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua;

4. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

5. RUU tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah;

6. RUU tentang Ibu Kota Negara (omnibus law);

7. RUU tentang Hukum Acara Perdata;

8. RUU tentang Wabah;

9. RUU tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP);

10. Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Usulan DPR dan Pemerintah

1. RUU tentang Reformasi Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan;

2. RUU tentang Perubahan UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.

Usulan DPD RI

1. RUU tentang Daerah Kepulauan;

2. RUU tentang Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa). (Chaerul Umam)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved