Bulan Suci Ramadan
Hukum Mandi Junub Setelah Matahari Terbit, Apakah Tetap Sah Puasa Ramadhan?
Salah satunya soal mandi junub. Bagaimana hukumnya puasa orang yang mandi besar setelah terbit matahari karena tertidur
Penulis: Dian Anditya Mutiara | Editor: Dian Anditya Mutiara
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Sebelum masuk bulan suci Ramadhan 2021 maka kita perlu memperbanyak ilmu agama yang berhubungan dengan puasa.
Salah satunya soal mandi junub. Bagaimana hukumnya puasa orang yang mandi besar setelah terbit matahari karena tertidur, lalu bagaimana shalat subuh yang ditinggalkannya?
Berikut penjelasan dari Buya Yahya yang dikutip Wartakotalive.com dari website resminya.
Orang yang berhadats besar (junub) di malam hari kemudian tidak sempat mandi hingga masuk waktu subuh baik itu karena tertidur atau sengaja menunda mandi sampai subuh, maka puasa orang tersebut adalah tetap sah.
Baca juga: Kumpulan Kata Mutiara dan Ucapan Sambut Bulan Ramadhan 1442 H untuk Dibagikan di Media Sosial
Baca juga: SIMAK Jadwal Imsakiyah Puasa Ramadan 1442 Hijriah Seluruh Wilayah Indonesia
Adapun jika ada orang tertidur lalu bangun setelah matahari terbit, maka wajib baginya melakukan shalat subuh (mengqadha).
Hanya yang perlu diketahui jika ada orang meninggalkan shalat karena teledor dan mengentengkan shalat, maka dosanya sangat besar biarpun bisa diqadha.
Marilah kita jaga shalat kita agar terhindar dari murka Allah. Wallahu a’lam bish-shawab.
Belum Mandi Ketika masuk Waktu Subuh
Bukanlah syarat sah berpuasa, seseorang harus suci dari hadats besar atau kecil.
Ini berbeda dengan shalat atau thawaf di kabah.
Orang yang hendak shalat atau thawaf, harus suci dari hadats besar maupun kecil.
Dan jika terjadi hadats di tengah-tengah shalat maka shalatnya batal.
• Ini Lafaz Niat dan Tata Cara Lengkap Mandi Junub, Sebaiknya Dilakukan Sebelum atau Sesudah Imsak?
Lain halnya dengan puasa, suci dari hadats bukanlah syarat sah puasa.
Tidak bisa kita bayangkan andaikan puasa harus suci hadi hadats, tentu semua orang yang puasa akan sangat kerepotan. Karena mereka tidak boleh kentut atau buang air selama berpuasa.
Oleh karena itu, orang yang junub dan belum mandi hingga subuh, tidak perlu khawatir, karena semacam ini tidaklah mempengaruhi puasanya.
Dalil pokok masalah ini adalah hadis dari Aisyah dan Ummu Salamah radhiallahu ‘anhuma; mereka menceritakan,
كَانَ يُدْرِكُهُ الْفَجْرُ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ أَهْلِهِ ، ثُمَّ يَغْتَسِلُ وَيَصُومُ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki waktu subuh, sementara beliau sedang junub karena berhubungan dengan istrinya. Kemudian, beliau mandi dan berpuasa.” (HR. Bukhari 1926 dan Turmudzi 779).
At-Tumudzi setelah menyebutkan hadis ini, beliau mengatakan,
وَالعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَكْثَرِ أَهْلِ العِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَغَيْرِهِمْ، وَهُوَ قَوْلُ سُفْيَانَ، وَالشَّافِعِيِّ، وَأَحْمَدَ، وَإِسْحَاقَ
Inilah yang dipahami oleh mayoritas ulama di kalangan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yang lainnya. Dan ini merupakan pendapat Sufyan At-Tsauri, As-Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq bin Rahuyah. (Sunan At-Turmudzi, 3/140).
Bolehkah sahur dalam kondisi junub?
Ketika ada orang junub bangun tidur di penghujung malam, dia berada dalam keadaan harus memilih antara mandi dan sahur, apa yang harus didahulukan?
Dari penjelasan di atas, kita punya kesimpulan bahwa mandi junub tidak harus dilakukan sebelum subuh.
Orang boleh mandi junub setelah subuh, dan puasanya tetap sah. Sementara sahur, batas terakhirnya adalah subuh.
Seseorang tidak boleh sahur setelah masuk waktu subuh.
Dengan menimbang hal ini, seseorang memungkinkan untuk menunda mandi dan tidak mungkin menunda sahur. Karena itu, yang mungkin dia lakukan adalah mendahulukan sahur dan menunda mandi.
Hanya saja, sebelum makan sahur, dianjurkan agar berwudhu terlebih dahulu. Sebagaimana keterangan dari Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau mengatakan,
كان رسول الله صلى الله عليه و سلم إذا كان جنبا فأراد أن يأكل أو ينام توضأ وضوءه للصلاة
“Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berada dalam kondisi junub, kemudian beliau ingin makan atau tidur, beliau berwudhu sebagaimana wudhu ketika hendak shalat.” (H.r. Muslim, 305).
Jika Hendak Shalat Subuh, Mandi Dulu
Perhatikan, jangan sampai kondisi junub ketika puasa membuat anda meninggalkan shalat subuh, disebabkan malas mandi.
Karena meninggalkan shalat adalah dosa yang sangat besar. Sebelum shalat, mandi dulu, karena ini syarat sah shalat.
Allah berfirman,
وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
“Jika kalian dalam keadaan junub, bersucilah..” (QS. Al-Maidah: 6)
Ini Tata Cara Mandi Junub yang Benar Menurut Ustadz Abdul Somad
Ini adalah tata cara mandi wajib yang baik dan benar menurut Ustadz Abdul Somad (UAS)
Hal ini agar kita bisa melakukan segala aktivitas di bulan suci ramadhan.
• VIDEO:New Honda BR-V Nyaman Melibas Jalur Pantura Semarang-Jepara
• Memasuki Bulan Ramadan dan Lebaran, Perum Bulog Pastikan Ketersediaan Beras
• Perkembangan Fintech di China Sangat Masif, Apa Penyebab Fintech di China Berkembang?
Oleh karena itu, mandi wajib diperlukan untuk mensucikan diri, agar saat aktivitas dan ibadah di bulan puasa ramadhan bisa dilakukan.
Nah salah satu pembahasan thaharah di seluruh kitab fiqih adalah membersihkan diri dari hadats besar.
Atau lazim disebut mandi junub atau mandi besar.
Sebagaimana diketahui bahwa ada dua hadats yang biasa terjadi pada diri setiap orang di mana masing-masing dapat disucikan dengan cara yang berbeda.
Hadats kecil yang diakibatkan terjadinya hal-hal yang membatalkan wudlu dapat disucikan dengan cara berwudlu.
Sedangkan hadats besar yang diakibatkan karena keluar sperma, bersetubuh, haid, nifas dan melahirkan dapat disucikan dengan cara melakukan mandi jinabat, mandi karena haid dan nifas atau yang kesemuanya lebih kaprah dikenal dengan sebutan mandi besar.
Sebagai ibadah tentunya dalam melakukan mandi besar ada kefardluan atau rukun tertentu yang mesti dipenuhi.
Tidak terpenuhinya rukun tersebut secara sempurna menjadikan mandi besar yang dilakukan tidak sah dan orangnya masih dianggap berhadats sehingga dilarang melakukan aktivitas tertentu.
Syekh Salim bin Sumair Al-Hadlrami dalam kitabnya Safînatun Najâ menyebutkan ada 2 (dua) hal yang menjadi rukunnya mandi besar, yakni niat dan meratakan air ke seluruh tubuh. Dalam kitab tersebut beliau menuliskan:
فروض الغسل اثنان النية وتعميم البدن بالماء
Artinya: “Fardlu atau rukunnya mandi ada dua, yakni niat dan meratakan air ke seluruh tubuh.”
Apa yang disebutkan Syekh Salim di atas kemudian dijabarkan penjelasannya oleh Syekh Muhammad Nawawi Al-Jawi dalam kitabnya Kaasyifatus Sajaa sekaligus menerangkan tata cara melaksanakan keua rukun tersebut.
Pertama, niat mandi besar mesti dilakukan berbarengan dengan saat pertama kali menyiramkan air ke anggota badan.
Anggota badan yang pertama kali di siram ini boleh yang manapun, baik bagian atas, bawah ataupun tengah.
Bila pada saat pertama kali meyiramkan air ke salah satu anggota badan tidak dibarengi dengan niat, maka anggota badan tersebut harus disiram lagi mengingat siraman yang pertama tidak dianggap masuk pada aktifitas mandi besar tersebut.
Sebagai contoh, pada saat memulai mandi besar Anda pertama kali menyiram bagian muka namun tidak disertai dengan niat.
Setelah itu Anda menyiram bagian dada dengan disertai niat.
Dalam hal ini muka yang telah basah dengan siraman pertama tersebut dianggap belum disiram karena penyiramannya dianggap tidak termasuk dalam aktifitas mandi besar sebab belum ada niatan.
Oleh karenanya bagian muka mesti disiram kembali. Penyiraman kembali ini merupakan siraman yang masuk pada aktifitas mandi besar mengingat dilakukan setelah penyiraman di bagian dada yang dibarengi dengan niat.
Lalu apa yang mesti diniatkan dalam melakukan mandi besar?
Dalam mandi besar bila yang melakukannya adalah orang yang junub (karena keluar sperma atau bersetubuh) maka ia berniat mandi untuk menghilangkan jenabat. Kalimatnya:
نَوَيْتُ الغُسْلَ لِرَفْعِ الجِنَابَةِ
Nawaitul ghusla li raf’il janâbati
“Saya berniat mandi untuk menghilangkan jenabat”
Sedangkan bagi bagi perempuan yang haid atau nifas ia berniat mandi untuk menghilangkan haid atau nifasnya. Kalimatnya:
نَوَيْتُ اْلغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَيْضِ atau لِرَفْعِ النِّفَاسِ
Nawaitul ghusla li raf’il haidli” atau “li raf’in nifâsi
“Saya berniat mandi untuk menghilangkan haidl” atau “untuk menghilangkan nifas”
Atau baik orang yang junub, haid maupun nifas bisa berniat dengan kalimat-kalimat sebagai berikut:
نَوَيْتُ اْلغُسْلَ لِرَفْعِ اْلحَدَثِ الْأَكْبَرِ
Nawaitul ghusla li raf’il hadatsil akbari
“Saya berniat mandi untuk menghilangkan hadats besar”
Kedua, meratakan air ke bagian luar seluruh anggota badan.
Bila ada sedikit saja bagian tubuh yang belum terkena air maka mandi yang dilakukan belum dianggap sah dan orang tersebut dianggap masih dalam keadaan berhadats sehingga dilarang melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak boleh dilakukan oleh orang yang berhadats besar seperti shalat, thawaf, membaca, menyentuh dan membawa Al-Qur’an dan lain sebagainya.
Maka dari itu dalam melakukan mandi besar perlu kehati-hatian agar jangan sampai ada bagian dari tubuh yang tertinggal belum terkena air.
Lipatan-lipatan badan yang biasa ada pada orang yang gemuk, kulit yang berada di bawah kuku yang panjang dan membersihkan kotoran yang ada di dalamnya, bagian belakang telinga dan bagian depannya yang berlekuk-lekuk, selangkangan kedua paha, sela-sela antara dua pantat yang saling menempel, kulit dada yang berada di bawah payudara yang menggantung, dan juga kulit kepala yang berada di bawah rambut yang tebal adalah bagian-bagian tubuh yang mesti diperhatikan dengan baik ketika melakukan mandi besar agar jangan sampai tidak terkena air sedikitpun.Wallahu a’lam.
Hal-hal Lain Yang Wajib Diperhatikan
Ketika seorang muslim berhadats besar (junub), maka ia wajib mandi agar kembali suci.
Berikut ini tata cara mandi junub sesuai tuntunan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits-hadits shahih:
1. NIAT
Mulailah dengan niat mandi wajib untuk menghilangkan hadats besar.
Niat ini membedakan mandi wajib dengan mandi biasa, sebagaimana ia membedakan ibadah dengan adat/kebiasaan.
Meskipun demikian, niat tidak perlu dilafalkan.
2. MEMBERSIHKAN KEDUA TELAPAK TANGAN
Yakni menyiram/membasuh tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya, menyiram/membasuh tangan kanan dengan tangan kiri.
Diulangi tiga kali.
3. MENCUCI KEMALUAN
Mencuci dan membersihkannya dari mani dan kotoran yang ada padanya serta sekitarnya.
4. BERWUDHU
Yakni berwudhu sebagaimana ketika hendak salat
5. MEMBASUH RAMBUT DAN MENYELA PANGKAL KEPALA
Dengan cara memasukkan kedua tangan ke air, lalu menggosokkannya ke kulit kepala, dan kemudian menyiram kepala tiga kali.
6. MENYIRAM DAN MEMBERSIHKAN SELURUH ANGGOTA TUBUH
Pastikan seluruh anggota tubuh tersiram air dan dibersihkan, termasuk bagian-bagian yang tersembunyi/lipatan seperti ketiak dan sela jari kaki.
Demikian tata cara mandi wajib sesuai tuntunan Rasulullah.
Ketika kita mengamalkannya, insha Allah bukan hanya kita suci dari hadats besar, tetapi juga mendapatkan pahala karena mengikuti sunnahnya.
Lalu bagaimana tata cara mandi junub menurut ustadz abdul somad?
Hampir serupa dengan cara di atas.
Hanya saja UAS menyarankan saat hendak menyiram badan dengan air baiknya dimulai dari bawah
Hal ini kata UAS sesuai dengan artikel kesehatan tentang penyebab banyak orang yang terkena stoke di kamar mandi.