Kudeta di Myanmar
MYANMAR MEMBARA, Ini Sikap Terbaru Indonesia Atas Penggunaan Kekerasan oleh Junta Militer
Indonesia menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas penggunaan kekerasan di Myanmar, yang telah menyebabkan korban jiwa dan luka-luka.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Tensi politik di Myanmar bukannya menurun, sebaliknya justru semakin meninggi.
Tekanan dunia internasional, bahkan dijatuhkannya sejumlah sanksi keras oleh sejumlah negara, termasuk Bank Dunia dan PBB, tidak membuat penguasa junta militer surut langkah.
Junta militer Myanmar seolah tidak takut dengan tekanan yang datang bertubi-tubi, termasuk dari komunitas ASEAN, yang dipelopori Indonesia.
Video: Jalan Terjal Ahmed Zaki Iskandar hingga Jadi Bupati Tangerang
Yang terbaru, Indonesia menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas penggunaan kekerasan di Myanmar, yang telah menyebabkan korban jiwa dan luka-luka.
Pernyataan tersebut disampaikan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia melalui lamannya, Minggu (28/2/2021).
Indonesia menyerukan agar aparat keamanan tidak menggunakan kekerasan guna menghindari lebih banyak korban jatuh.
Baca juga: Dipecat Junta Militer, Duta Besar Myanmar untuk PBB Berjanji akan Melawan Kudeta
Baca juga: Inggris Kembali Jatuhkan Sanksi pada Anggota Junta, Bank Dunia Hentikan Pendanaan Proyek di Myanmar
"Indonesia berharap semua pihak menahan diri agar situasi tidak semakin memburuk," kata Kemlu.
Militer Myanmar merebut kekuasaan pada 1 Februari setelah komisi pemilihan menolak tuduhan militer soal penipuan dalam pemilihan umum November 2020. Pemilu tersebut dimenangi partai pimpinan Aung San Suu Kyi.
Junta menjanjikan pemilu baru, tetapi tanpa menetapkan jadwal yang pasti.
Kudeta tersebut telah memicu protes massal setiap hari selama hampir empat minggu dan pemogokan oleh banyak pegawai pemerintah.
Tertembak, Dua Orang Demonstran Dilaporkan Meninggal Dunia
Sebelumnya diberitakan, unjuk rasa menentang kudeta militer di Myanmar tampaknya tak bisa dihentikan.
Persoalannya, penguasa militer di Myanmar makin tak terkendali juga dalam menangani unjuk rasa.
Mereka kian mengesankan makin brutal dalam menangani aksi unjuk rasa.
Terbaru, Korban jiwa akibat unjuk rasa menentang kudeta militer di Myanmar bertambah.
Baca juga: Massa Junta Militer Myanmar Mengamuk, Serang Demonstran Anti-Kudeta di Yangon
Baca juga: Bertemu Menlu Myanmar di Bangkok, Retno Marsudi Sampaikan Indonesia akan Bersama Rakyat Myanmar
Kali ini sebanyak 2 orang tewas tertembak polisi Myanmar yang berusaha meredam pengunjuk rasa.
Lebih dari sepekan sebelumnya, Jumat (19/2/2021), seorang wanita bernama Mya Thwate Thwate Khaing dinyatakan meninggal dunia saat berunjuk rasa.
Ada pun dua orang tewas dan belasan lainnya terluka saat polisi Myanmar melepaskan tembakan atas protes terhadap pemerintahan militer pada Minggu (28/2/2021).
Informasi tersebut disampaikan oleh seorang dokter dan seorang politisi di hari kedua demonstrasi yang terjadi di negara itu mengutip laporan Reuters.
Baca juga: Bukan karena Covid-19, Ini Penyebab Artidjo Alkostar Meninggal
Polisi melepaskan tembakan di berbagai bagian kota utama Yangon setelah granat setrum dan gas air mata gagal membubarkan massa.
“Seorang pria dibawa ke rumah sakit dengan luka tembak di dada dan meninggal,” kata seorang dokter di rumah sakit yang meminta untuk tidak disebutkan namanya.
Outlet media Mizzima juga melaporkan kematian tersebut.
“Polisi juga melepaskan tembakan di kota selatan Dawei yang menewaskan satu orang dan melukai beberapa lainnya,” kata politisi Kyaw Min Htike kepada Reuters dari kota itu.
Outlet media Dawei Watch juga mengatakan setidaknya satu orang tewas dan lebih dari selusin luka-luka.
Baca juga: Pelatih Luis Edmundo Mendukung Pemain Persita Tangeang U-20 Tampil di Turnamen Piala Menpora 2021
Polisi dan juru bicara dewan militer yang berkuasa tidak menanggapi panggilan telepon Reuters yang meminta komentar.
Penduduk Mandalay mengatakan polisi juga menindak protes besar-besaran di kota kedua Mandalay dan di kota timur laut Lashio.
Di kota Yangon, dari gambar yang diposting oleh media menunjukkan beberapa orang dibantu pergi, meninggalkan trotoar dengan berlumuran darah, setelah polisi menembak.
Polisi juga melemparkan granat kejut, menggunakan gas air mata dan menembak ke udara, kata saksi mata.
Kendati demikian, ratusan pengunjuk rasa menolak turun pada sore hari. Beberapa berbaris, sementara yang lain mendirikan barikade.
Baca juga: Millen Cyrus Segera Dipulangkan ke Rumah Setelah Kembali Ditangkap Polisi, Begini Penjelasan Polisi
“Jika mereka mendorong kita, kita akan bangkit. Jika mereka menyerang kami, kami akan bertahan. Kami tidak akan pernah berlutut untuk sepatu bot militer, "kata Nyan Win Shein salah seorang pemrotes Yangon.
Polisi keluar pada pagi hari dan bergerak cepat untuk membubarkan kerumunan.
“Polisi turun dari mobil mereka dan mulai melemparkan granat kejut tanpa peringatan,” kata Hayman May Hninsi, salah satu dari sekelompok guru yang melarikan diri ke gedung-gedung terdekat.
Dari sebuah video yang diposting menunjukkan para dokter dan mahasiswa dengan jas lab putih berserakan ketika polisi melemparkan granat setrum di luar sekolah kedokteran di tempat lain di kota itu.
Hari Sabtu membawa kerusuhan di kota-kota besar secara nasional ketika polisi memulai upaya mereka untuk menghancurkan protes dengan gas air mata, granat kejut dan menembak ke udara.
Televisi MRTV yang dikelola pemerintah mengatakan lebih dari 470 orang telah ditangkap pada hari Sabtu.
Mereka mengaku bahwa polisi telah memberikan peringatan sebelum menggunakan granat setrum untuk membubarkan orang.
Namun, tidak jelas berapa banyak yang ditahan pada hari Minggu.
Pemimpin Junta Jenderal Min Aung Hlaing pada pekan lalu mengaku bahwa pihak berwenang menggunakan kekuatan minimal untuk menangani protes.
Baca juga: DAFTAR 7 Kader yang Dipecat Partai Demokrat: Dari Darmizal Hingga Marzuki Alie
Namun demikian, setidaknya lima pengunjuk rasa tewas dalam kekacauan itu. Tentara mengatakan seorang polisi juga telah tewas.
Tindakan keras tersebut tampaknya menunjukkan tekad militer untuk memaksakan otoritasnya dalam menghadapi pembangkangan yang meluas.
Tidak hanya di jalanan tetapi lebih luas lagi di berbagai bidang seperti layanan sipil, pemerintahan kota, peradilan, sektor pendidikan dan kesehatan, serta media.
Myanmar berada dalam kekacauan sejak tentara merebut kekuasaan dan menahan pemimpin pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi dan sebagian besar kepemimpinan partainya pada 1 Februari.
Militer menuduh adanya kecurangan dalam pemilihan November yang dimenangkan partainya secara telak.
Baca juga: Profil Artidjo Alkostar, Meninggal Dunia dalam Usia 72 Tahun, Dikenal Hakim Agung Ditakuti Koruptor
Kudeta yang menghentikan langkah tentatif Myanmar menuju demokrasi setelah hampir 50 tahun pemerintahan militer, telah menarik ratusan ribu orang ke jalan dan kecaman dari negara-negara Barat.
Wanita Demonstran Tewas
Seperti diketahui, kabar duka datang dari pengunjuk rasa (demonstran) antikudeta pemerintah militer atau junta Myanmar, Channel News Asia melaporkan.
Unjuk rasa yang berlangsung sejak penggulingan pemerintahan sipil Aung San Suu Kyi, Senin (1/2/2021) telah memakan korban jiwa.
Seorang wanita bernama Mya Thwate Thwate Khaing dinyatakan meninggal dunia pada Jumat (19/2/2021).
Hal itu disampaikan oleh saudara laki-laki Mya Thwate Thwate Khaing, Ye Htut Aung melalui sambungan telepon.
"Saya merasa sangat sedih dan tidak punya apa-apa untuk dikatakan," kata Ye Htut Aung.
Diketahui, Mya Thwate Thwate Khaing sebelumnya menjadi korban penembakan polisi yang mencoba membubarkan demonstran di Naypyidaw.
Dia tertembak peluru tajam di kepalanya saat unjuk rasa minggu lalu, tepatnya pada Selasa (9/2/2021).
Setelah tertembak, wanita yang baru saja menginjak usia 20 tahun itu dilarikan ke rumah sakit.
Namun, sepekan lebih menjalani perawatan, nyawa Mya Thwate Thwate Khaing tak tertolong.
Kematiannya juga dikonfirmasi oleh rumah sakit tempat dia dirawat.
"Kami memastikan kematiannya pada pukul 11 pagi," kata seorang dokter, yang menolak disebutkan namanya.
"Kami telah mengirim tubuhnya untuk diperiksa," lanjut dia.
Mya Thwate Thwate Khaing merupakan satu-satunya pengunjuk rasa yang terbunuh sejak dimulainya kudeta.
Karangan bunga ucapan belasungkawa untuk Mya Thwate Thwate Khaing berjajar di rumah-rumah warga.
Kematian Mya Thwate Thwate Khaing juga menjadi seruan bagi para pengunjuk rasa yang kembali turun ke jalan.
"Saya bangga padanya dan saya akan tampil sampai kami mencapai tujuan kami untuknya," kata pengunjuk rasa Nay Lin Htet.
Lebih lanjut, kabar kematian pekerja toko bahan makanan itu pun turut mendapatkan perhatian dari dunia.
Duta Besar Myanmar di PBB Dipecat
Sementara itu Duta Besar Myanmar untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Kyaw Moe Tun berjanji akan terus berjuang melawan kudeta setelah junta militer memecatnya.
Ia mendesak negara-negara lain untuk menggunakan "segala cara yang diperlukan" demi membatalkan kudeta 1 Februari yang mengusir pemimpin sipil terpilih Aung San Suu Kyi.
"Saya memutuskan untuk melawan selama yang saya bisa," kata Kyaw Moe Tun kepada Reuters, Minggu (28/2/2021).
Televisi pemerintah Myanmar mengumumkan pada Sabtu (27/2/2021) bahwa Kyaw Moe Tun telah dipecat, karena mengkhianati negara itu.
“Namun, PBB tidak secara resmi mengakui junta militer sebagai pemerintahan baru Myanmar karena tidak menerima pemberitahuan resmi tentang perubahan apa pun,” kata seorang pejabat PBB, yang enggan disebutkan namanya.
Dengan begitu Kyaw Moe Tun masih tetap menjadi duta besar Myanmar untuk PBB Myanmar, hingga saat ini.
"Kami belum menerima komunikasi apa pun mengenai perubahan representasi Myanmar di PBB di New York," kata juru bicara PBB Stephane Dujarric.
Utusan khusus Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres di Myanmar, Christine Schraner Burgener, memperingatkan 193 anggota Majelis Umum PBB pada Jumat (26/2/2021) bahwa tidak ada negara yang harus mengakui atau melegitimasi junta militer Myanmar.
Jika junta militer Myanmar, yang dipimpin oleh Jenderal Min Aung Hlaing, mencoba mencari pengakuan internasional dengan menunjuk duta besar PBB.
Jika itu terjadi, maka bisa memicu pertarungan di badan dunia yang dapat berujung dengan pemungutan suara di Majelis Umum.
Sebelumnya PBB mengatakan harus mengatasi tiap klaim bersaing untuk perwakilan di badan dunia tersebut.
Pada September 2011, Majelis Umum menyetujui permintaan Libya untuk mengakreditasi utusan pemerintah sementara negara itu.
Langkah itu muncul setelah Amerika Serikat, Rusia, China, dan negara-negara Eropa semuanya mengakui otoritas baru.
Kyaw Moe Tun mengatakan kepada PBB pada Jumat (26/2/2021) bahwa dia berbicara untuk pemerintahan Suu Kyi dan meminta bantuan untuk membatalkan "kudeta militer ilegal dan inkonstitusional."
Pidato seperti itu berseberangan dengan mereka yang berkuasa di suatu negara dan jarang terjadi.
Anggota parlemen terpilih yang digulingkan dalam kudeta telah membentuk komite dan Kyaw Moe Tun mengatakan bahwa itu adalah "pemerintahan Myanmar yang sah dan terpilih dan harus diakui oleh komunitas internasional seperti itu."
Guterres telah berjanji untuk memobilisasi tekanan internasional "untuk memastikan bahwa kudeta ini gagal." (Antaranews)
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Myanmar Kembali Memanas, 2 Demonstran Tewas Ditembak Aparat, Belasan Orang Terluka, Penulis: Larasati Dyah Utami