Kriminalitas
Terpidana Kasus Penipuan Dibebaskan, Korban Minta Perlindungan Hukum Kepada Ketua Mahkamah Agung
Terpidana Kasus Penipuan Dibebaskan, Korban Kirim Surat Terbuka Minta Perlindungan Hukum Kepada Mahkamah Agung. Berikut Selengkapnya
Sementara itu, berkas perkara PK atas nama narapidana Tri Endang Astuti binti Solex Sutrisno dan narapidana Hartono kata Hartarti, hingga saat ini belum terdaftar register nomor perkara PK.
Terkait PK dua narapidana itu, Hartarti meminta ke Ketua MA agar menunjuk hakim yang netral dan tidak berpihak untuk mengadili perkara tersebut.
"Tidak mengurangi rasa hormat, saya sangat memohon dan berharap Hakim pemeriksa perkara PK atas nama narapidana Tri Endang Astuti binti Solex Sutrisno dan narapidana Hartono dapat digantikan," ungkap Hartati.
"Sehingga perkara ini ditangguhkan dulu sampai dengan adanya penggantian Hakim yang netral dan tidak berpihak," pintanya.
Baca juga: Vaksinasi Drive Thru Dibuka Gratis Untuk Umum, Agus : Daftar Kemarin, Langsung Dipanggil
Hartarti pun berharap kepada Ketua MA untuk berkenan mendengar penderitaannya selaku korban yang mengalami kerugian besar, sementara para terpidana justru dibebaskan.
"Besar harapan saya kepada Yang Mulia Bapak Ketua Mahkamah Agung RI sebagai puncak peradilan negara tertinggi di Indonesia," ungkap Hartati.
"Tempat mencari dan mendapatkan Keadilan yang seadil-adilnya berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, berkenan mendengar penderitaan
saya selaku korban yang sudah nyata mengalami kerugian besar," terangnya.
Lebih jauh, Hartati mempertanyakan tiga putusan PK pada 24 Juni 2021 yang menggunakan novum, yaitu dokumen uji otentifikasi tanda tangan yang dibuat atas pesanan narapidana notaris Hartono.
"Bagaimana uji otentifikasi tanda tangan (swasta) bisa mematahkan hasil pemeriksaan laboratorius kriminalistik Bareskrim Polri?. Saya yang minim pengetahuan tentang hukum, saya penjual yang belum menerima pelunasan sudah pasti saya tidak pernah tanda tangan jual beli saham dan RUPS," ungkapnya.
"Tentu ini pertanyaan besar bagi saya, apa dasar hukum dokumen uji otentifikasi tanda tangan yang menyatakan seolah- olah tandatangan saya identik, sehingga hasil pemeriksaan pusat laboratoris kriminalistik Bareskrim Polri yang menyatakan tanda tangan saya non identik tidak berlaku, cacat hukum dan tidak diakui Hakim di Pengadilan," jelas Hartati.
Atas putusan itu, kata Hartati, dirinya merasa sangat-sangat dirugikan.
Sehingga, Hartati kembali berharap dan memohon perlindungan hukum dan penggantian hakim yang netral dan tidak berpihak dapat dikabulkan oleh Ketua MA.
"Mohon maaf kalau tanpa saya sengaja ada kata-kata saya yang kurang berkenan. Sebagai warga negara Indonesia saya sangat berhati-hati tidak berani berbuat yang melanggar hukum. Saya sangat menghormati dan patuh kepada hukum," ungkap Hartati.
"Tetapi saya yang sudah nyata mengalami kerugian besar sebagai korban kejahatan dan kezaliman, saya akan tetap terus berjuang untuk mendapatkan kembali apa yang memang hak saya atas kepemilikan yang sah dan keadilan yang seadil-adilnya. Dari lubuk hati yang paling dalam, saya dan tiga anak menghaturkan terima kasih," jelasnya.
Dalam surat terbuka ini, juga ditembuskan untuk Presiden RI, Wakil Presiden RI, Ketua DPR RI, Ketua Komisi III DPR RI, Ketua Badan Pengawasan Mahkamah Agung, Jaksa Agung, Kapolri, Menteri Hukum dan HAM, Ketua Komisi Yudisial (KY), Ketua Ombudsman, Ketua Pengadilan Tinggi Bali dan Ketua Pengadilan Negeri Gianyar.