Putusan Pengadilan

Ini Kesalahan Bambang Trihatmodjo Sampai Akhirnya Dianggap Punya Utang Rp 35 Miliar Oleh Sri Mulyani

Mengapa Bambang Trihatmodjo bisa dianggap punya utang ke negra oleh Sri Mulyani. Ternyata ini penyebabnya. Simak dalam berita ini.

Kolase/Tribunnews
Ini kesalahan Bambang Trihatmodjo sampai akhirnya dianggap punya utang ke negara. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Utang Bambang Trihatmodjo sebesar Rp35 miliar kepada negara kini ramai diperbincangkan. 

Paling terbaru adalah Bambang kalah dalam sidang PTUN melawan Menteri Keuangan Sri Mulyani

Dalam putusan hakim, terlihat kesalahan Bambang sampai akhirnya menjadi penanggungjawab utang sebesar Rp35 miliar itu. 

Seharusnya Bambang bisa saja tidak bertanggungjawab atas utang itu jika tidak melakukan kesalahan. 

UPDATE Tinggi Muka Air Minggu 7 Maret 2021: Pintu Air Pasar Ikan SIAGA 2, Begini Kondisi Katulampa

Kesalahan utama Bambang Trihatmodjo ternyata terjadi ketika penandatanganan kontrak dengan kemensetneg. 

Dalam bagian menimbang putusan hakim, disebutkan bahwa saat itu Bambang mewakili Konsorsium Mitra Penyelenggara Sea Games XIX 1997. 

Hal itu membuat Bambang menjadi penanggungjawab utang tersebut. 

Semestinya Bambang mengatasnamakan PT Tata Insani Mukti di mana ia menjadi komisaris utama jika tidak mau menjadi penanggungjawab utang tersebut. 

Putusan pengadilan ini dijatuhkan Hakim PTUN Jakarta pada 2 Maret 2021 dengan nomor: 179/G/2020/PTUN-JKT. 

Putusan ini sudah ditayangkan di website Mahkamah Agung dan dapat diunduh secara bebas. 

Nah, agar paham, simak dulu duduk perkara kasus utang piutang sea games 1997 antara Bambang Trihatmodjo dan negara. 

Hutang ini berawal dari penyelenggaraan Sea Games 1997 di Jakarta. 

Saat itu seharusnya Brunei Darussalam yang jadi tuan rumah. 

Tetapi karena Brunei menolak sehingga Indonesia jadi tuan rumahnya. 

Efek dari hal itu adalah pendanaan Sea Games 1997 tidak ada di APBN. 

Oleh karena itulah negara kemudian mengundang pihak pihak konsorsium swasta untuk berperan sebagai mitra pemerintah dalam penyelenggaraan SEA Games XIX 1997 di Jakarta. 

Lalu terbentuklah konsorsium mitra penyelenggara sea games XIX 1997

Pelaksana konsorsium adalah PT Tata Insani Mukti di mana Bambang Tri sebagai komisaris utamanya. 

Kemudian Menpora meminta Bambang Tri sebagai berpartisipasi dalam penyelengaraan sea games 1997. 

Menlu Retno Gunakan Jejaring Negosiator Perempuan Asia Tenggara untuk Tahu Situasi di Myanmar

Bambang Tri lalu mengeluarkan surat tertanggal 8 Maret 1996 yang menyatakan bahwa konsorsium swasta bersedia menyediakan uang sebesar Rp70 miliar untuk sea games 1997

Surat itu ditujukan Bambang Tri kepada Menpora Hayono Isman. 

Uang itu untuk menyelenggarakan sea games sekaligus keperluan kontingen Indonesia. 

Namun, berikutnya di luar rencana yang telah disusun, konsorsium mendadak dibebani biaya pelatnas sebesar Rp35 miliar.

Angka Rp35 miliar itu ternyata sudah diluar batas kemampuan konsorsium untuk menanggung penyelenggaraan sea games 1997

Akibat ada kebutuhan dana lagi Rp35 miliar inilah keluar Keputusan Presiden RI Nomor 01/IHHT/1997 tertangga 8 Oktober 1997, yang
menetapkan “Menyediakan anggaran yang di bebankan pada dana bantuan presiden yang di kelola oleh Sekretariat Negara sebesar Rp.35.000.000.000 atau Rp35 miliar. 

Namun uang dari negara sebesar Rp35 miliar itu diberlakukan sebagai utang konsorsium kepada negara dengan bunga 15 persen setahun.

Salah satu penyebab diberlakukan sebagai utang karena ketika itu belum ada hasil audit sementara kegiatan sudah harus jalan. 

Saat itu uang Rp35 miliar itu diambil negara dari dana reboisasi, bukan APBN.

Sedang Tren Berfoto di Outdoor Rooftop di Ashta, Mal Baru di SCBD dengan Konsep Ruang Terbuka

Dana Reboisasi adalah dana untuk reboisasi dan rehabilitasi hutan serta kegiatan pendukungnya yang dipungut dari Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan dari hutan alam yang berupa kayu di Kementerian Kehutanan. 

Kontrak kemudian ditandatangani. Nah, saat proses penandatanganan inilah yang membuat Bambang Trihatmodjo jadi bertanggungjawab terhadap utang itu. 

Dalam bagian putusan hakim, disebutkan bahwa Bambang Tri jadi bertanggungjawab atas utang itu karena hakim menilai penerima pinjaman adalah Konsorsium Sea Games 1997, bukan entitas lain termasuk PT Insani Tata Mukti yang disebut sebagai pelaksana konsorsium. 

Selain itu, dalam perjanjian antara Kemensetneg terkait uang Rp35 miliar itu Bambang Tri bertindak sebagai perwakilan KMP Sea Games 1997, bukan komisari PT Tata Insani Mukti. 

Sejak itulah Bambang Trihatmodjo jadi penanggung jawab utang Rp35 miliar itu  dan harus dilunasi dalam satu tahun terhitung dari ditandatangani pada 8 Oktober 1997.

Pinjaman itu kemudian diberikan dalam 2 tahap. 

Tahap pertama diberikan Rp5 miliar, lalu tahap kedua diberikan Rp35 miliar. 

KLB Tetapkan Moeldoko Jadi Ketum, Pengamat: Berakhirnya Era Demokrat sebagai Partai Keluarga SBY

Konsorsium kemudian sudah melunasi pinjaman tahap pertama sebesar Rp5 miliar. 

Sehingga sisa hutang konsorsium hanya tinggal Rp35 miliar lagi. 

Tahun 1998 lalu mulai dibicarakan soal penghapusan utang. Konsorsium mengirim surat permohonan kepada Menpora. 

Lalu pada September 1998 telah dilaksanakan rapat koordinasi di Kantor Menpora yang saat itu juga di hadiri oleh Staff Sekretariat Negara RI, Departemen Kehutanan, dan Jaksa Agung Muda tindak Pidana Khusus (JAMPIDSUS). 

Dalam rapat tersebut dibahas mengenai bantuan presiden kepada Konsorsium dan masalah pengedaran stiker dimana seluruh peserta rapat yang hadir dapat menerima seluruh keterangan dan penjelasan Konsorsium dan mendesak instansi pemerintah untuk secara internal menyelesaikannya.

Setelah itu, sekitar tahun 1999 konsorsium meminta surat penghapusan tagihan.

Sedang Tren Berfoto di Outdoor Rooftop di Ashta, Mal Baru di SCBD dengan Konsep Ruang Terbuka

Apalagi, dalam rapat dengan Komisi VII DPR RI sebelum uang Rp35 miliar diberikan disebutkan bahwa Intern pemerintah dalam hal ini institusi sekretariat Negara dengan departemen kehutanan diharapkan bisa diselesaikan dengan konsolidasi keuangan internal antar instansi pemerintah”.

Berikutnya dilayangkan juga surat kepada Bapak Prof. DR. Ing BJ. Habibie sebagai Presiden RI tertanggal 22 Juni 1999 dengan nomor surat 012/KPSEAG/VI/99 tentang permohonan penyelesaian kewajiban Konsorsium MItra penyelenggara SEA Games XIX 1997, di Jakarta.

Surat itu di buat oleh ketua harian konsorsium mitra penyelenggara SEA Games XIX 1997. 

Berikutnya sampai dengan tahun 2006 tidak ada konfirmasi penagihan kepada konsorsium.

Selanjutnya tidak adanya konfirmasi penagihan juga berlanjut sampai dengan tahun 2017 yang artinya telah melewati 4 masa kepresidenan.

Namun, baru pada tanggal 19 Januari 2017 melalui surat nomor B76/Kemensetneg/SES/PW.01.02/01/2017 telah di layangkan surat
kepada Ketua Konsorsium Mitra Penyelenggara SEA Games XIX/1997 mengenai pembahasan piutang atas pinjaman kepada KMP SEA Games XIX tahun 1997 di Jakarta.

Hal itu kemudian dilanjutkan dengan adanya surat dari Kementrian Sekretariat Negara nomor B-94/Kemensetneg/Set/Keu/2017 tertanggal 10
Mei 2017 dengan menyerahkan pengurusan piutang Negara atas nama Konsorsium Mitra Penyelenggara SEA Games XIX/1997 di
Jakarta kepada PUPN Cabang DKI Jakarta yang pengurusannya diselenggarakan oleh kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan
Lelang Jakarta I. 

Atas dasar itulah kemudian Bambang Tri dicegah bepergian ke luar negeri.

Nekat Dibangun Tanpa IMB, Rumah Permanen di Bantaran Kali Cipinang Dibongkar Paksa

DALIL GUGATAN BAMBANG TRIHATMODJO

Selanjutnya, dalam dalil gugatannya, Bambang Trihatmodjo melalui kuasa hukumnya menilai bahwa keputusan Menteri Keuangan No.108/KM.6/2020itu dikeluarkan tanpa mempertimbangkan dan menelaah secara komprehensif terhadap hubungan hukum yang ada dengan asas – asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) sebagaimana dinyatakan dalam pasal 10 (sepuluh)angka 1 (satu), huruf a Undang – Undang nomor 30 tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan. 

Selain itu penggugat juga menilai telah salah menempatkan subjek hukum dalam Keputusan Menteri Keuangan No.108/KM.6/2020 . 

Penggugat menilai bahwa Dewan Komisaris PT Tata Insansi Mukti tidak dapat dipertanggungjawabkan sehingga melanggar pasal 114 angka 5 (lima) Undang – Undang No.40 Tahun 2007 Tentang perseroan terbatas .

Selain itu, dalam gugatannya, Bambang Tri juga tidak pernah menyanggupi sebagai penanggung hutang konsorsium. 

Sedangkan dalam eksepsinya, Sri Mulyani menyebut bahwa penggugat tidak keberatan dengan surat larangan bepergian ke luar negeri itu. 

VIRAL, Maling Kembalikan Motor Curiannya Disertai Surat Cinta: Saya Minta Maaf, Saya Khilaf, Boss

Hal itu lantaran Bambang Tri tidak mengajukan keberatan terhadap surat tersebut dalam jangka waktu sesuai UU, yakni 21 hari setelah surat keluar.

Selain itu, tergugat atau Sri Mulyani juga menyebut bahwa penggugat tidak melakukan upaya banding administratif. 

Padahal pengadilan baru berwenang memeriksa jika penggugat sudah melakukan upaya banding administratif. 

Berikutnya dalam pertimbangannya, hakim menyebut bahwa dalil bahwa penggugat sebagai komisaris tidak boleh dimintai pertanggungjawaban adalah tidak berdasar. 

Hal itu karena hakim menilai penerima pinjaman adalah Konsorsium Sea Games 1997, bukan entitas lain termasuk PT Insani Tata Mukti. 

Selain itu dalam perjanjian antara Kemensetneg terkait uang Rp35 miliar itu Bambang Tri bertindak sebagai perwakilan KMP Sea Games 1997, bukan komisari PT Tata Insani Mukti. 

Oleh karena itu Hakim beranggapan Bambang Tri sudah tepat sebagai penanggung utang tersebut. 

Dalam putusannya, hakim kemudian menolak gugatan dari Bambang Trihatmodjo.

Putusan pengadilan ini dijatuhkan Hakim PTUN Jakarta pada 2 Maret 2021 dengan nomor: 179/G/2020/PTUN-JKT. 

Putusan ini sudah ditayangkan di website Mahkamah Agung dan dapat diunduh secara bebas. 

Nekat Dibangun Tanpa IMB, Rumah Permanen di Bantaran Kali Cipinang Dibongkar Paksa

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved