Tsunami Aceh
Hari Ini 26 Desember 2020 Tsunami Aceh 16 Tahun Lalu dengan Korban Jiwa Lebih dari 170.000 Orang
Tanggal 26 Desember 2004 menjadi tragedi bencana alam yang paling membekas dalam ingatan masyarakat Aceh.
Perjalanan sekitar empat jam la tempuh setiap hari. Sudah lima hari ia bolak-balik Banda Aceh-Sigli.
Nazar mencari emaknya dan adik-adiknya. Nazar tidak menyebutkan emak dan adik adiknya tinggal di mana.
Ketika ditanya ia kadang-kadang bengong.
"Gak tau,” jawabnyaya pendek ketika di mana mereka tinggal.
Nazar mengaku tidak sendirian. Ia selalu setiap hari datang bersama empat tetangganya yang juga sama-sama cari keluarganya dengan mengendarai dua sepeda motor.
Baca juga: Pelatih Liverpool Jurgen Klopp Mengatakan Kami Tidak Memikirkan Gelar Saat Ini
"Saya pingin melihat mereka. Siapa tahu lewat sini,” tuturnya.
Nazar dan teman-temannya memang tidak nongkrong seharian di depan Masjid Raya.
Sesekali pergi ke bekas banjir dan reruntuhan.
Tapi waktu yang paling banyak adalah dihabiskan untuk menunggu di depan Masjid Raya.
Mereka sangat berharap dapat berjumpa sanak keluarganya yang hilang di depan Masjid Raya.
Mereka harap orang yang di cari lewat di jalan depan masjid.
Banyak hal-hal nyeleneh yang dilakukan orang yang menanti sanak saudara di depan masjid tersebut.
Baca juga: CEK Jadwal SIM Keliling Jakarta Hari Ini Sabtu 26 Desember 2020, Layanan Samsat Keliling Libur
Seperti yang dilaku Sapi'i (50). Anaknya tinggal di Sabang sekarang belum diketahui nasibnya.
Ia tidak pergi ke Sabang untuk mencarinya, tapi justru ia datang depan masjid untuk menunggu anaknya.
"Ongkos kesanan Sampai Rp 75 ribu, saya tidak ada uang. Kalau ke sini hanya lima ribu. Saya datang sini saja, siapa tahu dia lewat di sini," ujarnya ketika kenapa tidak mencari anaknya ke Sabang.
Sapi’i sudah dua hari menunggu anaknya di depan Raya.(Arsip Serambi Indonesia/Serambinews.com/Agus Ramadhan)
Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul Tsunami Aceh 2004 | Penantian Seorang Ayah di Depan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Penulis: Agus Ramadhan