Harga Minyak Dunia

Ekonomi Pulih dari Terpaan Virus Corona, Harga Minyak Dunia Diprediksi Bisa Tembus 100 Dolar AS

Harga minyak dunia yakni Brent dan West Texas Intermediate (WTI) perlahan terus naik sejak awal tahun ini.

Editor: Valentino Verry
Dok. Pertamina MOR III
Ilustrasi BBM. Saat ini harga minyak dunia cenderung naik. Kenaikan tersebut dikhawatirkan bakal mempengaruhi harga BBM dalam negeri. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Harga minyak dunia yakni Brent dan West Texas Intermediate (WTI) perlahan terus naik sejak awal tahun ini hingga masing-masing di level 69 dan 65 dolar Amerika Serikat (AS) per barel. 

Analis komoditas Ariston Tjendra mengatakan, naiknya harga minyak seiring harapan adanya pemulihan aktivitas ekonomi global akibat dampak pandemi Covid-19. 

"Sekarang memang terjadi tren kenaikan harga minyak karena prospek pemulihan ekonomi global dengan pengendalian pandemi melalui vaksinasi," ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews, Minggu (14/3/2021). 

Selain harapan pemulihan ekonomi, harga minyak juga dipengaruhi faktor geopolitik yang sedikit menegang di wilayah Timur Tengah (Timteng). 

"Belakangan ini ketegangan di Timteng meningkat setelah Houthi menyerang pangkalan minyak Arab Saudi dengan rudal beberapa hari lalu," kata Ariston. 

Baca juga: Pascabanjir, Pertamina Pastikan Distribusi BBM dan LPG Aman

Baca juga: VIDEO Truk Tangki BBM Terjun ke Jurang Sedalam 70 Meter di Cianjur, Evakuasi Terhalang Cuaca

Karena itu, Ariston memperkirakan harga minyak dunia bisa terus merangkak naik sampai menembus level 100 dolar AS seperti 2011 lalu. 

"Potensi ke 100 dolar AS memang mungkin terjadi, tapi harusnya negara produsen mencegah ini terjadi," ujarnya.

Jika perkiraan harga minyak dunia bisa menembus level 100 dolar Amerika Serikat (AS) per barrel, apa pemerintah akan menaikkan harga bahan bakar minyak? 

Sebelum menjawab itu, Kementerian Keuangan mencatat defisit neraca perdagangan minyak dan gas atau migas sedikit meningkat dari 0,46 miliar dolar AS pada Desember 2020 menjadi 0,67 miliar AS di Januari 2021. 

Kenaikan defisit neraca perdagangan migas dipengaruhi oleh penurunan ekspor migas di tengah impor migas yang meningkat. 

"Indonesia juga bakal terganggu dengan kenaikan harga ke 100 dolar AS karena Indonesia sekarang net importir minyak mentah. Neraca berjalan bakal defisit dan rupiah bisa melemah kalau minyak ke 100 dolar AS," ujar Ariston. 

Kendati demikian, dia mengimbau pemerintah bersiap jika harga minyak benar 'meledak' agar tidak salah langkah dalam menetapkan kebijakan. 

Baca juga: Di saat Pandemi Virus Corona Impor BBM oleh PT Pertamina Justru Naik 13,5 persen

Baca juga: Konsumsi BBM Jenis Pertamax di Depok dan Kota Bogor Lebih Tinggi Dibanding Pertalite

"Bukan kaget, cuma bingung mau diapain. Iya, butuh waktu panjang sih, siapin energi alternatif, siapin kilang minyak," kata Ariston. 

Di sisi lain, menurut dia, kenaikan harga minyak yang tinggi nantinya jika terjadi bisa juga menganggu perekonomian global. 

"Arab Saudi sendiri berambisi menaikan harga hingga 80 dolar AS per barrel," pungkasnya. (Yanuar Riezqi Yovanda)

Sumber: Tribunnews
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved