Virus Corona
Pandemi Covid-19 di Indonesia Masuki Tahap Kritis pada 6 Bulan Pertama 2021, Ini Alasannya
Semakin banyak orang positif Covid-19 di tengah masyarakat, mengakibatkan orang usia lanjut dan komorbid semakin terancam jiwanya.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Dicky Budiman, epidemiolog Universitas Griffith Australia menilai, 6 bulan pertama 2021, kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia memasuki masa kritis.
Hal itu didasari dengan meningkatnya kasus positif dan angka kematian karena Covid-19.
"Saat ini dan dalam 3-6 bulan ke depan memasuki masa kritis," ujarnya melalui pesan singkat, Sabtu (2/2/2021).
Baca juga: Jual Motor di Facebook Lalu COD dengan Korban, Begal Bercelurit Diciduk Polisi di Serang Baru Bekasi
Merespons hal itu, ia mengatakan pemerintah perlu lebih aktif melakukan 3T (testing-tracing-treatment).
Serta masyarakat harus 5M (membatasi mobilitas, menjauhi kerumunan/keramaian, mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak).
"5M dan 3T ini akan menentukan arah dan pola pandemi di Indonesia," tuturnya.
Baca juga: Program Vaksinasi Covid-19 Bakal Berlangsung Lebih dari Setahun, 3M Tetap Wajib Dijalankan
Peneliti yang tinggal di Brisbane ini menambahkan, semakin banyak orang positif Covid-19 di tengah masyarakat, mengakibatkan orang usia lanjut dan komorbid semakin terancam jiwanya.
"Lalu hunian RS yang penuh, belum tentu mereka bisa terselamatkan."
"Inilah yang akan meningkatkan angka kematian di Indonesia," papar Dicky.
Baca juga: UPDATE Kasus Covid-19 di Indonesia 31 Desember 2020: Tambah 8.074, Pasien Positif Jadi 743.198 Orang
Selain itu, pasien Covid-19 yang tidak bergejala, menurut riset terbukti 50% di antaranya memiliki kerusakan organ, dan potensi masalah kesehatan jangka panjang.
"Untuk itu perlu pemahaman dan kerja sama dari seluruh masyarakat harus masuk ke 5 M."
"Kita tidak boleh egois, kita tidak boleh merasa baik-baik saja."
"Meski kita bisa merasa sehat tapi bisa jadi kita lah yang menyebabkan kematian saudara, keluarga atau sahabat kita, karena kelalaian kita dalam menerapkan protokol kesehatan," tuturnya
Vaksin Bukan Solusi Ajaib
Sejumlah pemahaman keliru terkait vaksinasi masih sering terjadi di masyarakat.
Peneliti pandemi sekaligus epidemiolog Dicky Budiman mengingatkan, vaksin bukanlah solusi ajaib dalam mengakhiri pandemi Covid-19.
Vaksin hanyalah salah satu cara untuk membangun kekebalan individual dan perlindungan masyarakat.
Baca juga: Batal Gugat Pemerintah ke PTUN, FPI Anggap SKB Kotoran Peradaban
"Harus diketahui, tidak ada vaksin yang sempurna memberi perlindungan."
"Sebagian kecil penerima vaksin masih memungkinkan untuk tertular Covid-19."
"Hanya saja diharapkan dampaknya tidak terlalu parah," paparnya lewat keterangan yang diterima Tribunnews, Sabtu (2/2/2021).
Baca juga: Jalan Sudirman-Thamrin dan Medan Merdeka Ditutup Mulai Pukul 20.00 WIB, 125 Polantas Dikerahkan
Dicky memaparkan, sejauh ini tidak ada pandemi yang selesai dengan vaksin.
Contohnya cacar, walau vaksin ada, penyelesaian penyakit tersebut memerlukan waktu 200 tahun. Begitu juga polio baru selesai dalam 50 tahun.
"Sehingga program vaksinasi untik seluruh masyarakat mungkin butuh waktu 12 bulan atau lebih."
Baca juga: GP Ansor Ajak Bekas Anggota FPI Lanjutkan Perjuangan dengan Bergabung ke Ormas Islam Moderat
"Dan meski telah menerima vaksinasi, kewajiban 5M tetap harus dilakukan."
"Karena akan tetap ada sebagian masyarakat yang tidak terproteksi akibat kondisi kesehatan dan keterbatasan dari vaksin itu sendiri," jelas Dicky.
Dicky melanjutkan, keberhasilan vaksinasi lebih mudah terjadi pada kondisi kurva pandemi yang sudah melandai.
Baca juga: Front Perjuangan Islam Muncul Usai Pemerintah Larang FPI, Begini Respons Polri
"Fakta yang terjadi di Indonesia kurvanya masih terus naik."
"Dikhawatirkan menjadi tidak efektif atau butuh waktu lebih lama untuk menciptakan herd immunity," bebernya.
Berikut ini sebaran kasus Covid-19 di Indonesia per 1 Januari 2021, dikutip Wartakotalive dari laman covid19.go.id:
DKI JAKARTA
Jumlah Kasus: 185.691 (24.7%)
JAWA BARAT
Jumlah Kasus: 85.083 (11.3%)
JAWA TIMUR
Jumlah Kasus: 85.039 (11.3%)
JAWA TENGAH
Jumlah Kasus: 82.613 (11.0%)
SULAWESI SELATAN
Jumlah Kasus: 31.597 (4.2%)
KALIMANTAN TIMUR
Jumlah Kasus: 27.374 (3.6%)
RIAU
Jumlah Kasus: 25.113 (3.3%)
SUMATERA BARAT
Jumlah Kasus: 23.611 (3.1%)
BANTEN
Jumlah Kasus: 18.457 (2.5%)
SUMATERA UTARA
Jumlah Kasus: 18.233 (2.4%)
BALI
Jumlah Kasus: 17.694 (2.4%)
KALIMANTAN SELATAN
Jumlah Kasus: 15402 (2.1%)
PAPUA
Jumlah Kasus: 13.227 (1.8%)
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Jumlah Kasus: 12.388 (1.6%)
SUMATERA SELATAN
Jumlah Kasus: 11.900 (1.6%)
KALIMANTAN TENGAH
Jumlah Kasus: 9.835 (1.3%)
SULAWESI UTARA
Jumlah Kasus: 9.724 (1.3%)
ACEH
Jumlah Kasus: 8.753 (1.2%)
SULAWESI TENGGARA
Jumlah Kasus: 7.986 (1.1%)
KEPULAUAN RIAU
Jumlah Kasus: 7.014 (0.9%)
LAMPUNG
Jumlah Kasus: 6.356 (0.8%)
PAPUA BARAT
Jumlah Kasus: 5.995 (0.8%)
MALUKU
Jumlah Kasus: 5.754 (0.8%)
NUSA TENGGARA BARAT
Jumlah Kasus: 5.724 (0.8%)
GORONTALO
Jumlah Kasus: 3.866 (0.5%)
KALIMANTAN UTARA
Jumlah Kasus: 3.829 (0.5%)
BENGKULU
Jumlah Kasus: 3.671 (0.5%)
SULAWESI TENGAH
Jumlah Kasus: 3.617 (0.5%)
JAMBI
Jumlah Kasus: 3.263 (0.4%)
KALIMANTAN BARAT
Jumlah Kasus: 3.136 (0.4%)
MALUKU UTARA
Jumlah Kasus: 2.773 (0.4%)
KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
Jumlah Kasus: 2.417 (0.3%)
NUSA TENGGARA TIMUR
Jumlah Kasus: 2.181 (0.3%)
SULAWESI BARAT
Jumlah Kasus: 1.954 (0.3%). (Rina Ayu)