Berita Nasional

Singgung Adanya 100 Ribu Buzzer Bergerak Setiap Hari, Rizal Ramli: Inilah Sampah Demokrasi

Rizal Ramli menyebut para buzzer kerap menyerang siapapun yang memberikan kritik dengan tujuan mengaburkan substansi dari kritik yang disampaikan.

Editor: Feryanto Hadi
Kontan
Rizal Ramli 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA--Tokoh Nasional Rizal Ramli kembali menyinggung keberadaan para buzzer di dunia maya.

Tidak tanggung-tangung, kali ini dia menyebut setidaknya ada 100 ribu buzzer yang memainkan isu, membuat narasi dan mengkonter isu demi kepentingan tertentu.

Rizal Ramli menyebut, para buzzer tersebut digerakkan oleh pihak yang dia namakanan sebagai 'kakak pembina'.

Baca juga: Heboh Wacana Pajak Sembako, Sri Mulyani Akhirnya Angkat Bicara: yang Kena PPN Sembako Kelas Atas

"Dengan 100.000 buzzeRP, digerakkan oleh Pembina & InfluenceRP, 1 juta tweets, IG, FB per hari," tulis Rizal Ramli dikutip dari Twitter pribadinya, Selasa (15/6/2021).

Ia menambahkan, para buzzer kerap menyerang siapapun yang memberikan kritik dengan tujuan mengaburkan substansi dari kritik yang disampaikan.

"Kesannya super kuat Puji selangit yang bayar, hancurkan oposisi dengan bullying dan serangan pribadi. Inilah sampah demokrasi, yg dibayar oleh pejabat-pejabat minim-prestasi dan koruptor," tulisnya lagi.

Baca juga: Sempat Dituduh Terlibat Bantai 6 Laskar FPI, Diaz Hendropriyono kini Umumkan Positif Covid-19

"Mayoritas bangsa kita ingin perubahan dan perbaikin, tapi reaksi-nya sporadik, tidak terorganisir dan tidak masif. Mari kita masifkan di sosmed. BuzzeRP hanya 100.000 tapi setiap orang harus produksi illusi dan kebohongan 10x per hari. Ancer2 1 juta/hari. Itulah kesan kuat," imbuhnya lagi.

Busro sebut pemerintahan Jokowi mirip orba

Sebelumnya, [enilaian Pemerintah Jokowi mirip Orde Baru muncul. 

Kali ini disampaikan Ketua Bidang Hukum dan HAM Pengurus Pusat Muhammadiyah, Busyro Muqqodas.

Ia menyebut rezim saat ini memiliki kemiripan dengan era Orde Baru.

"Ada kesamaan situasi Orde Baru dengan sekarang ini. Sekarang orang menilai, termasuk saya juga, sudah bergerak kepada otoritarianisme," ucap Busyro dalam diskusi yang membahas soal permasalahan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu lantas menguraikan dua hal yang membikin tata pemerintah negara saat ini mirip dengan rezim Presiden Soeharto tersebut.

Baca juga: Calon Kapolri Hidupkan Pam Swakarsa, YLBHI Teringat Era Orde Baru: Kekuasaan Polisi akan Makin Luas

Baca juga: Isu Kebangkitan PKI, Sejarawan LIPI: Ada yang Ingin Kembalikan Kejayaan Orde Baru

Pertama, menurut Busyro, ialah makin banyaknya kelompok buzzer menyerang orang-orang yang kritis terhadap pemerintah dengan segala macam cara.

Kedua, lanjutnya, terkait penggunaan teror-teror melalui peretasan alat-alat komunikasi dan teror kepada aktivis kampus.

Busyro mengungkit teror kepada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada ketika akan menggelar diskusi tentang tinjauan konstitusionalitas pemberhentian Presiden dengan mengundang Guru Besar Universitas Islam Indonesia Nikmatul Huda.

Hingga kini, katanya, pelaporan ke Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta terkait peretasan itu tak memberikan hasil yang memuaskan.

"Menurut hemat saya, UU ITE ini sesungguhnya memiliki karakter, yaitu sebagai wujud pelembagaan buzzer. Jadi buzzer yang dilegalkan melalui UU ITE," kata Busyro.

Pertanyaan serius berikutnya, menurut Busyro, adalah ke mana arah negara yang sekarang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini.

Soalnya, katanya, sudah banyak orang yang menjadi korban para buzzer serta UU ITE.

Ia pun mempertanyakan posisi Kepolisian dalam situasi seperti ini, yakni apakah menjadi alat negara atau alat kekuasaan.

"Jika maunya jujur dengan Pancasila maka tegakkan norma-norma Pancasila itu dengan menjunjung tinggi demokrasi, menegakkan keadilan sosial, menegakkan prinsip-prinsip musyawarah, berarti tidak ada dominasi kelompok determinan tertentu dalam mempengaruhi kebijakan-kebijakan negara," katanya.

Wacana revisi UU ITE pertama kali dilontarkan oleh Presiden Jokowi.

Ia mengaku bakal meminta DPR memperbaiki UU tersebut jika implementasimya tak berikan rasa keadilan.

"Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi undang-undang ini, Undang-Undang ITE ini," kata Jokowi saat memberikan arahan pada rapat pimpinan TNI-Polri di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/2/2021).

Baca juga: Buntut Sopir Ngadu ke Presiden, Preman Tanjung Priok Marah, Pecahkan Kaca Truk-truk yang Melintas

Menurut Jokowi, hulu persoalan dari UU ini adalah pasal-pasal karet atau yang berpotensi diterjemahkan secara multitafsir.

Oleh karenanya, jika revisi UU ITE dilakukan, ia akan meminta DPR menghapus pasal-pasal tersebut.

"Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," kata Jokowi.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved