Berita Nasional
Hingga April 2021, Defisit APBN Mencapai Rp 138,1 Triliun, Ini Kata Kemenkeu
Di sisi lain, belanja negara terus digulirkan untuk membantu pemulihan ekonomi nasional dengan total sebesar Rp 723 triliun.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Kementerian Keuangan mencatat realisasi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) meroket 85,5 persen menjadi sebesar Rp 138,1 triliun hingga 30 April 2021.
Realisasi tersebut mencapai 0,83 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) serta 13,7 persen dari target APBN sebesar Rp 1.006,4 triliun atau defisit 5,7 persen terhadap PDB di tahun ini.
"Keseimbangan primer defisit 36,4 triliun dan secara keseluruhan defisit kita sebagai persentase terhadap PDB adalah 0,83 persen," ujar Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara saat konferensi pers "APBN KITA Edisi Mei 2021" secara virtual, Selasa (25/5/2021).
Baca juga: Hadir sebagai Saksi, Keterangan Kerry Adrianto Dianggap Tidak Konsisten
Baca juga: Dikabarkan Akan IPO di Amerika, Sejumlah Perusahaan Asing Sokong Pendanaan GoTo
Suahasil menjelaskan, pendapatan negara sampai 30 April 2021 sudah terkumpul Rp 585 triliun, lebih tinggi 6,5 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
"Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak yang masih negatif, tapi sudah mengecil negatifnya minus 0,5 persen. Sementara, kepabean dan cukai lebih tinggi 36,5 persen dan PNBP lebih tinggi 14,9 persen tumbuhnya dibandingkan tahun lalu," katanya.
Di sisi lain, belanja negara terus digulirkan untuk membantu pemulihan ekonomi nasional dengan total sebesar Rp 723 triliun.
Baca juga: Sri Mulyani Desak Pemerintah Daerah Genjot Belanja Anggaran, Uang Jangan hanya Disimpan di Bank
Apabila dibandingkan tahun 2020 yakni belanja negara masih Rp 623,9 triliun, tahun ini mengalami pertumbuhan 15,9 persen.
"Belanja negara terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp 28,1 triliun. Lalu, belanja TKDD (transfer ke daerah dan dana desa) itu lebih rendah 3,4 persen dibandingkan tahun lalu," pungkas Suahasil.
Sri Mulyani sesumbar ekonomi tembus 8,3 persen
Pada kesempatan berbeda, Menteri Keuangan Sri Mulyani pada siang ini menghadiri rapat kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membahas kondisi perekonomian terkini.
Sri Mulyani menyebutkan, ekonomi Indonesia bisa tumbuh hingga 8,1 persen di kuartal II 2021 dan terus berharap mampu akselerasi sampai akhir tahun.
"Jadi, kisaran di kuartal II, kita perkirakan 7,1 persen sampai 8,3 persen. Keseluruhan tahun mungkin masih akan lebih rendah karena kuartal 1 kemarin sempat mengalami koreksi karena Covid-19 masih meningkat, kita berharap untuk kuartal III dan IV masih akan terakselerasi," ujarnya di Gedung DPR, Senin (24/5/2021)
Baca juga: Sri Mulyani Berduka, 67 Pegawai Kemenkeu Meninggal Terpapar Covid-19
Baca juga: Gus Ulil Heran Ada yang Kepanasan dan Nyinyiri Bantuan Rakyat Indonesia ke Palestina
Sementara itu, Sri Mulyani mengatakan, instrumen program pemulihan ekonomi memang APBN, tapi ini adalah kebijakan dari seluruh kabinet atau pemerintahan.
"Kita melihat dampak positif dari pemulihan ekonomi, terlihat dari penurunan untuk tingkat pengangguran terbuka. Kalau bulan Agustus mencapai 7 persen, bulan Februari tahun 2021 sudah turun ke 6,26 persen," katanya.
Baca juga: Sri Mulyani Sebut Indonesia Alami Kerugian Rp 1.356 Triliun Akibat Pandemi Covid-19
Artinya, eks direktur pelaksana Bank Dunia tersebut menambahkan, terjadi penurunan pengangguran dari 9,7 juta ke 8,7 juta orang.
"Pemulihan ekonomi ini telah menciptakan 2,61 juta lapangan kerja baru dalam kurun waktu kurang dari setahun yaitu September 2020 hingga Februari 2021," pungkas Sri Mulyani.
Langkah BI hadapi inflasi
Sebelumnya, Bank Indonesia bersama Pemerintah sepakati lima langkah strategis untuk memperkuat pengendalian inflasi di tahun 2021.
Direktur Eksekutif Bank Indonesia Erwin Haryono mengatakan, terdapat lima langkah strategis yang bertujuan untuk menjaga inflasi dalam kisaran sasaran 3,0%±1%.
Langkah pertama, menjaga inflasi kelompok bahan pangan bergejolak (volatile food) dalam kisaran 3,0% - 5,0%.
Baca juga: DKI Urutan ke-31 dari 90 Kota yang Alami Inflasi, Ini Tiga Faktor Penyumbang Inflasi
Upaya tersebut dilakukan dengan memperkuat empat pilar strategi yang mencakup keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif.
"Implementasi strategi difokuskan untuk menjaga kesinambungan pasokan sepanjang waktu dan kelancaran distribusi antardaerah, antara lain melalui pemanfaatan teknologi informasi dan penguatan kerja sama antardaerah," jelas Erwin dalam keterangannya kepada Wartawan, Jumat (12/2/2021).
Langkah kedua adalah memperkuat koordinasi Pemerintah Pusat dan Daerah dalam pengendalian inflasi melalui penyelenggaraan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) dengan tema 'Mendorong Peningkatan Peran UMKM Pangan melalui Optimalisasi Digitalisasi untuk Mendukung Pemulihan Ekonomi dan Stabilitas Harga Pangan'.
Baca juga: Di Luar Dugaan Jakarta Alami Inflasi Meski Mengalami Kasus Corona Tertinggi di Indonesia
Ketiga, memperkuat sinergi antar Kementerian/Lembaga dengan dukungan Pemerintah Daerah dalam rangka menyukseskan program kerja Tim Pengendali Inflasi Pusat.
Keempat, memperkuat ketahanan pangan nasional dengan meningkatkan produksi, antara lain melalui program food estate, serta menjaga kelancaran distribusi melalui optimalisasi infrastruktur dan upaya penanganan dampak bencana alam.
Dan langkah terakhir adalah, menjaga ketersediaan cadangan beras pemerintah dalam rangka program Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) untuk mendukung pelaksanaan PPKM.
Baca juga: Jakarta Peringkat ke-31 dari 90 Kota di Indonesia yang Alami Inflasi, Ini Tiga Faktor Penyumbangnya
"Sinergi kebijakan yang ditempuh Pemerintah dan Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas pasokan dan kelancaran distribusi di masa pandemi dapat menjaga inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK)," ucap Erwin.
Sebagai informasi, pada 2020 inflasi IHK tercatat rendah sebesar 1,68% (yoy) dan berada di bawah kisaran sasaran 3,0%±1%.
Inflasi yang rendah tersebut dipengaruhi oleh permintaan domestik yang belum kuat sebagai dampak pandemi Covid-19 di tengah pasokan yang memadai.
Baca juga: Mampu Atasi Inflasi, Pemprov Jateng Kembali Raih TIPD Award
Ke depan, Pemerintah dan Bank Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah, berkomitmen untuk terus memperkuat sinergi agar inflasi IHK tetap terjaga.
"Upaya tersebut diharapkan dapat makin mendorong peningkatan daya beli masyarakat sebagai bagian dari pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)," ujar Erwin
Yanuar Riezqi Yovanda