Keamanan Siber
Pakar Keamanan Siber Peringatkan Untuk Waspadai Aplikasi Ilegal Mirip Snack Video
Praktik ilegal yang menggunakan skema bisnis ponzi dalam bentuk aplikasi penghasil uang rupanya marak terjadi belakangan ini.
"Kalau Snack Video sepintas tak ada masalah saat awal-awal muncul. Tapi belakangan aplikasi itu malah sering menganjurkan konten kreator untuk berdonasi melalui diamond. Tentu sangat mencurigakan lagi karena Snack Video menjanjikan pula keuntungan dari menonton video dari kreator di sana," jelas Pratama.
Adapun dari sisi keamanan, Snack Video dikritisi karena datanya ditransmisikan ke China. Menurut Pratama, negara-negara di Amerika dan Eropa sudah memberi daftar hitam pada Snack Video.
Banyak pakar keamanan siber menganggap aplikasi ini berbahaya karena disinyalir digunakan oleh pemerintah China untuk mengakses data pengguna di seluruh dunia yang dipantau kapan saja.
"Kalau dari segi keamanan memang banyak yang meragukan. Snack Video itu sudah dikeluarkan dari ekosistem iOS karena dianggap melakukan plagiarisme, lantaran aplikasinya karena sangat mirip dengan TikTok. Ahli keamanan siber juga mengatakan, Snack Video sengaja membagikan data penggunanya ke pemerintah China, makanya di Amerika dan India sudah memblokir aplikasi ini," imbuh Pratama.
Diektahui, pengembang aplikasi Snack Video ini bermarkas di Singapura, namun developer itu dimiliki oleh perusahaan Kuaishou Technology yang ada raksasa Teknologi Tencent di China.
Selain itu, faktor pandemi Covid-19 turut mendukung kepopuleran Snack Video. Saat situasi ekonomi sulit, masyarakat diiming-imingi mendapat keuntungan melalui cara yang tak masuk akal.
Misalnya saja untuk layanan menonton video yang sedang ramai, seperti SnackVideo yang menawarkan uang sebesar Rp 52.000 jika berhasil menggundang teman untuk ikut menginstal aplikasi tersebut.
“Sebenarnya platform yang menawarkan keuntungan tinggi dengan hanya menonton video lalu mencari anggota lain bisa mendapatkan komisi seharusnya sudah sangat mencurigakan. Makanya harus segera ditindak dan dilihat legalitasnya berdasarkan track record global,” tutupnya. (Fandi Permana)