Kasus Rizieq Shihab

Komnas HAM Mulai Beraksi di Kasus Enam Laskar FPI Ditembak, Ternyata Fungsinya Ini

Komnas HAM Mulai Beraksi di Kasus Enam Laskar FPI Ditembak, Ternyata Fungsinya Ini. Simak selengkapnya dalam berita ini.

Tangkap Layar komnasham.go.id
Komnas HAM mulai beraksi dalam kasus enam laskar FPI ditembak polisi. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Komnas HAM mulai beraksi dalam kasus enam laskar FPI ditembak polisi?

Update terbaru kasus FPI ditembak adalah  Komnas HAM dijadwalkan memeriksa Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran, Senin (14/12/2020). 

Pemeriksaan dilakukan terkait kasus enam laskar FPI tewas ditembak polisi. 

Lalu apa tujuannya memeriksa Kapolda Metro Jaya Fadil Imran?

Hal itu akan terjawab jika kita mengetahui profil Komnas HAM, terutama fungsi dan tujuan dari Komnas HAM. 

Baca juga: Komnas HAM Periksa Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran, Bisakah Komnas HAM Melakukan Penyidikan?

Inilah profil Komnas HAM lengkap seperti dilansir komnasham.go.id : 

FUNGSI KOMNAS HAM

Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.

Hal ini disebutkan di Pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

LANDASAN HUKUM

Pada awalnya, Komnas HAM didirikan dengan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Sejak 1999 keberadaan Komnas HAM didasarkan pada Undang-undang, yakni Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 yang juga menetapkan keberadaan, tujuan, fungsi, keanggotaan, asas, kelengkapan serta tugas dan wewenang Komnas HAM.

Disamping kewenangan tersebut, menurut UU No. 39 Tahun 1999, Komnas HAM juga berwenang melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat dengan dikeluarkannya UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Berdasarkan Undang-undang No. 26/2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Komnas HAM adalah lembaga yang berwenang menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia yang berat.

Dalam melakukan penyelidikan ini Komnas HAM dapat membentuk tim ad hoc yang terdiri atas Komisi Hak Asasi Manusia dan unsur masyarakat.

Baca juga: KOMNAS HAM Senin Ini Panggil Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran Terkait Penembakan 6 Laskar FPI

Komnas HAM berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, mendapatkan tambahan kewenangan berupa pengawasan.

Pengawasan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Komnas HAM dengan maksud untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah yang dilakukan secara berkala atau insidentil dengan cara memantau, mencari fakta, menilai guna mencari dan menemukan ada tidaknya diskriminasi ras dan etnis yang ditindaklanjuti dengan rekomendasi.

Sejak didirikan pada 1993, Komnas HAM telah mengalami enam kali periodisasi keanggotaan, yaitu 1993-1998, 1998-2002, 2002-2007, 2007-2012, 2012-2017, dan 2017-2022.

TUJUAN

Di dalam Pasal 75 Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, disebutkan bahwa tujuan dari Komnas HAM adalah:

Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.

Baca juga: Prakiraan Cuaca Jabodetabek Senin 14 Desember 2020 Jakarta Hujan Pagi, Bodetabek Hujan pada Siang

ALAT KELENGKAPAN LEMBAGA

Alat kelengkapan Komnas HAM terdiri atas Sidang Paripurna dan Subkomisi. Disamping itu, Komnas HAM mempunyai Sekretariat Jenderal sebagai unsur pelayanan.

SIDANG PARIPURNA

Sidang Paripurna adalah pemegang kekuasaan tertinggi di Komnas HAM, yang terdiri atas seluruh anggota Komnas HAM. Sidang Paripurna menetapkan Tata Tertib, Program Kerja dan Mekanisme Kerja Komnas HAM.

SUB KOMISI

Pada periode keanggotaan 2017-2022, Sub-komisi Komnas HAM terdiri atas:
Subkomisi Pemajuan HAM, yang terdiri atas fungsi Pengkajian dan Penelitian dan fungsi Penyuluhan,

Subkomisi Penegakan HAM, yang terdiri atas fungsi pemantauan/penyelidikan dan fungsi mediasi.

Baca juga: Prakiraan Cuaca Jabodetabek Senin 14 Desember 2020 Jakarta Hujan Pagi, Bodetabek Hujan pada Siang

INSTRUMEN HAK ASASI MANUSIA

Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang guna mencapai tujuannya Komnas HAM menggunakan sebagai acuan intrumen-instrumen yang berkaitan dengan HAM, baik nasional maupun internasional.

Instrumen Nasional :

  • UUD 1945 beserta amandemenya;
  • Tap MPR No. XVII/MPR/1998;
  • UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
  • UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM;
  • UU No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis;
  • UU No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial;
  • Peraturan perundang-undangan nasional lainnya yang terkait.

Instrumen Internasional :

  • Piagam PBB 1945;
  • Deklarasi Universal HAM 1948;
  • Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik;
  • Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya;
  • Instrumen HAM internasional lainnya.

BISAKAH KOMNAS HAM MELAKUKAN PENYIDIKAN

Jawabannya adalah Komnas HAM belum memiliki kewenangan menyidik. 

Baca juga: Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran Gertak Ormas Sombong

Bahkan tahun 2019, Komnas HAM pernah mengeluarkan statemen untuk meminta kewenangan menyidik. 

Dilansir dari komnasham.go.id, Komnas HAM meminta penundaan pengesahan draft  Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pindana (RKUHP) karena terdapat isu-isu krusial yang perlu diperhatikan oleh panitia kerja dan tim perumusan RKUHP, kata Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Choirul Anam dalam Diskusi Publik Rancangan Undang-undang KUHP, pada Selasa (3/9/2019).

Salah isu yang dimaksud adalah terkait tindak pidana khusus dalam RKUHP, khususnya mengenai pengaturan tindakan-tindakan yang dapat digolongkan dalam kejahatan luar biasa atau pelanggaran HAM berat. Menurut Anam, pelanggaran HAM berat seharusnya tidak diatur dalam RKUHP.

“Komnas memiliki kepentingan yang sangat besar terkait pidana khusus, khususnya mengenai pengaturan pelanggaran HAM yang berat dalam RKUHP. Kami mengharapkan agar materi ini tidak diatur dalam RKUHP,” tegasnya. 

Baca juga: Viral Video Sejumlah Pemuda Nekat Mengadang Truk Lalu Minta Uang di Cengkareng, ini Kata Polisi

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana untuk menjadwalkan pengesahan draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pindana (RKUHP), dalam Rapat Paripurna DPR RI yang akan diselenggarakan pada 24 September 2019 mendatang. 

Perlu disampaikan bahwa terkait penanganan kasus-kasus yang tergolong Pelanggaran HAM yang Berat dan Pelanggaran HAM masa lalu, tidak terdapat masa kadaluarsa.

Rencana dimasukannya tindak pidana khusus ke dalam draf RKUHP berpotensi melemahkan kewenangan Komnas HAM sebagai lembaga yang memiliki kewenangan penyelidikan sebagaimana UU No.26/2000 tentang Pengadilan HAM.

Selain itu, tindak pidana umum dan tindak pidana khusus pun memiliki prinsip yang menyimpang, meliputi sifat pemberlakuan, hukum acara, masa penuntutan dan eksekusi, serta sifat kejahatannya. 

“Dalam konteks pelanggaran HAM yang berat, asas-asas dan doktrin hak asasi manusia nanti akan menjadi kontradiksi. Terutama dalam konteks pelanggaran HAM yang berat tidak mengenal istilah kadaluarsa.  Sedangkan RKUHP justru  mempertegas masa kadaluarsa,” ungkap Anam.

Baca juga: KOMNAS HAM Senin Ini Panggil Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran Terkait Penembakan 6 Laskar FPI

Lebih lanjut, Anam menuturkan bahwa keberadaan RKUHP ini akan menimbulkan kesulitan bagi pihak penegak hukum untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang berat.

Selain itu, ia juga mengutarakan bahwa salah satu undang-undang yang menjadi mandat Komnas HAM, yaitu UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, untuk segera direvisi. 

“Dampaknya memang akan menyulitkan pihak penegak hukum dalam penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat. Terlebih dengan konsep yuridiksi dan asas-asas yang dibangun dalam RKUHP, sesungguhnya akan membuka celah dan peluang semakin kaburnya penanganan kasus-kasus  pelanggaran HAM yang berat. Langkah yang paling bijak adalah mengeluarkan materi penanganan pelanggaran HAM yang berat dari RKUHP dan merevisi undang-undang 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,” Papar Anam.

Sejumlah materi yang menurut Anam perlu direvisi pada UU No.26 Tahun 2000 antara lain mengganti definisi penganiayaan menjadi persekusi, lalu menambah kewenangan yang dimiliki Komnas HAM dalam menangani kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat.

“Idealnya, Komnas HAM memiliki kewenangan sebagai penyidik dan penuntut. Revisi Undang-undang No 26 tahun 2000 menjadi penting untuk dibicarakan karena memberikan kewenangan kepada Komnas HAM untuk melakukan penyidikan, menegaskan peran Komnas HAM sebagai satu-satunya lembaga negara yang mempunyai kewenangan menyatakan pelanggaran HAM yang berat, menguraikan beberapa doktrin dalam prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam penanganan kasus. Semisal, pembuktian perintah komando, dalam kasus pidana, pembuktiannya harus hitam di atas putih, sedangkan dalam konteks hak asasi manusia, hal itu tidak diperlukan ,” paparnya. 

Baca juga: Viral Video Sejumlah Pemuda Nekat Mengadang Truk Lalu Minta Uang di Cengkareng, ini Kata Polisi

Sebagai penutup, Anam menjelaskan mengenai penanganan pelanggaran HAM masa lalu yang tertahan cukup lama di Kejaksaan Agung. “Terkait kasus-kasus yang macet di Kejaksaan Agung, dan terjadi di bawah tahun 2000, bisa diberlakukan diskresi seperti mengeluarkan Perppu agar Komnas HAM menjadi Penyidik pada kasus-kasus tersebut. Agar ada percepatan. Kalau tidak, kasus ini akan terus macet, dan tidak beranjak kemana-mana,” pungkasnya. 

Sumber. KLIK DI SINI

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved