Kesehatan

Pandemi Covid-19 Bikin Orang-orang di Dunia Tidak Bisa Tidur Nyenyak

Masyarakat di kawasan Asia-Pasifik  dan di dunia, mengalami setidaknya satu atau lebih tantangan tidur sejak awal mula pandemi Covid-19.

Penulis: LilisSetyaningsih |
Istimewa
Saat pandemi virus corona atau Covid-19 banyak orang mengalami kurang tidur atau sulit tidur. Masalah tidur ini disebabkan karena kekhawatiran dan stres akibat pandemi virus corona. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -   Anda mengalami gangguan tidur selama pandemi virus corona atau Covid-19?

Anda tidak sendiri.

Masyarakat di kawasan Asia-Pasifik  dan di dunia, mengalami setidaknya satu atau lebih tantangan tidur sejak awal mula pandemi Covid-19.

Hampir dua pertiga (62 persen) responden menyatakan, pandemi Covid-19 telah berdampak secara langsung terhadap kemampuan tidur nyenyak

Temuan ini diumumkan bersama beberapa temuan lainnya oleh Royal Philips (NYSE: PHG, AEX: PHIA).

Penelitian tidur tahunannya ke-6 itu bertajuk, “Seeking Solutions: How Covid-19 Changed Sleep Around the World”. 

Ketakutan dan kekhawatiran dalam situasi krisis umumnya membuat pada pandemi ini memperburuk masalah tidur masyarakat dunia.

Baca juga: Takut Terinfeksi Covid-19, Cathy Sharon Sampai Stres hingga Konsumsi Obat Supaya Bisa Tidur Nyenyak

Setahun lebih Covid-19 merebak, menurut studi tidur global Philips 2021 yang dirilis dalam rangka World Sleep Day 2021 (19 Maret), masyarakat di Asia Pacifik melaporkan bahwa mereka tidur lebih banyak.

Rata-rata mereka tidur 7,2 jam per malam (dibandingkan 7,1 jam pada studi di 2020), tetapi 1 dari 4 (41 persen) merasa tidak puas dengan tidurnya.  

"Pandemi ini telah mengubah kehidupan sehari-hari kita, termasuk kebiasaan tidur," kata Pim Pressman, Presiden Direktur Philips Indonesia dalam acara 'Philips Mengejar Mimpi di tengah Pandemi.'

"Banyak orang tidak mendapatkan tidur yang cukup dan berkualitas di malam hari karena berbagai tantangan," katanya lagi.

Tantangan mulai dari stres,  masalah keuangan, tekanan keluarga, koneksi internet tidak stabil, bekerja dari rumah, hingga membantu anak sekolah online. 

Padahal, kualitas tidur sangat penting bagi produktivitas dan kesehatan secara menyeluruh.

Jika memiliki masalah tidur, maka kita harus mengambil tindakan untuk mendapatkan diagnosis dan perawatan.

Masalah tidur bisa jadi merupakan gejala serius dari kondisi-kondisi kronis lainnya terkait tidur.

Meski Indonesia belum termasuk dalam studi ini, Philips Indonesia ikut memperingati World Sleep Day 2021.

Tujuannya untuk mengingatkan kembali serta meningkatkan kesadaran pentingnya tidur berkualitas, terutama saat pandemi virus corona.

Baca juga: Cara Tidur Nyenyak Pakai 4 Minuman Sehat, Bikin Bangun Pagi Segar dan Bersemangat

Dr Andreas Prasadja RPSGT dari Snoring and Sleep Disorder Clinic di RS Mitra Kemayoran Jakarta berpendapat senada.

Menurutnya, telah terjadi perubahan komposisi masalah tidur pada pasiennya. 

"Sebelum pandemi, 50 persen pasien yang datang ke saya mengalami insomnia. Sementara 50 persen lagi sleep apnea," kata Andres.

"Sekarang, 70 persen pasien saya adalah pasien insomnia dan 30 persen sleep apnea," katanya lagi.

Kurang tidur dapat mengakibatkan produksi hormon stres meningkat, sehingga melemahkan sistem imun tubuh.

Selain itu, kurang tidur menyebabkan pembengkakan pada tubuh.

"Karenanya, mendapatkan tidur berkualitas menjadi lebih penting lagi di tengah pandemi ini," katanya.

Setengah dari responden survei di APAC, pola tidur mereka telah berubah ketika pandemi Covid-19 melanda.

Baca juga: Terungkap, Konsumsi Ikan Bikin Anak Tidur Nyenyak dan IQ Lebih Tinggi

Hampir seperempat (22 persen) menyatakan bahwa waktu tidur malam mereka berkurang setiap malam.

Sebanyak 35 persen mengaku merasa cukup istirahat ketika bangun pagi, dan 44 persen mengalami kantuk saat siang hari.

Tidur nyenyak dari malam hingga pagi merupakan tantangan bagi banyak orang.

Responden studi mengalami kesulitan tidur nyenyak seperti terbangun saat tengah malam (42 persen), kesulitan tertidur (33 persen), dan sulit tetap tertidur (26 persen).

Kekhawatiran dan stres menjadi alasan utama mengapa orang dewasa di APAC kurang tidur (21 persen).

Disusul penggunaan gawai seperti ponsel dan tablet (17 persen) dan lingkungan tidur (16 persen).

Masyarakat di Asia-Pasifik kerap terjaga akibat kekhawatiran/stres mengatakan bahwa hal yang paling mereka khawatirkan adalah masalah finansial (54 persen).

Tanggung jawab pekerjaan (52 persen), kesehatan diri dan keluarga (38 persen), kondisi keluarga secara umum (34 persen).

Hampir setengah (43 persen) juga khawatir pandemi Covid-19 masih berlanjut.

Penggunaan ponsel berakibat kebiasaan tidur tidak konsisten

Bagi yang terbiasa menggunakan ponsel di tempat tidur, separuh (50 persen) menyatakan bahwa itu hal terakhir yang dilakukan sebelum tertidur dan pertama setelah terbangun (51 persen).

Sebagian besar menggunakan untuk hiburan (49 persen), mengisi daya ponsel semalaman persis di samping tempat tidur (37 persen).

Lebih dari seperlima (22 persen) bahkan menjawab pesan dan panggilan telepon yang membuat mereka terbangun.

Sebagian besar responden menggunakan ponsel sebelum tertidur (78 persen) mengaku bahwa hal itu menyebabkan mereka tertidur lebih larut dari waktu yang seharusnya.

Akibat scrolling media sosial (75 persen), menonton video (67 persen), mengecek email (39 persen), berbalas pesan (37 persen).

Atau membaca berita terkait pandemi Covid-19 (45 persen).

Untuk mendapatkan tidur malam lebih baik, masyarakat kini bereksperimen dengan berbagai metode.

Mendengarkan musik menenangkan (41 persen), membaca (40 persen), menonton televisi (39 persen), membuat jadwal untuk tidur dan bangun (35 persen).

Mengurang konsumsi kafein (25 persen), dan menggunakan aplikasi atau alat untuk memonitor tidur mereka (18 persen).

Selain itu, mereka juga telah memanfaatkan telehealth dan mencari Informasi kesehatan online untuk mengatasi masalah tidur.

Separuh (50 persen) mengatakan, mereka baru pertama kali memanfaatkan konsultasi melalui telehealth ketika pandemi.

Ada peningkatan kepercayaan dan pemanfaatan telehealth saat pandemi virus corona.

Sebanyak 6 dari 10 (60 persen) responden menyatakan kesediaan mencari bantuan mengatasi masalah tidur dari spesialis kesehatan tidur melalui layanan telehealth pada masa mendatang, meskipun saat ini belum banyak yang melakukannya. 

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved