Edhy Prabowo Ditangkap KPK

Edhy Prabowo Memohon Diizinkan Tatap Muka Bertemu Keluarga, Begini Jawaban KPK

KPK merespons permintaan eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang tidak bisa menemui keluarganya.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengenakan rompi oranye usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (25/11/2020). KPK menahan Edhy Prabowo bersama enam orang lainnya, dalam kasus dugaan menerima hadiah atau janji terkait perizinan tambak usaha dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons permintaan eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang tidak bisa menemui keluarganya.

KPK menolak permintaan tersangka kasus dugaan suap izin ekspor benih bening lobster atau benur itu, untuk bertemu keluarga secara tatap muka.

Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, hal tersebut patut dilakukan demi mencegah penyebaran Covid-19 di lingkungan komisi anti-korupsi.

Baca juga: DPR Serahkan Surat Persetujuan Listyo Sebagai Kapolri kepada Jokowi, Dilantik Sebelum 30 Januari

"Perlu kami sampaikan tentu dalam situasi pandemi Covid-19 ini, kunjungan secara fisik telah dibatasi sejak Maret 2020 yang lalu," kata Ali lewat keterangan tertulis, Jumat (22/1/2021).

Ali mengatakan, kunjungan tahanan diganti dengan video call selama pandemi Covid-19.

Pihaknya khawatir penyebaran virus Covid-19 di dalam rutan tinggi, bila ada pertemuan secara langsung.

Baca juga: 82 Persen Tempat Tidur Terpakai, RS Darurat Wisma Atlet Minta Tambahan Tenaga Kesehatan

"Ini adalah bagian dari upaya untuk menjaga keselamatan dan kesehatan bersama."

"Baik itu para tahanan maupun penasihat hukum, petugas rutan, maupun pengawal tahanan," jelas Ali.

Ali menegaskan, kebijakan ini bukan untuk membatasi hak tahanan bertemu keluarga.

Baca juga: UPDATE Kasus Covid-19 Indonesia 22 Januari 2021: Pasien Positif Melonjak 13.632 Jadi 965.283 Orang

Semua pihak diminta memahami situasi saat ini.

"Kami tegaskan prinsipnya hak-hak dari para tersangka maupun para penahanan di tingkat penyelidikan maupun penyidikan, sama sekali tidak dibatasi oleh KPK," tutur Ali.

Sebelumnya, Edhy Prabowo meluapkan curahan hatinya usai menjalani pemeriksaan lanjutan, Kamis (21/1/2021).

Baca juga: Ususnya Luka, Maheer At-Thuwailibi Dirawat di RS Polri Kramat Jati

Edhy mengeluhkan mekanisme kunjungan tahanan secara daring yang ditetapkan KPK, selama pandemi Covid-19.

Ia meminta agar kunjungan keluarga secara tatap muka diizinkan.

"Kalau boleh untuk menguatkan ya, boleh dijenguk langsung dengan aturan Covid-19."

Baca juga: Haji Lulung Ajak Pemimpin Tobat Nasional, Katanya Bencana Akibat Ulah Manusia Berlaku Zalim

"Kan boleh pakai masker, swab," ucap Edhy di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

Edhy bahkan meminta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengizinkan kunjungan keluarga di rutan.

Sebab, selama dua bulan terakhir dirinya belum bertemu keluarga.

Baca juga: Tabur Bunga di Lokasi Kecelakaan SJ 182, Direktur Utama Sriwijaya Air: Saya Terpukul

"Dalam kesempatan ini kalau bisa mohon kepada pihak yang berwenang, kepada Menkumham, diberikan kesempatan perizinan kunjungan keluarga."

"Walaupun Covid saya tahu, kan Covid ada mekanisme," pintanya.

Edhy mengaku membutuhkan dukungan moral dari keluarga untuk menjalani proses hukum.

Baca juga: Tabur Bunga, Bibir Keluarga Korban SJ 182 Bergetar Sebut Nama Tuhan

Ia juga berharap dapat bertemu dengan pengacara secara langsung, untuk melakukan koordinasi.

"Sudah dua bulan bagi saya tidak mudah, saya butuh dukungan moral keluarga."

"Kalau bisa ya itu dijenguk langsung."

Baca juga: DAFTAR 49 Jenazah Korban SJ 182 Teridentifikasi, Hari Ini Tambah Dua

"Saya minta tolong walaupun terbatas enggak banyak-banyak."

"Satu dua orang termasuk ketemu lawyer saya, karena saya butuh koordinasi," ucapnya.

Edhy mengaku sudah menyampaikan permintaannya tersebut kepada penyidik.

Baca juga: Sudah Dirawat, Keluarga Kini Minta Maaher At-Thuwailibi Dipindahkan ke RS UMMI Bogor

"Sudah saya sampaikan, tapi belum surat."

"Saya sudah sampaikan lewat lawyer," akunya.

Diperpanjang

KPK memperpanjang masa penahanan Edhy Prabowo serta tiga tersangka lain, dalam kasus dugaan suap perizinan ekspor benih bening lobster alias benur.

Tiga tersangka lainnya adalah staf khusus Edhy, Safri; pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi; serta Ainul Faqih yang merupakan staf istri Edhy, Iis Rosita Dewi.

Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri menerangkan, keempatnya diperpanjang masa penahanannya selama 30 hari ke depan.

Baca juga: Seperti Update Kasus Covid-19, Pemerintah Diminta Rutin Laporkan Progress Program Vaksinasi

Dengan demikian, keempat tersangka penerima suap dari eksportir benur inj bakal mendekam di sel tahanan masing-masing setidaknya hingga 22 Februari 2020.

"Untuk melengkapi berkas perkara di tingkat penyidikan, tim penyidik KPK memperpanjang masa penahanan tersangka EP (Edhy Prabowo)."

"SAF (Safri), SWD (Siswadi), dan AF (Ainul Faqih) masing-masing selama 30 hari, berdasarkan penetapan pertama Ketua PN Jakarta Pusat."

Baca juga: Hasil Sensus, Penduduk Indonesia Melonjak Jadi 270,2 Juta Jiwa, Jawa Barat Paling Padat

"Terhitung sejak 24 Januari sampai dengan 22 Februari 2021 di Rutan Merah Putih KPK," terang Ali.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan total tujuh tersangka.

Enam orang sebagai penerima suap yakni eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misanta.

Baca juga: Sudah Lebih dari 100 Ribu, Vaksinasi Covid-19 untuk Tenaga Kesehatan Ditargetkan Rampung Bulan Depan

Lalu, sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin; Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi; dan staf istri Menteri KP, Ainul Faqih.

Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.

Baca juga: Ini Dosis dan Rentang Waktu Penyuntikan Vaksin Covid-19 Berdasarkan Merek

Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam kasusnya, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT ACK bila ingin melakukan ekspor.

Salah satunya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.

Baca juga: Tertinggi Sejak Maret 2020, Kasus Covid-19 di Jakarta Hari Ini Tembus 3.792

Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.

PT ACK diduga memonopoli bisnis kargo ekspor benur atas restu Edhy Prabowo dengan tarif Rp 1.800 per ekor.

Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri.

Baca juga: UPDATE Kasus Covid-19 di Kota Bekasi 22 Januari 2021: 20.304 Positif, 18.192 Sembuh, 331 Orang Wafat

Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.

Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosyati Dewi, untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020.

Sekitar Rp 750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.

Baca juga: Kapolda Metro Jaya Tak Masuk Bursa Calon Kabareskrim, IPW: Bukan Tim Sukses Listyo

Edhy diduga menerima uang Rp 3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya.

Ia juga diduga pernah menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap.

Ada pun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp 9,8 miliar. (Ilham Rian Pratama)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved