Jusuf Kalla: Buzzer Tidak Berargumentasi, Hantam Kromo Saja, Asal Berbeda dan Bikin Riuh

JK berpendapat, bila para buzzer menyampaikan argumentasi yang baik, tentu hasilnya akan baik bagi demokrasi.

Mata Najwa
Jusuf Kalla menilai kehadiran buzzer berdampak negatif bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai kehadiran buzzer berdampak negatif bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.

Musababnya, banyak buzzer cenderung sekadar menyampaikan olok-olok atau fitnah yang bertujuan membunuh karakter seseorang.

"(Kehadiran buzzer apakah positif bagi demokrasi?) Ya pasti tidak."

Baca juga: DAFTAR Terbaru 44 Zona Merah Covid-19 di Indonesia: Jawa Tengah Masih Dominan, Jakarta Ada 5

"Lebih banyak dia itu tidak berargumentasi, hantam kromo saja, mau fitnah, hantam pribadi, padahal bukan soalnya," ujar JK dalam tayangan Kompas TV bertajuk 'Ketika Jokowi Minta Dikritik,'" Rabu (17/2/2021).

JK berpendapat, bila para buzzer menyampaikan argumentasi yang baik, tentu hasilnya akan baik bagi demokrasi.

Namun yang terjadi, para buzzer justru asal membuat gaduh dan riuh ruang-ruang publik.

Baca juga: LIVE Streaming Misa Rabu Abu 2021 di Keuskupan Agung Jakarta, Tahun Ini Ditabur Tak Dioles

"Kalau berargumentasi dia (buzzer) dengan baik, bagus."

"Sekarang masalahnya asal berbeda, asal bikin riuh, tanpa argumentasi, kadang-kadang begitu," papar JK.

JK menjelaskan, aksi para buzzer membunuh karakter seseorang menggunakan fitnah atau bully yang dilontarkan melalui media sosial, membuat banyak orang jadi takut menyampaikan kritik kepada pemerintah.

Baca juga: Pesan Gembala Prapaskah 2021 dari Uskup Agung Jakarta: Wabah Ini Bukan Hukuman Allah

"Belum apa-apa sudah di-bully oleh buzzer. Dimaki-maki segala macam lah. Kalau sama-sama mengkritik dan alasannya apa, itu tidak apa."

"Tapi ini (buzzer) tanpa alasan, langsung saja dimaki-maki seperti itu," tutur JK.

Kendati demikian, katanya, ada juga yang takut menyampaikan kritik karena takut dipenjara.

Baca juga: DAFTAR Terbaru 15 Zona Hijau Covid-19 di Indonesia: Papua Terbanyak, Disusul Nias dan Maluku Utara

Selain itu, lanjut JK, ada juga yang enggan mengkritik pemerintah karena takut tidak mendapat jatah kursi jabatan.

"Ada juga yang takut tiba-tiba seperti Nainggolan, masuk penjara."

"Atau ada juga karena itu, karena masalah-masalah lain, misal takut jabatannya hilang atau tidak diberikan kesempatan," beber JK.

Perlu Aturan Detail 

Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid mengusulkan pemerintah dan DPR membuat aturan lebih detail, untuk menindak pendengung alias buzzer, yang berpotensi merusak kerukunan masyarakat.

Hal tersebut disampaikan Jazilul menyikapi persoalan Permadi Arya alias Abu Janda, yang diduga menyampaikan ujaran kebencian terkait suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA).

"Mungkin Kemenkominfo, saya mengajak melalui perisitiwa tadi (kasus Abu Janda), mengusulkan perubahan Undang-undang ITE."

Baca juga: Petugas Rutan KPK yang Dipukul Mantan Sekretaris MA Nurhadi Melapor ke Polsek Setiabudi

"Atau ada undang-undang yang memang secara gamblang meng-cover kriminal di bidang itu," ujar Jazilul di acara Polemik Trijaya, Jakarta, Sabtu (30/1/2021).

Menurutnya, UU 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) belum secara rinci mengatur persoalan ujaran kebencian di media sosial, karena kepentingannya transaksi elektronik.

"Dulu buzzer itu untuk dagangan, untuk marketing, sekarang buzzer masuk dunia politik."

Baca juga: KNPI Kembali Laporkan Abu Janda ke Bareskrim, Kali Ini karena Sebut Islam Arogan

"Dunia politik sangat dekat sekali dengan propaganda, fitnah, dan hoaks," tutur anggota Komisi III DPR itu.

"Oleh karena itu, peristiwa Abu Janda dan lainnya, coba kita buka kembali apakah undang-undang kita cukup untuk menindaklanjuti buzzer ini?"

"Karena setahu saya UU ITE tidak rinci untuk mengatakan itu," sambung Jazilul.

Natalius Pigai: Buzzer Banyak Dibenci

Mantan komisioner Komnas HAM Natalius Pigai mengatakan, banyak masyarakat tak menyukai buzzer.

Hal tersebut ia katakan usai bertemu Permadi Arya alias Abu Janda, yang kini tengah terjerat persoalan hukum lantaran diduga melakukan ujaran rasisme.

"Saya tidak menuduh atau langsung ke Pak Abu Janda."

Natalius Pigai Bertemu Abu Janda, Ini yang Ia Bicarakan

"Dengan kondisi itu bahwa rakyat tidak suka dengan buzzer," katanya dalam sambungan telepon dengan Tribunnews, Rabu (10/2/2021).

Terkait Abu Janda, Pigai menilai buzzer dicirikan melalui isi kontennya.

Diriya tak mau secara pribadi menyebut Abu Janda sebagai buzzer.

Sosok King Maker Tak Terungkap Hingga Pinangki Divonis, MAKI Ancam Praperadilan Jika KPK Tak Bongkar

"Kalau menyerang individu orang, itu biasanya buzzer."

"Dia sumbernya dari pribadi, tokoh politik, bussinesman. Tapi saya tidak menjawab Abu Janda," tambahnya.

Karena itu, menurutnya, siapa pun yang memelihara buzzer, sebaiknya jangan dipakai lagi.

Maheer At-Thuwailibi Meninggal di Rutan Bareskrim, Komnas HAM Bakal Minta Keterangan Polisi

"Semua buzzer yang dikelola oleh siapa pun banyak dibenci."

"Maka itu sebaiknya pemimpin tidak boleh memelihara buzzer, baik untuk kepentingan umum maupun pribadi," ucapnya. (Lusius Genik)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved