LKPP dan Mendagri Terbitkan Surat Edaran Aturan Percepatan Pengadaan Barang dan Jasa 

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) bersama Menteri Dalam Negeri menerbitkan surat edaran soal pengadaan barang dan jasa.

Penulis: Joko Supriyanto |
Warta Kota/Joko Supriyanto
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) bersama Menteri Dalam Negeri menerbitkan surat edaran bersama tentang aturan pengadaan barang dan jasa. 

WARTAKOTALIVE.COM,GAMBIR - Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) bersama Menteri Dalam Negeri menerbitkan surat edaran Nomor 027/2929/SJ dan Nomor 1 Tahun 2021 tentang pengadaan barang/jasa.

Surat edaran ini diterbitkan dalam upaya percepatan pelaksanaan pengadaan barang/jasa dalam pengelolaan keuangan daerah dalam situasi pandemi Covid-19.

Dalam kesempatan itu, Kepala LKPP Roni Dwi Susanto mengatakan dasar pembuatan surat edaran bersama itu salah satunya yaitu terkait pengorganisasian dari pelaksanaan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). 

Baca juga: Kerjasama dengan LKPP, Mbizmarket Permudah Akses Pengadaan Barang dan Jasa Lewat UMKM

"Kita sudah ada aturan Presiden Nomor 12 tahun 2021 dan Permendagri tahun 2020  tentang pedoman teknis pengelolaan keuangan daerah," kata Roni Dwi Susanto saat virtual zoom, Senin (31/5/2021).

Roni menyoroti adanya perbedaan pemahaman terkait dengan bentuk kontrak dan bukti pertanggung jawaban.

Misalnya, banyak pembelian Rp 50 juta ke bawah meminta kontrak barang.

Padahal pembelian Rp 10 juta, pelaku usaha cukup melampirkan bukti pembayaran (bon).

Baca juga: Proses Tender Pengadaan Barang dan Jasa di Polri Dipastikan Transparan

Sedangkan untuk pembelian hingga Rp 50 juta maka kewajibannya hanya menggunakan kuitansi.

Selanjutnya, untuk pengadaan barang/jasa Rp. 50 juta sampai Rp 200 juta dapat menggunakan Surat Perintah Kerja.

Untuk memperlancar transaksi pembayarannya, bendahara di masing-masing SKPD menggunakan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) dari Bank Pembangunan Daerah yang bekerjasama dengan Bank BUMN.

"Selain itu, bendahara tidak perlu meminta bukti pertanggungjawaban seperti SPK, meterai, cap penyedia, atau bahkan tanda tangan untuk transaksi sampai dengan Rp 10 juta maka cukup melampirkan bukti pembelian," ujarnya.

Dalam rangka memenuhi kewajiban penggunaan PDN (produk dalam negeri), maka Pemda wajib mengalokasikan paling sedikit 40 persen nilai APBD untuk usaha mikro kecil (UMK), dan koperasi.

Baca juga: Kerjasama dengan LKPP, Mbizmarket Permudah Akses Pengadaan Barang dan Jasa Lewat UMKM

Kemudian, perangkat daerah wajib menggunakan produk dalam negeri, termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional apabila terdapat produk dalam negeri yang memiliki penjumlahan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) ditambah nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) paling sedikit 40 persen.

"Jadi kita bukan lagi mendorong tapi wajib menggunakan produk dalam negeri. Wajib termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional. Jadi kita mendorong agar UMKM ini tumbuh dengan baik," katanya.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian mengatakan dalam surat edaran bersama ini ada enam area yang disepakati menjadi arahan atau pegangan Pemerintah Daerah.

Baca juga: Kejati Periksa Kadis SDA DKI Atas Dugaan Korupsi Pengadaan Alat Berat saat Jabat Kadis Bina Marga

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved