Berita Jakarta
'Dihajar' Pandemi Covid-19, Tukang Permak di Sentra Jahit Manggarai Tinggal Tersisa Lima Orang
Sentra jahit tersebut beralamat di Jalan Manggarai VI. Patokannya adalah Sekolah Menengah Kejuruan Satya Bhakti 1 Jakarta.
WARTAKOTALIVE.COM, TEBET – Suasana Sentra Jahit Manggarai terlihat sepi pengunjung. Pada Rabu (11/8/2021), pukul 16.00 WIB, hanya ada lima orang penjahit.
Masing-masing dari mereka tengah sibuk mengerjakan orderan.
Satu diantara lima penjahit tersebut adalah Nursalim.
Pria asal Kebumen, Jawa Tengah ini sudah 15 tahun menjalani profesi sebagai tukang permak di Sentra Jahit Manggarai.
Baca juga: Kisah Jasa Permak di Sentra Jahit Manggarai Coba Bertahan dengan Modal Harapan dan Mesin Jahit Jadul
Menurut Nursalim, lima orang tukang jahit tersebut berasal dari dari daerah yang sama dengan dirinya.
“Semua tukang jahit di sini dari Kebumen, mereka masih saudara sama saya,” kata Nursalim saat ditemui di Sentra Jahit Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan pada Rabu (11/8/2021), sore.
Sentra jahit tersebut beralamat di Jalan Manggarai VI. Patokannya adalah Sekolah Menengah Kejuruan Satya Bhakti 1 Jakarta.
Nursalim merupakan satu diantara warga Indonesia yang merasakan dampak pandemi Covid-19.
Guna menekan lagu kasus positif Covid-19, Pemerintah mengeluarkan aturan pembatasan masyarakat.
Aturan tersebut secara langsung berpengaruh kepada penghasilan Nursalim sebagai jasa tukang jahit.
Baca juga: KISAH Kepala Puskesmas Kembangan Lawan Stigma Saat Perangi Covid-19, Pernah Dicap Virus Bergerak
Ia mengatakan, sumber penghasilan utama para penjahit berasal dari orang-orang perkantoran.
Nursalim mengatakan, kondisi sepi pengunjung terjadi sejak awal pandemi Covid-19.
“Selama penerapan PPKM, kantor pada tutup. Pekerja kantorannya gak ada. Imbasnya ada di kita,” keluh Nursalim.
Pernyataan Nursalim bukan isapan jempol bekala. Pasalnya, dari puluhan tukang permak yang menetap di sentra jahit tersebut, hanya tersisa lima orang yang masih bertahan. Termasuk Nursalim.
Baca juga: Perjuangan Bidan Pita Puspitasari Jalan Kaki 15 Km untuk Beri Layanan Kesehatan ke Masyarakat Baduy
“Dulu ada 20-an, semenjak penerapan PPKM paling 4 sampai 5. Tukang jahitnya pada pulang kampung,” ucapnya.
Nursalim menduga, penghasilan yang menurun dan biaya kebutuhan hidup yang tinggi menjadi alasan bagi sejumlah tukang jahit untuk balik ke kampung halaman
“Kondisi sekarang ini, dapat Rp 100.000 saja susah. Belum untuk makan, biaya sewa rumah dan lapak.” pungkas pria 38 tahun tersebut. (m29).