Tak Tanggung-tanggung, Pendukung Trump Bawa Pistol, Protes Penghitungan Suara KPU

Beberapa orang di antara massa tersebut tampak ada yang menenteng senapan dan pistol. Sebagian di antara mereka meneriakkan "Hentikan pencurian!".

Editor: Mohamad Yusuf
dailymail/getty image
Donald Trump (foto pada hari Rabu) mengatakan AS sedang mencoba untuk menentukan apakah coronavirus pertama kali menyeberang ke manusia secara tidak sengaja selama percobaan dengan kelelawar di Wuhan, China. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) diwarnai dengan aksi unjuk rasa bahkan kerusuhan.

Tak hanya itu, para pendukung salah satu calon juga nekat membawa senapan dan pistol.

Hal itu dilakukan oleh massa pendukung calon presiden (capres) petahana Donald Trump.

Baca juga: Tampil Modis Bawa Tas Berinsial SYR, Syahrini Datangi Pengadilan Negeri Jaksel,ini yang Dilakukannya

Baca juga: Mensesneg Lakukan Kesalahan Tulis UU Ciptaker, Jokowi Mania: Lebih Bagus Mundur, Lebih Terhormat

Baca juga: Ini Dampaknya ke Indonesia jika Donald Trump atau Joe Biden yang Terpilih sebagai Presiden AS

Mereka menggelar aksi protes di luar gedung penghitungan suara (KPU) di Phoenix, Arizona, AS, pada Rabu (4/11/2020) malam waktu setempat.

Dilansir dari BBC melalui Kompas.com, mereka berkumpul setelah mendengar isu dan desas-desus yang tidak berdasar bahwa surat suara untuk Trump sengaja tidak dihitung.

Dikutip dari Reuters, beberapa orang di antara massa tersebut tampak ada yang menenteng senapan dan pistol.

Sebagian di antara mereka meneriakkan "Hentikan pencurian!", dan "Hitung suara saya".

Sebagian besar pengunjuk rasa tidak bermasker dan berdiri di depan Departemen Pemilihan Maricopa County di Phoenix, Arizona.

Di sisi lain, sejumlah media di AS melaporkan Arizona telah dimenangkan oleh capres Joe Biden.

Kemenangan untuk Biden di Arizona akan memberi Partai Demokrat 11 electoral voice (suara elektoral), jumlah suara yang cukup besar untuk dapat mengambil alih Gedung Putih.

Pada pilpres AS 2016, Arizona merupakan negara bagian yang dimenangkan Trump saat melawan Hillary Clinton.

Pada malam pemilihan, Fox News dan Associated Press menyebut Arizona dimenangkan oleh Biden, meskipun baru sekitar 70 persen surat suara yang telah dihitung.

Laporan itu lantas membuat marah Trump dan para pembantunya.

Beberapa dari sekitar 200 pengunjuk rasa, yang berhadapan oleh barisan sheriff daerah bersenjata.

Beberapa di antara massa tersebut mengatakan mereka keluar setelah membaca twit dari Mike Cernovich, seorang aktivis sayap kanan.

Chris Michael (40) dari Gilbert, Arizona, mengatakan dia datang untuk memastikan bahwa semua surat suara dihitung.

Dia menginginkan jaminan bahwa penghitungan dilakukan "secara etis dan legal."

Sebuah rumor menyebar di Facebook pada Selasa (3/11/2020) malam bahwa beberapa suara Maricopa tidak dihitung karena pemilih menggunakan pena Sharpie untuk menandai surat suara mereka.

Pejabat pemilihan lokal berkeras bahwa rumor tersebut tidak benar.

Dengan penghitungan yang masih berlangsung di beberapa negara, Trump menuduh Partai Demokrat mencoba mencuri pemilu dan mengajukan tuntutan hukum di beberapa negara bagian.

Adegan serupa terjadi pada Rabu sore di pusat kota Detroit, di mana pejabat pemilihan kota mencegah sekitar 30 orang yang merupakan simpatisan Partai Republik.

Mereka memasuki ruang penghitungan suara di tengah klaim yang tidak berdasar bahwa penghitungan suara itu telah dicurangi.

Rusuh di Portland

Sementara itu diberitakan, ratusan polisi negara bagian Oregon dan massa anti-Trump terlibat bentrok di Portland pada Rabu (4/11/2020), saat berlangsungnya pilpres AS (pemilihan presiden Amerika Serikat).

Massa melempari kaca jendela toko-toko dan memecahkannya, lalu Gubernur Oregon memanggil Garda Nasional untuk meredam kerusuhan.

Kantor Sheriff Multnomah mengumumkan adanya kerusuhan dan menangkap setidaknya sembilan orang.

Ia menyebut kekerasan meluas di pusat kota, dan memperingatkan pihaknya bisa saja mengerahkan pasukan bersenjata dan menembakkan gas air mata.

Sementara itu reporter AFP di lokasi melaporkan, polisi bersenjata mendekati para demonstran tapi tidak ada bentrok.

Baca juga: Meski Pilpres AS Lakukan Pemungutan Suara, tapi Pemenang Ditentukan oleh Electoral College, Apa Itu?

Baca juga: Video Umumkan Tanggal Kembali ke Indonesia, Habib Rizieq: Saya Pulang tak Sembunyi-sembunyi

Baca juga: Salah Ketik Draf UU Cipta Kerja, Pejabat Kemensesneg Diberikan Sanksi

Massa sebelumnya berunjuk rasa secara damai di taman pusat kota, dihadiri oleh koalisi kelompok sayap kiri anti-kapitalis yang berorasi disertai musik.

"Pertemuan massal di pusat kota Portland masih rusuh. Tinggalkan daerah itu sekarang," tulis kantor sheriff di Twitter sebelum pukul 20.30.

Sebelumnya dikatakan bahwa aparat keamanan menjadi sasaran pelemparan benda-benda seperti botol kaca.

"Demi keselamatan publik, Gubernur Kate Brown melalui nasihat United Command, telah mengaktifkan Garda Nasional Oregon untuk membantu penegakan hukum setempat," lanjutnya.

Portland menjadi tempat bentrokan beberapa bulan terakhir, antara polisi dengan massa yang marah atas pembunuhan orang-orang Afro-Amerika oleh aparat keamanan.

Massa yang berkumpul di tepi sungai Portland bersumpah untuk "mengawal hasil" pilpres AS, dengan membentangkan spanduk bertuliskan "Hitung Setiap Suara" dan "Pemilihan Selesai. Pertarungan Berlanjut".

"Kami ingin Trump lengser, itu fokus utamanya," kata seorang pimpinan demo dengan suara lantang.

Di sisi lain, sejumlah demonstran membawa senjata api termasuk senapan, dan spanduk anti-rasialisme dan anti-imperialisme yang bergambar senapan dan bertuliskan "Kami Tidak Mau Biden. Kami Ingin Balas Dendam".

Toko-toko tutup duluan

Sebelumnya diberitakan, sejumlah pemilik bisnis di Amerika Serikat menutup jendela-jendela dengan papan dan bersiap kemungkinan terjadinya kerusuhan pasca pemilu.

Ritel Saks 5th Avenue dan Nordstrom, serta jaringan farmasi CVS termasuk toko-toko yang mengambil tindakan jaga-jaga dengan menutup jendela kaca dengan papan.

Walmart mengatakan pekan lalu mereka untuk sementara menurunkan senjata dan amunisi dari tempat pajangan di ribuan jaringan supermarket itu di Amerika Serikat.

Walmart mengatakan khawatir terjadinya kerusuhan. Sehari kemudian, mereka mencabut keputusan itu.

Polisi di Rodeo Drive, Los Angeles, pertokoan terkenal di Berverly Hills, California, ditutup pada Selasa (03/11).

Untuk menjadi presiden terpilih, seorang calon harus memenangkan paling sedikit 270 suara elektoral dalam sistem yang disebut electoral college.

Setiap negara bagian di AS diberi jatah suara tertentu berdasarkan jumlah penduduk. Secara total ada 538 suara untuk diperebutkan.

Sistem ini memungkinkan seorang calon menang dalam perolehan suara secara nasional, seperti Hillary Clinton pada 2016 - namun kalah dalam pemilu karena kalah dalam electoral college.

Pemilu pada 3 November ini diselenggarakan di tengah pandemi virus corona.

Sumber: Kompas.com/BBC

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Bawa Senapan dan Pistol, Pendukung Trump Protes Hasil Perhitungan Suara di KPU

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved