Utang Luar Negeri

Sri Mulyani Ungkap Sibuk Cari Utang Luar Negeri untuk Menutup Defisit APBN saat Rapat dengan DPR

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan kerja kerasnya mencari utang atau pinjaman dari luar negeri untuk menutup pembiayaan APBN di DPR.

Editor: Valentino Verry
Kompas TV
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bagaimana kerja kerasnya saat mencari pinjaman dari luar negeri guna menutup defisit APBN di depan Komisi XI DPR RI. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Keuangan memproyeksikan total pembiayaan sebesar Rp 1.177,4 triliun dari utang Rp 1.006,4 triliun dan investasi Rp 171 triliun dalam asumsi ekonomi makro untuk postur APBN 2022. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani membicarakan cara untuk mencari pembiayaan lewat utang dari kerja sama luar negeri hingga Souvereign Wealth Fund (SWF). 

"Baik melalui domestik yaitu SBN maupun SBSN maupun dari global, dari global pun kita akan diversifikasi berdasarkan mata uang dan dari sisi maturity-nya," ujarnya saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Rabu (2/6/2021).

"Kita juga akan kombinasikan dengan sumber pembiayaan bilateral, multilateral, maupun equity financing melalui Souvereign Wealth Fund (SWF) kita," imbuhnya.

Baca juga: Di Depan Anggota DPR, Sri Mulyani Sesumbar Ekonomi Bisa Tumbuh 8,3 Persen di Kuartal II

Baca juga: Sri Mulyani Berduka, 67 Pegawai Kemenkeu Meninggal Terpapar Covid-19 

 Sri Mulyani menjelaskan, pemerintah berupaya mencari utang dan sumber pembiayaan lain untuk menutup defisit tahun depan. 

"Dengan defisit yang masih di atas empat persen, kita tentu akan menjaga. Terutama dengan tren global environment, di mana kemungkinan inflasi dan suku bunga global akan meningkat, tak serendah seperti selama ini kita lihat," katanya. 

Karena itu dia menambahkan, pemerintah juga harus semakin hati-hati di dalam mendesain defisit dan pembiayaannya. 

"Kita dalam hal ini pragmatis oportunistik, tapi prudent, kita akan lihat sumber-sumber pembiayaan yang masih merupakan refleksi dari diversifikasi pembiayaan kita yang hati-hati. Kita juga akan melihat dana-dana investasi yang selama ini sudah diakumulasi, performance-nya harus semakin baik," ucapnya.

Sebelumnya, Sri Mulyani menyatakan jumlah simpanan pemerintah daerah di perbankan sudah mencapai Rp 194 triliun per April 2021. 

Menurutnya, jumlah tersebut naik terus-menerus semenjak dari Januari 2021 di posisi Rp 133 triliun, Februari Rp 163 triliun, dan Maret Rp 182 triliun. 

"Sekarang (April 2021), posisinya Rp 194 triliun, ini situasi pada saat ini, bahkan DAU (dana alokasi umum) belum kita salurkan secara penuh,” ujarnya.

Baca juga: Tangani Pandemi Covid-19, Utang Luar Negeri Indonesia Membengkak Lagi Jadi Rp 5.845 Triliun

Baca juga: Berikut Ini Daftar 10 Negara Punya Utang Luar Negeri Terbesar di Dunia, Indonesia Berada Posisi ke-7

“Jadi, kalau kita salurkan, mungkin kembali menjadi menumpuk di sana juga," imbuhnya. 

Sri Mulyani menjelaskan, pemerintah daerah dengan jumlah simpanan di perbankan tertinggi adalah Provinsi Jawa Timur, disusul Jawa Tengah dan Jawa Barat. 

"Kalau kita melihat beberapa daerah yang punya simpanan tinggi yakni Jawa Timur hingga mencapai Rp 25 triliun. Kemudian, Jawa Tengah Rp 19 triliun dan Jawa barat Rp 18 triliun, ini adalah sesuatu yang masih menjadi PR bagi kita," katanya. 

Di sisi lain, dia menambahkan, pemerintah pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sudah habis-habisan menangani dampak pandemi Covid-19. 

Namun, justru di pemerintah daerah belum dapat menggenjot belanja anggaran, sehingga menghambat pemulihan ekonomi nasional. 

"Kalau ditanyakan sinkronisasi bagaimana APBN kerja luar biasa keras dengan belanja untuk membantu masyarakat. Sementara, di daerah malah belum menjadi motor penggerak yang cukup tinggi," ucapnya.

Baca juga: Presiden Jokowi Dua Periode, Utang Luar Negeri Indonesia Terus Melonjak, Ada Apa?

Baca juga: Utang Luar Negeri Indonesia Terus Melonjak Selama Jokowi Pimpin Dua Periode, Berikut Data Rinciannya

Pada kesempatan itu, Sri Mulyani menyebutkan ekonomi Indonesia bisa tumbuh hingga 8,1 persen di kuartal II 2021 dan terus berharap mampu akselerasi sampai akhir tahun. 

"Jadi, kisaran di kuartal II, kita perkirakan 7,1 persen sampai 8,3 persen. Keseluruhan tahun mungkin masih akan lebih rendah karena kuartal 1 kemarin sempat mengalami koreksi karena Covid-19 masih meningkat, kita berharap untuk kuartal III dan IV masih akan terakselerasi," ujarnya. 

Sementara itu, Sri Mulyani mengatakan, instrumen program pemulihan ekonomi memang APBN, tapi ini adalah kebijakan dari seluruh kabinet atau pemerintahan. 

"Kita melihat dampak positif dari pemulihan ekonomi, terlihat dari penurunan untuk tingkat pengangguran terbuka. Kalau bulan Agustus mencapai tujuh persen, bulan Februari tahun 2021 sudah turun ke 6,26 persen," katanya. 

Artinya, eks direktur pelaksana Bank Dunia tersebut menambahkan, terjadi penurunan pengangguran dari 9,7 juta ke 8,7 juta orang. 

"Pemulihan ekonomi ini telah menciptakan 2,61 juta lapangan kerja baru dalam kurun waktu kurang dari setahun yaitu September 2020 hingga Februari 2021," pungkas Sri Mulyani. (Yanuar Riezqi Yovanda)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved