Virus Corona

KISAH Lansia Lolos dari Maut Covid-19, Nugroho F Yudho: Jangan Berhenti Berikhtiar Untuk Sembuh!

Wartawan senior Kompas Nugroho Fery Yudho yang termasuk lanjut usia berhasil bertahan dan sembuh dari Covid-19 yang nyaris berakibat fatal.

istimewa/Rully Kesuma
Nugroho F Yudho (kedua dari kiri) bersama sejumlah wartawan senior Kompas yang juga pesepeda. Mas Nug, sapaannya, bertahan hidup dan sembuh dari Covid-19 yang nyaris berakibat fatal lalu mengisahkan perjuangannya lolos dari maut. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Wartawan senior Kompas yang sudah memasuki masa purnabhakti, Nugroho Fery Yudho terpapar Covid-19.

Meski awalnya tanpa gejala yang mengganggu seperti umumnya terjadi, Mas Nug, sapaan akrabnya sempat mengalami masa krisis karena paparan Virus Corona tersebut.

Mas Nug
Mas Nug (istimewa)

Setelah sembuh, ia lalu membagikan kisahnya selama menghadapi penyakit tersebut dengan isolasi mandiri di rumah, pada laman Facebook-nya.

Baca juga: Selama 1,5 Tahun Warga Kota Bekasi Meninggal Akibat Covid-19 Tercatat 4.241 Jiwa, Umumnya Lansia

Dalam waktu singkat, kisahnya mendapat banyak simpati dan tanggapan dengan 371 like dan 31 kali dibagikan.

Di lingkungan Kompas Gramedia (KG), Mas Nug memang bukan hanya senior kewartawanannya.

Dalam kelompok Kompas Gramedia Cyclist, ia termasuk sesepuh yang ditunggu sabdanya, terutama bila menghadapi masalah.

Sampai-sampai kantor lama Humas KG dijuluki Bengkel Mas Nug karena dijadikan tempat  bongkar pasang sepeda.

Ia juga sering didaulat untuk menjadi pembawa acara di berbagai lingkungan.   

Di waktu senggang dan semasa masih bekerja, Mas Nug termasuk pesepeda tangguh yang kerap mengikuti perjalanan bersepeda jarak jauh, sendiri atau dalam kelompok kecil maupun bersama rombongan besar seperti kegiatan Jelajah Sepeda Kompas. 

Wartakotalive pernah bersepeda bersama Mas Nug pada Jelajah Sepada Surabaya-Jakarta 1.200 km dan Jakarta-Palembang 900km. 

Bersama komunitas Kompas Gramedia Cyclist dan kawan-kawan.
Bersama komunitas Kompas Gramedia Cyclist dan kawan-kawan. (istimewa)

Sering pula bertemu di jalan dalam perjalanan dari rumahnya di kawasan Larangan, Tangerang ke kantor pulang-pergi.

Baca juga: Hebat, Pasangan Lansia Ini Tempuh Waktu Satu Jam Naik Motor Demi Vaksinasi di Stadion Wibawa Mukti

Maka kabar bahwa Mas Nug terpapar Covid-19 dan cukup parah selain sangat mengejutkan, juga mengkhawatirkan mengingat usianya yang sudah mencapai 60 tahun. 

Namun kabar berikutnya begitu menggembirakan dan disambut penuh syukur. 

Itulah kabar kesembuhan Mas Nug dan kisahnya bertahan hidup dari virus yang hingga kini masih menjadi pandemi berkepanjangan di Indonesia.

Wartakotalive menghubungi Mas Nug, Senin (2/8/2021) untuk membagikan kisahnya saat bertahan hidup dan lolos dari maut tersebut. 

Baca juga: Frustrasi, Lansia di Tambora Nekat Gorok Leher Sendiri Usai Dinyatakan Positif Covid-19

Berikut kisahnya yang inspiratif:

Mungkin banyak yang sudah tahu informasi tentang apa yang sebaiknya kita lakukan kalau kita terpapar Covid 19.

Saya hanya ingin berbagi versi saya.

Ketika dinyatakan positif terpapar covid, sebaiknya kita melakukan serangkain tes laboratorium untuk darah hematologi lengkap + D Dimer (tingkat penggumpalan darah) dan serologi (CRP).

Mereka yang  punya komorbid (penyakit penyerta) periksakan juga kondisi semua komorbidnya.

Yang punya penyakit diabetes, masalah ginjal, darah tinggi, jantung dan lain-lain sebaiknya kita tahu kondisinya.

Akhir minggu pertama

Kalaupun Anda luput melakukan rangkaian tes lab ini diawal terpapar covid, lakukanlah pada akhir minggu pertama Anda terpapar covid.

Ini wajib dilakukan.

Mengapa ? Karena pada akhir minggu pertama, ada dua kemungkinan yg anda hadapi.

Pertama, kalo Anda tergolong orang tanpa gejala (OTG) atau covid dengan gejala ringan seperti yang dialami anak saya, maka pada akhir minggu pertama Anda sudah sembuh.

Baca juga: Varian Delta dari India Memperburuk Kekebalan Tubuh Pasien Covid-19 Lansia

Cek saja tiga hari kemudian (hari ke-10) Anda akan negatif, seperti anak saya.

Selama terpapar covid, satu-satunya penderitaan anak saya hanya bibir yang pecah-pecah. Itu saja.

Tapi kalau Anda termasuk yang terkena covid menengah atau berat, akhir minggu pertama adalah masa berat.

Itulah saat dimana Virus Corona sudah berkembangbiak pesat sehingga daya rusaknya juga berat buat organ-organ atau fungsi organ tubuh.

Sejumlah kawan KGC datang membantu saat sepedanya rusak berat dalam perjalanan dari Jakarta ke Purwokerto.
Sejumlah kawan KGC datang membantu saat sepedanya rusak berat dalam perjalanan dari Jakarta ke Purwokerto. (istimewa)

Adik ipar saya masuk rumah sakit setelah merasakan gejala Covid lima hari di rumah pertengahan Juni lalu.

Awalnya, selain menduga hanya sakit flu, dia juga kesulitan mendapat rumah sakit ketika gejalanya makin berat.

Begitu masuk rumah sakit, kondisi ginjalnya sudah berat, gula darahnya tinggi sekali.

D-Dimer atau penggumpalan darah di badannya sudah diatas 4.200, jauh di atas ambang batas maksimal yang seharusnya 500.

Pada hari kedua di rumah sakit atau seminggu sejak gejala awal, fungsi ginjal drop tinggal 5 persen.

Gula darah berbalik menjadi turun drastis rendah sekali.

Dokter akhirnya lebih sibuk mengurus gagalnya fungsi organ-organ adik saya ketimbang menangani Covid-nya.

Pada hari ketiga atau hari ke-7 sejak gejala awal, adik saya meninggal dunia.

Saya tidak tahu, dokter juga tidak bisa memastikan, yang mana yang menyebabkan adik ipar saya meninggal.

Covid-nya atau kegagalan organ-organ tubuhnya?

Seminggu setelah adik ipar saya meninggal, ayah mertua dari adik saya juga meninggal dunia.

Tragisnya, dia menghembuskan nafas terakhir seminggu setelah dinyatakan negatif dari Covid-19.

Beberapa organ tubuhnya juga gagal berfungsi karena terlanjur dirusak oleh Covid-19.

Beberapa kasus sejenis terjadi di lingkungan keluarga dan pergaulan saya dan istri.

Jadi, berdasarkan itu saya berani bilang bahwa pada hari anda dinyatakan positif Covid-19 atau kalaupun luput, pada akhir minggu pertama, lakukanlah rangkaian pemeriksaan laboratorium untuk hal-hal tadi.

Dengan begitu, sambil mengobati diri dari Covid, secara simultan kita juga mengobati gangguan pada organ atau fungsi tubuh lain yang dirusak oleh virus tersebut.

Kenaikan D Dimer misalnya, hampir pasti terjadi pada semua penderita Covid.

Apalagi buat mereka yang memang punya kecenderungan darah kental.

Jadi obat pengencer darah bisa dikonsumsi bersamaan dengan obat untuk mengatasi Covidnya.

Begitu juga obat-obat untuk komorbid yang Anda miliki.

Periksa laboratorium

Rangkaian tes laboratorium ini terutama wajib bagi anda yang memilih isolasi mandiri sebagai pilihan cara berobat.

Saya tidak melakukannya.

Itu kesalahan saya.

Saya melakukannya setelah saya dinyatakan negatif dari Covid.

Bersama keluarga tercinta di rumah.
Bersama keluarga tercinta di rumah. (istimewa)

Nah, ini sebenarnya juga wajib Anda lakukan.

Buat apa?

Supaya kita tahu apa saja PR yang tersisa setelah Covid-nya pergi.

Bahkan setelah sembuh dari Covid, Anda juga harus periksa thorax untuk melihat kondisi paru-paru.

Biasanya paru-paru juga dirusak oleh Covid.

Jadi pemeriksaan laboratorium yang wajib dilakukan itu dua kali, yaitu pada akhir minggu pertama dan setelah Anda dinyakan negatif.

Kalau mau afdol periksakan lagi sebulan setelahnya untuk tahu apakah Anda sudah pulih atau belum.

Varian baru

Jika Anda merasa bahwa Anda terkena Covid dengan varian baru seperti saya, maka kalau bisa jangan memilih isolasi mandiri sebagai opsi perawatan.

Usahakan dirawat di rumah sakit saja.

Kalau tidak, Anda akan merasakan siksaan yang saya rasakan.

Saya merasa gejala Covid saya berbeda dengan yang umum saya dengar.

Saya tidak batuk, tidak sesak napas, tidak demam dengan suhu tinggi, tidak mual, muntah maupun diare, saya juga tidak kehilangan indera penciuman atau perasa.

Happy hipoxia

Yang saya rasakan cuma 4 hal, yaitu sakit kepala yang terus menerus, menggigil dengan suhu tubuh normal 35-36 derajat Celcius (jadi kalau saya mau masuk mal atau tempat publik saya pasti lolos deteksi panas tubuh).

Dua gejala lain adalah saturasi turun terus (tanpa ada sesak napas dan tanpa ada gejala ) dan kelainan pada indra perasa.

Dua gejala yang belakangan ini saya baru ngeh resikonya setelah saya diberi tahu tentang resiko happy hypoxia.

Yang dimaksud happy hypoxia adalah kondisi dimana saturasi turun terus tanpa ada keluhan atau gejala.

Ternyata happy hypoxia ini bisa menyebabkan kematian seperti yang sudah terjadi pada salah satu kerabat istri saya.

Baca juga: Dibuka Hingga 31 Juli 2021, Sentra Vaksinasi RPTRA Citra Permata Layani Vaksin Anak, Dewasa & Lansia

Sedangkan untuk kelainan pada indra perasa, sebenarya saya tidak kehilangan rasa, tapi apa pun yang saya makan, rasanya hanya dua di mulut saya, yaitu pahit atau asin sekali.

Ini menurut saya lebih berat dari kehilangan rasa.

Makan menjadi hal yang sangat menyiksa buat saya.

Bobot saya turun 7-8 kg karena siksaan ini.

Mas Nug seusai dinyatakan sembuh dari Covid-19 dan masih memulihkan diri.
Mas Nug seusai dinyatakan sembuh dari Covid-19 dan masih memulihkan diri. (istimewa)

Mas Nug mengatakan, andai saja dirawat di RS, ia mungkin bisa minta infus untuk membantu asupan makanan.

Yang lebih membingungkan adalah bagaimana mengonsumsi obat-obatan yang diterimanya.

"Saya memilih isolasi mandiri sebagai cara penyembuhan dan memilih telemedicine untuk pengobatan. Saya memilih dokter dari Halodoc untuk konsultasi dan meminta resep. Dokter menuliskan resepnya dan saya menebusnya di apotik, karena Halodoc ternyata tidak memiliki persediaan obat Covid saat itu," tuturnya.

Belakangan, lanjutnya, saya baru ngeh, dari 9 obat yang saya terima, hanya beberapa yang saya pakai.

Obat batuk, obat sesak napas, obat penurun panas, obat anti mual tidak saya pakai karena saya tidak punya gejalanya.

Sementara untuk sakit kepala saya yang berkepanjangan, saturasi yang turun terus, saya bingung harus minum obat apa.

Tidak tidur dan gelisah

Saya juga kebingungan karena selama 14 hari isolasi, saya tidak bisa tidur!

Setelah konsultasi dengan dokter, awalnya saya diberi obat penenang.

Karena tidak mempan, akhirnya diberi obat tidur.

Setelah minum, akibatnya lebih parah, saya tetap tidak bisa tidur tapi sepanjang hari saya sempoyongan karena efek obat tidur itu.

Saya tidak tidur karena gelisah, khawatir, kesepian karena hanya sendirian dan ketakutan.

"Bagaimana mungkin saya tidur kalau setiap tiga jam saturasi saya drop, sehingga saya harus pasang selang oksigen sampai saturasi saya cukup," tuturnya.

Ini semua mungkin tak perlu terjadi kalau saya memilih dirawat di rumah sakit.

"Saya sendiri akhirnya bisa survive dengan mencari-cari sendiri upaya untuk bertahan," lanjutnya.

Baca juga: Dijadikan Layanan Kesehatan Khusus Lansia, Lahan yang Dikuasai Warga di Duren Sawit Bakal Digusur

Inilah upaya itu; Untuk sakit kepala misalnya, saya lawan dengan berjemur selama 1-1,5 jam di panas terik jam antara pukul 11.00 hingga 13.00.

Kalo orang Jawa bilang, sakit kepala saya unda undi dengan sakitnya seluruh badan karena sengatan sinar matahari.

Pada hari ke-7 saya latihan fisik. Mulai dari berjalan kaki, lari-lari kecil sampai push up.

Sakitnya latihan fisik mengalihkan sakit kepala saya.

Makan buah

Untuk makan, pada hari ke-7 saya memakan buah-buahan saja yang ternyata rasanya tidak berubah menjadi pahit atau asin.

Pelan-pelan saya menemukan bahwa telur ayam mentah juga tidak berasa pahit.

Telur rebus, nasi putih atau segala makanan yang tidak punya rasa, ternyata tidak menjadi pahit.

Setiap hari saya mencari makanan yang bisa diterima lidah saya untuk survive atau bertahan hidup.

Untuk tidur saya memilih mengistirahatkan tubuh, meski tidak tidur.

Saya tetap mengambil posisi tidur, memejamkan mata, tapi bangun setiap 3 jam untuk mendongkrak saturasi lewat tabung oksigen selama 3 menitan, lalu mengambil posisi tidur lagi.

Intinya saya ribet sendiri dengan pilihan isolasi mandiri.

Untuk lansia

Kalau anda sudah berusia lanjut seperti saya, maka sebaiknya jangan terkena covid.

Hiduplah di rumah saja, terapkan protokol kesehatan secata ketat.

Mengapa?

Saya ceritakan sedikit tentang kondisi fisik saya sebelum Covid.

Dalam suatu perjalanan bersepeda jarak jauh.
Dalam suatu perjalanan bersepeda jarak jauh. (istimewa)

Saya berumur 60 tahun (akhir tahun ini 61 tahun). Sudah lansia.

"Tapi saya berani membanggakan diri bahwa saya adalah lansia yang sehat, fit dengan stamina bagus. Saya berolahraga setiap hari, bersepeda setiap hari.  Saya tidak pernah ke dokter. Ke dokter terakhir tahun 2016, karena flu berat. Cuma sekali itu dalam 5 tahun," tuturnya.

Tapi, lanjut Mas Nug, semua itu tidak ada artinya ketika kita terpapar Covid.

"Stamina saya hancur sehancur-hancurnya," tuturnya.

Bagaimana pun fitnya badan kita, umur tidak bisa dikesampingkan.

Itu sebabnya, manula masuk kelompok yang rentan.

Jadi kalau Anda lansia, sebaiknya lakukan apa pun untuk menghindari diri terpapar Covid.

Kalau pun masih kena juga, sebaiknya lakukan semua tips yang saya sampaikan tadi.

Rawatlah diri anda di RS, usahakan jangan isolasi mandiri.

Saya bukan ingin menakut-nakuti (sebab covid memang menakutkan).

Saya justru ingin mengajak anda untuk tidak mudah putus asa dan tidak berhenti mencari ikhtiar untuk sembuh.

Saya percaya dengan data pemerintah atau ungkapan dokter atau ahli kesehatan bahwa 90 persen dari penderita Covid-19 bisa sembuh dan pulih seperti sebelumnya.

Itu artinya kita harus menebalkan semangat meningkatkan ikhtiar untuk sembuh sehingga tidak termasuk yang 10 persen. Begitu bukan? 

Sejak 20 Juli lalu Mas Nug sudah dinyatakan negatif Covid-19 dan punya gelar baru sebagai lansia penyintas Covid.

Bersepeda bersama kawan.
Bersepeda bersama kawan. (istimewa)

Selesaikan kisahnya? Belum.

Sejak ia dinyatakan sembuh dari Covid, ia juga mendapati hasil periksa thorax atau foto paru-paru, ia terkena pneumonia, infeksi viral.

Paru-parunya penuh kabut dan bercak.

Ini ditambah lagi D-Dimer atau penggumpalan darah yang tinggi.

Baca juga: Pemprov DKI Wajibkan Vaksin Covid-19, Ariza: Beda dengan Penyakit Cacar

Seharusnya dibawah 500, ia angka D Dimernya 2.093.

Menurut Mas Nug, ini yang orang perlu tahu mengapa banyak penderita Covid kondisi kesehatannya parah atau beberapa meninggal dunia, justru beberapa hari setelah dia dinyatakan negatif dari Covid.

Setelah Covid-nya bablas, kata Mas Nug, kita justru harus memeriksakan kondisi darah, paru-paru, atau organ-organ lain yang mungkin sempat dirusak oleh Covid-19.

"Jadi seminggu setelah sembuh ini saya lalui lagi dengan berbagai obat, ditambah latihan fisik setiap pagi, dan kondisi saya sekarang membaik. Walaupun stamina hancur, saya menjalani hari-hari dengan lebih semangat. Saya berjalan kaki setiap pagi, mulai dari berjalan sejauh 2 km minggu lalu, tadi pagi sudah 15 km (selama 4 jam hahaha). Jadi meski belum pulih, saya sudah berani bilang, saya punya status baru: Penyintas Covid-19," tuturnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved