Aborsi Ilegal
Polda Metro Jaya Tangkap Pasutri Pelaku Aborsi Ilegal di Kota Bekasi
Subdit II Sumdaling Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menangkap pasangan suami istri pelaku aborsi ilegal, yakni ST dan ER.
Penulis: Budi Sam Law Malau | Editor: Valentino Verry
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Subdit II Sumdaling Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menangkap pasangan suami istri pelaku aborsi ilegal, yakni ST dan ER.
Keduanya dibekuk di rumahnya yang dijadikan tempat praktik aborsi ilegal di Kampung Cibitung RT 001 RW 05, Kelurahan Padurenan, Kecamatan Mustika Jaya, Kota Bekasi, pada 1 Februari 2021.
Selain itu, dibekuk pula RS, ibu pemilik janin yang sedang melakukan aborsi di rumah itu.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan sebelum membuka praktik aborsi ilegal di rumahnya, ER dan ST pernah membuka praktik di tempat lain, di daerah Bekasi.
"Ia mengaku membuka praktik aborsi ilegal di tempat lain di Bekasi pada September 2020, dan hanya sebulan. Selama itu ada 15 pasien aborsi yang datang, dan 12 diantaranya berhasil diaborsi," kata Yusri di Mapolda Metro Jaya, Rabu (10/2/2021).
Ia menjelaska ER, sang istri berperan melakukan praktik aborsi. Sementara suaminya ST berperan dalam pemasaran, penjemputan calon pasien dan penerima uang hasil aborsi. Saat dibekuk kata Yusri, ST diketahui memiliki senjata airsoftgun tanpa izin.
"ER dan ST ditangkap karena melakukan kegiatan aborsi yang tidak memiliki keahlian sesuai bidang kedokteran spesialis kandungan dan tidak memiliki izin," kata Yusri.
Tersangka ER kata Yusri nekat melakukan praktik aborsi, cuma berdasarkan pengalaman pernah bekerja di klinik aborsi di Tanjung Priok pada tahun 2000.
"Selama kurang lebih hampir 4 tahun, ER kerja di sana di bagian membersihkan bekas praktik aborsi," kata Yusri.
Menurut Yusri, dari pengakuan ER, ia baru membuka praktek aborsi ilegal 4 hari di rumahnya, dan sudah 5 kali melakukan praktek aborsi.
"Tersangka ER hanya berani melakukan aborsi terhadap janin berusia di bawah 8 minggu atau 2 bulan dengan tarif Rp 5 juta," kata Yusri.
Menurut Yusri, tarif yang diterima ER dari Rp 5 juta adalah sebesar Rp 2 juta, sedangkan calo aborsi menerima Rp 3 juta.
Karena perbuatannya kata Yusri para tersangka dijerat pasal 194 jo pasal 75 ayat (2) UU Nomor 36 tentang Kesehatan dan pasal 77A jo pasal 45A UU Nomor 35 tentang perubahan atas UU Nomor 35 tentang Perlindungan Anak.
"Yang ancaman hukumannya 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar," katanya.