Berita Nasional

Kembali Gaungkan Isu Taliban dan Radikalisme, Denny Siregar Sebut WP KPK Mau Bikin Negara Khilafah

Denny menyebut, di dalam tubuh WP KPK, telah berkembang paham Taliban bahkan akan menjalankan misi mendirikan negara khilafah.

Editor: Feryanto Hadi
TribunNewsmaker.com/ Courtessy: Metro TV
Denny Siregar 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA-- Denny Siregar kembali 'menyerang' penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan dan para pegawai yang tergabung dalam Wadah Pegawai KPK.

Pernyataan Denny seolah menjadi counter di tengah sorotan publik tentang kabar tidak lolosnya Novel Baswedan dan puluhan pegawai KPK lain dalam dalam tes asesmen wawasan kebangsaan (TWK) Badan Kepegawaian Negara (BKN).

"Fungsi WP KPK ini salah satunya adalah perekrutan pegawai. Tentu pegawai yg direkrut itu harus sesuai misi mereka, dan harus tunduk. Selain itu WP KPK gunanya untuk menekan pimpinan atas spy mau bekerjasama sesuai arahan. Novel Baswedan pernah jadi pimpinan Wadah Pegawai ini," tulis Densi di akun Twitternya, Selasa (4/5/2021).

Baca juga: Novel Baswedan dan Puluhan Pegawai Terancam Dipecat, Benny K Harman Singgung Revolusi Mental Jokowi

Baca juga: Gus Umar Bingung Lembaga Dakwah NU Memprotes Polri yang Undang Khalid Basalamah: Salahnya di Mana?

Denny menyebut, di dalam tubuh WP KPK, telah berkembang paham Taliban bahkan akan menjalankan misi mendirikan negara khilafah.

"Di dalam Wadah Pegawai KPK inilah berkembang paham Taliban hasil didikan Abdullah Hehamahua, yang kemudian arahkan KPK sesuai degan misi politik mereka yang menuju negara khilafah. Ngeri kan ? Dulu, negara bahkan tidak bisa menjangkau KPK, mereka seperti negara dalam negara. Dan WPK ini centernya," ungkap Denny.

Denny menilai, atas kondisi itu, akhirnya pemerintah membuat revisi UU KPK.

"Akhirnya krn KPK sdh jadi kendaraan politik oleh itu, kemudian dibuatlah revisi UU @KPK_RI, yang menarik kembali KPK ke dalam negara," kata dia.

Baca juga: Satu Persatu Kader PAN Merapat ke Partai Ummat, Maryadi: 60 Persen Kader PAN Akan Ikut Kita

"Tapi revisi UU KPK jalan terus. Dan akhirnya menjadi UU. KPK skrg tdk lagi berdiri sendiri, tapi sdh menjadi bagian dr negara. Dan salah satu poin utama dr revisi adalah pegawai @KPK_RI
harus berubah jadi ASN. Ini yg mrk khawatirkan, kalau jd ASN wadah pegawai bisa ga kuat lagi.

Nah, syarat utk jadi ASN adalah hrs ikuti tes wawasan kebangsaan, termasuk program anti radikalisme. Org2 WP KPK berontak. Sarang mereka dibongkar. Mrk dihadapkan pada tes psikologi, dgn pertanyaan2 menjebak. Dan akhirnya ketahuan byk yg radikal. Ya, para Taliban itu." tandas Denny

Benny K Harman pertanyakan revolusi mental

Di sisi lain, Politisi Partai Demokrat, Benny K Harman terkejut dengan kabar tidak lolosnya puluhan penyidik andal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam tes asesmen itu.

Dengan tidak lolosnya tes itu, Novel Cs terancam tergusur dari KPK.

Benny K Harman kemudian menyinggung soal janji Revolusi Mental yang selalu digaungkan presiden Joko Widodo.

Sebab, jika Novel Baswedan dan para penyidik yang pernah mengungkap sejumlah kasus besar benar-benar dipecat, Benny menganggap hal itu sebagai bukti nyata pelemahan KPK.

Baca juga: Gus Umar Bingung Lembaga Dakwah NU Memprotes Polri yang Undang Khalid Basalamah: Salahnya di Mana?

Adapun isu pemelahan KPK  selama ini sudah diduga banyak pihak.

"Ada khabar Novel Baswedan dan Puluhan Pegawai Lain Dipecat. Jika ini berita benar, Presiden Jokowi telah melanggar Revolusi Mental, ideologi politik yg dia gagas sendiri. Selamatkan dan perkuat KPK adalah inti utama dari revolusi mental itu," tulis Benny K Harman di akun Twitter, Selasa (4/5/2021).

Baca juga: Adukan Anies ke Mahfud MD, Isi Surat Ferdinand Jadi Bahan Tertawaan, Geisz Chalifah: Malu-maluin

Episode 'membunuh KPK', kata ICW

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menanggapi kabar ketidaklulusan sejumlah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) Badan Kepegawaian Negara (BKN).

"ICW beranggapan ketidaklulusan sejumlah pegawai dalam tes wawasan kebangsaan telah dirancang sejak awal."

"Sebagai episode akhir untuk menghabisi dan membunuh KPK," ujar Kurnia lewat keterangan tertulis, Selasa (4/5/2021).

Baca juga: Akun Lembaga Dakwah PBNU Dicibir Usai Memprotes Polisi yang Undang Ustaz Khalid Basalamah

Kata Kurnia, sinyal untuk tiba pada kesimpulan itu terlihat secara jelas dan runtut, mulai dari merusak lembaga antirasuah dengan UU KPK baru.

"Ditambah dengan kontroversi kepemimpinan Firli Bahuri, dan kali ini pegawai-pegawai yang dikenal berintegritas disingkirkan."

"Kondisi carut marut ini juga tidak bisa begitu saja dilepaskan dari peran Presiden Joko Widodo dan segenap anggota DPR RI," tuturnya.

Baca juga: Novel Baswedan dan Puluhan Pegawai Terancam Dipecat, Benny K Harman Singgung Revolusi Mental Jokowi

Kurnia menyebut, kesepakatan Jokowi maupun DPR justru melahirkan revisi Undang-undang KPK yang notabene saat itu mendapat penolakan dari masyarakat, bahkan menimbulkan demonstrasi di sejumlah daerah di tanah air.

"Sebab, dua cabang kekuasaan itu yang pada akhirnya sepakat merevisi UU KPK, dan memasukkan aturan kontroversi berupa alih status kepegawaian menjadi Aparatur Sipil Negara," papar Kurnia.

Untuk itu, akhirnya kekhawatiran masyarakat atas kebijakan Jokowi dan DPR yang memilih merevisi UU KPK serta mengangkat komisioner penuh kontroversi, terbukti.

Baca juga: Dikabarkan Tak Lolos Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan, Novel Baswedan: Kalau Benar, Saya Terkejut

"Alih-alih memperkuat, yang terlihat justru skenario untuk mengeluarkan KPK dari gelanggang pemberantasan korupsi di Indonesia," tegas Kurnia.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved