Hari Jadi Bogor
Hari Jadi Bogor Ke-539 Bima Arya: Catatan Sejarah Kota Bogor, Wangsit Prabu Siliwangi untuk Milenial
Hari Jadi Bogor Ke-539, Bima Arya menyampaikan catatan sejarah Kota Bogor. Bima juga membeberkan wangsit Prabu Siliwangi untuk milenial.
Penulis: Vini Rizki Amelia | Editor: Dodi Hasanuddin
WARTAKOTALIVE.COM, BOGOR - Hari Jadi Bogor Ke-539, Bima Arya: catatan sejarah Kota Bogor, Wangsit Prabu Siliwangi untuk milenial.
Memasuki Hari Jadi Bogor ke 549 tahun, Pemerintah Kota Bogor mengangkat semboyan Jagratara Waluya yang merupakan gabungan dari bahasa Sanskerta dan juga Sunda.
Diambil dari bahasa Sanskerta, Jagratara mengandung makna waspada sedangkan Waluya dari bahasa Sunda yang bermakna sehat.
Sehingga bila digabungkan memiliki makna harus selalu waspada pada kemungkinan terburu agar terjaga dan selamat di masa pandemi Covid-19.
Kali ini Warta Kota berkesempatan berbincang-bincang dengan Wali Kota Bogor, Bima Arya, dalam wawancara eksklusif menyambut Hari Jadi Bogor 539 tahun.
Dalam perbincangan ini, Bima memersilakan Warta Kota untuk memanggilnya dengan sebutan Kang Bima.
Dengan menggunakan pakaian adat Sunda yakni Pangsi dibalut penutup kepala bernama Totopong, Bima membagikan cerita mengenai sejarah serta kelestarian warisan leluhur untuk generasi muda tanah air utamanya Kota Bogor.
Lima abad sudah Kota Bogor lahir, apakah sampai sekarang ini selaku orang nomor satu di Kota Bogor, Kang Bima masih merasakan adanya nilai-nilai sejarah di lingkungan masyarakat?
Dibanding kota-kota lainnya tertuama di Jakarta dan sekitarnya, Bogor memiliki identitas budaya dan sejarah yang lebih kuat karena menjadi Ibukota kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran pada 5 abad yang lalu dan itu bukan hanya sekedar catatan sejarah tetapi ada garis yang terus berjalan yang ada kaitannya dengan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat.
Kita sangat terngiang-ngiang dengan sepak terjang Prabu Siliwangi karena Kota Bogor itu ulang tahunnya diambil dari penobatan Prabu Siliwangi Sri Paduka Maharaja, seorang raja yang sangst dicintai rakyatnya.
Seorang rakyat yang sangat memerhatikan infrastruktur, fasilitas publik, kesejahteran rakyat dan sebagainya.
Itu otomatis memengaruhi persepsi karakter warga Bogor, belum lagi kalau kita berbicara yang ditinggalkan secara fisik, ada situs-situs sejarah, ada tanda-tanda peninggalan kerajaan masa lalu dan sebagainya.
Jadi, kalau ditanya masih terasa ya sangat terasa dan aura itulah yang ingin kita jaga dari masa ke masa.
Kita tahu Kang Bima seorang cendekiawan, seorang intelektual pasti banyak membaca. Lalu, teladan atau aura apa yang masih kita warisi ke generasi milenial dari sejarah-sejarah tersebut?
Ada pantun pacilok, ada wangsit Prabu Siliwangi, pepatah atau wasiat yang kabarnya berasal dari Prabu Siliwangi berupa panduan, engga cuma untuk pemimpin tapi juga warga bahwa kalau memimpin itu jangan sampai hanya datang ke warganya kalau ada perlunya, jadi, kalau hadir ke warga harus memberikan arti.
Banyak penafsiran-penafsiran seperti itu di sejarah-sejarah n wangsit Prabu Siliwangi itu yang sering dibacakan pada 3 Juni di Gedung DPRD ketika Paripurna.
Ada yang ditafsiran wisdom seorang pemimpin tentang bagaimana menghadapi kehidpan, ada juga tanda-tanda kehidupan yang perlu ditafsirakan seperti Silih Asah Silih Asih Silih Asuh yang bermakna untuk saling menjaga kebersamaan.
Dari peninggalan-peninggalan sejarah tersebut, apakah itu termasuk Prasasti Batu Tulis?
Ya, ada Prasasti Batu Tulis yang selalu menjadi rujukan peninggalan Pajajaran, ada juga situs-situs lainnya di daerah Bogor Selatan yang banyak diyakini menjadi pusat Pajajaran saat itu.
Versi lain mengatakan kemungkinan (pusat pemerintahan Pajajaran) ada di Kebun Raya. Jadi, belum ada kesepakatan katakanlah temuan yang valid, yang ada saat ini adalah versi dominan dan yang lain.
Apa yang membuat kawasan Kebun Raya Bogor alam hal ini Istana Bogor dan juga kawasan Bogor Selatan diduga sebagai pusat dari pemerintahan Pajajaran?
Karena asumsinya Belanda ketika membangun (yang saat ini menjadi Istana Bogor) itu pasti ada hitung-hitungan sejarahnya.
Tapi ada Istana Batu Tulis juga yang dibangun Bung Karno (di daerah Bogor Selatan) yang juga diyakini bahwa ketika membangun, Bung Karno pasti ada referensi tertentu (salah satunya Pusat Pemerintahan Pajajaran).
Pajajaran identik dengan etnis Sunda, lalu dalam konteks kekinian, lokal wisdom apa dari kesundaan yang bisa kita pertahankan untuk generasi muda agar bisa bersiang di era global?
Kita mendirikan Lawang Salapan (Gerbang Sembilan) yang bertuliskan semboyan Kota Bogor Di Nu Kiwari Ngancuk Nu Bihari Seja Ayeuna Sampeureun Jaga yang rtinya apa yg kita nikmati hari ini, ini warisan pendahaulu kita di masa lalu dan apa yang kita lakukan hari ini akan dinikmati oleh generasi mendatang.
Ini artinya wisdom yang mengalir dari masa ke masa dari generasi ke generasi, oleh karena itu yang selalu ditawarkan setiap tahun adalah nilai-nilai itu.
Baca juga: Bima Arya Berikan KTP ke Warga Kota Bogor Berusia 111 Tahun, Dapat Resep Obat Awet Muda
Termasuk ketika kita dihadapkan oleh berbagai persoalan seperti pandemi yang sekarang ini, wisdom itulah yang kita angkat, tagline atau moto (HJB tahun ini) Jagratara Waluya artinya selalu waspada untuk kesehatan dan keselamatan bersama.
Tahun lalu pun semboyannya peduli sesama. Jadi, yang selalu kita ingatkan kepada anak muda sepinter dan sehebat apapun kalian, tidak ada artinya ketika menghilangkan kebersamaan, kebersamaan dalam keberagaman inilah yang ingin kita rawat dari masa ke masa.
Bogor semakin heterogen penduduk semakin beragam jadi tidak mungkin kita hanya menonjolkan satu budaya tertentu, hanya etnis tertentu saja. Bogor ini insya Allah tempat yang ideal untuk bersama-sama dalam keberagaman tadi.
Dengan mengusung tiga dimensi kehidupan yakni dulu, sekarang dan saat ini. Dibanyak tempat kepala daerahnya hanya memikirkan tentang hari ini saja tidak berpikir nanti, Kang Bima sudah di periode kedua, bagaimana memaknai hidup dulu, sekarang dan nanti untuk mengelola Kota Bogor?
Tantangan terberat pemimpin adalah bagaimana membuat peninggalan yang dalam dan berharga bagi warganya.
Jadi tidak hanya sesaat tidak hanya hitungan bulan dan tahun tetapi panjang. Kita dihadapkan pada pilihan membangun fisik secara cepat tetapi dijangka panjang bukan itu sesungguhnya yg dibutuhkan rakyat.
Kita ini harus menentukan mana yang kita buat di tahun kedua, tahun ketiga, tahun keempat dan seterusnya. Memang dalam memimpin itu ada yang harus dirasakan rakyat, warga harus melihat perubahan, wah sekarang lebih cepat lebih murah itu harus, kemudian fasilitas jalan itu harus dirasakan secara cepat.
Tetapi kalau semua pemimpin orientasinya jangka panjang itu tidak digarap, selesai kita.
Banyak hal yang tidak bisa dilakukan pada jangka panjang misal pendidikan, character building (membangun karakter).
Bagi saya, menghilangkan narkoba, tawuran anak muda ini adalah PR jangka panjang, bagaimana membangun karakter agar hal-hal tersebut tidak terulang di masa yang akan datang, ini PR yang bagi seorang pemimpin dan itu engga mudah. Harus ada edukasi ke depan bahwa persoalan itu tidak hanya selesai dengan dipenjara.
Konsep pluralisme seperti apa bentuk konkritnya apa yang dilakukan oleh Kang Bima ke depannya untuk menciptakan kondisi kota yang damai?
Kita harus konsisten menyuarakan tentang keberagaman itu, utamanya di momentum penting misal HJB, 17 Agustus, ada Cap Gomeh di Surken itu harus kita suarakan, betapa nikmatnya hidup berdampingan.
Seperti ketika hari-hari besar keagaman, Natal kita ucapkan Natal, kemudian saudara-saudara kita non muslim juga memberikan atensinya saat lebaran. Jadi, pesan yang kuat pada momen-momen khusus selalu kita suarakan.
Memastikan keberpihakan kita pada minoritas seperti pelaksanaan ibadah dan lainnya. Ini juga engga mudah baik dalam bentuk pelaksanaan ibadah, ijin mendirikan rumah ibadah, dan untuk bersama-sama menjadi bagian dari sosial, ada lintas agama yang di dalamnya berbeda keyakinan tetapi satu dalam memberikan kegiatan yang bermanfaat bagi rakyat banyak.
Di Kota Bogor ada Basolia Badan Sosial Lintas Agama, ini berdiri sendiri tetapi kita bermitra dengan mereka, kita dukung mereka.
Berbicara kesehatan dan keselamatan, Kang Bima juga sebagai alumni Covid-19, saat ini seperti apa kondisi Covid-19 di Kota Bogor?
Alhamdulillah data menunjukkan terkendali, yang menjadi ukuran yang kasar mata adalah Bed Occupancy Ratio (BOR) atau tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit.
Untuk BOR versi WHO mengeluarkan angka standar yakni 60 persen. Kita Februari pernah sampai 87 persen tapi hari ini angka menunjukan berada di 16 persen. Jadi, dari data itu menunjukkan kita relatif bisa mengendalikan.
Tetapi kita juga masih menunggu fenomena atau data-data 2 minggu ke depan pascalebaran ini karena masa inkubasinya kan 2 – 5 minggu lah.
Beberapa waktu lalu kita tahu Kang Bima sempat mengeluarkan kebijakan Ganjil Genap sebagai langkah dalam menangani penyebaran Covid-19, lalu, apakah merasakan benefitnya dari kebijakan tersebut?
Oh iya. Salah satu analisa kita kenapa saat itu (kasus Covid-19) melonjak karena masyarakat sudah merasa hidup normal, mobilitas jalan-jalan kemana-mana.
Untuk itu kita mengeluarkan kebijakan ganjil genap sebetulnya untuk mengirimkan pesan ke masyarakat bahwa hati-hati loh (Covid-19) ini belum selesai dan sejak diluncurkan program itu, data Covid menunjukkan relatif terkendali karena orang agak ditahan yang mungkin di lapangan orang masih banyak melihat pelanggaran ini pelanggaran itu, ternyata efeknya cukup ampuh untuk menyetop orang untuk jalan-jalan.
Sebagai pemimpin kadang dituntut untuk mengeluarkan kebijakan tidak populis tetapi harus tetap diambil, bagaimana Kang Bima menanggapi hal ini?
Pemimpin itu kalau hanya sekedar mengejar popularitas maka engga akan bisa memberikan yang terbaik bagi masyarakat, harus siap dicaci maki, di bully lagi sejauh kita punya argumen dan landasan yang kuat untuk kebijakan tersebut.
Jangan lemah (dengan Covid-19) kalau tidak kita bisa seperti India. Makanya semboyan kita tahun ini adalah Jagratara Waluya jaga kesehatan dan keselamatan demi kepentingan bersama.
Analogi saya seperti guru killer, memang guru yang disukai itu guru yang tidak memberikan PR atau tugas kepada muridnya tetapi apakah itu bagus? Tidak, itu akan menjadikan murid malas dan manja.
Saya malah sangat berhutang budi dengan guru saya yang kiler dan disiplin karena inspirasi itulah yang membuat saya seperti sekarang ini.
Hari ini mungkin kita engga populer tetapi waktu membuktikan mana yang baik untuk rakyat.
Usai libur lebaran ini diwaspadai sebagai momen akan terjadinya ledakan kasus Covid-19 seperti yang terjadi usai libur Natal dan tahun baru lalu. Bagaimana Kota Bogor menyiapkan hal ini?
Saya selalu katakan prepare, bersiap untuk yang terburuk dan kita lakukan yang terbaik dengan nakes (tenaga kesehatan) kita siapkan, tempat tidur kita pastikan tersedia.
Vaksin terus didorong dan paling penting aparat harus siaga serta fokus sama PPKM, jadi, sistem juga harus terus berjalan.
Saat ini kita diuji dengan klaster yang terjadi di Green Melati tapi karena warganya cepat, solid, dan berkoordinasi dengan baik, (kasus itupun) relatif bisa kita kendalikan.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/bima-arya-bersama-domu-ambarita.jpg)