Kudeta Myanmar
BERITA POPULER Kudeta MYANMAR: Dari Junta Militer Ancam Demonstran Sampai PBB Tuntut Myanmar
Berita tentang kudeta Myanmar juga banyak menjadi berita populer. Mari kita simak berita terbaru tentang kudeta Myanmar.
"Hari ini, saya menyerukan kepada militer Myanmar untuk segera menghentikan penindasan," katanya, berbicara dalam pesan video yang direkam sebelumnya pada pembukaan sesi ke-46 dewan yang berbasis di Jenewa itu.
"Bebaskan para tahanan. Akhiri kekerasan. Hormati hak asasi manusia, dan keinginan rakyat yang diungkapkan dalam pemilu baru-baru ini," ujarnya.
Dia tegaskan, "kudeta tidak memiliki tempat di dunia modern".
Hingga hari ini warga Myanmar masih melakukan aksi protes dan kampanye pembangkangan sipil besar-besaran dan sebagian besar berlangsung damai yang menuntut kembalinya pemimpin sipil yang digulingkan junta militer, Aung San Suu Kyi.
Sabtu pekan lalu (20/2/2021) menjadi hari paling mematikan sejak kudeta 1 Februari, dengan dua orang tewas setelah pasukan keamanan menembaki pengunjuk rasa di Mandalay dan seorang pria ketiga ditembak mati di Yangon.
Junta memperingatkan para demonstran agar tidak menghasut orang "ke jalur konfrontasi di mana mereka akan menderita kehilangan nyawa".
Namun para demonstran pada Senin (22/2/2021) tidak terpengaruh oleh peringatan militer itu, dengan puluhan ribu pengunjuk rasa di Yangon, pusat kota dan komersial, mereka tetap menggelar aksi protes terbesar di Myanmar.
Guterres juga mengutuk "tindakan kekerasan mematikan" yang dilakukan militer pada Sabtu (20/2/2021).
"Penggunaan kekerasan mematikan, intimidasi dan penindasan terhadap demonstran damai tidak dapat diterima," tegas Guterres dalam sebuah tweetnya pada Minggu (21/2/2021).
Kementerian luar negeri Myanmar ‘memukul balik’, menuduh PBB dan sejumlah negara asing melakukan "campur tangan " dalam urusan internalnya.
Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada telah mengeluarkan sanksi terhadap para jenderal terkemuka Myanmar.
Bahkan sebelum kudeta, kepala angkatan darat Jenderal Min Aung Hlaing - yang sekarang memegang kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif - sedang menghadapi sanksi atas peran militernya dalam tindakan keras dan brutal terhadap Muslim Rohingya pada 2017.
Sejak pengambilalihan kekuasaan sipil oleh militer, sebanyak 640 orang telah ditahan, menurut kelompok pemantau, Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.
Di antara mereka yang ditaham adalah pekerja kereta api, pegawai negeri sipil dan staf bank, yang telah meninggalkan pekerjaan mereka untuk melakukan aksi mogok kerja sebagai bagian dari kampanye anti-kudeta.
"Kita melihat rusaknya demokrasi, penggunaan kekerasan brutal, penangkapan sewenang-wenang, represi dalam semua manifestasinya. Pembatasan ruang kewarganegaraan," ujar Guterres.