Omnibus Law
Desak Judicial Review, Buruh Minta MK Soroti Lima Hal Ini Dalam Omnibus Law
Ambil Sikap Judicial Review, Buruh Minta MK Soroti Lima Hal Ini Dalam Omnibus Law. Simak Selengkapnya
Penulis: Desy Selviany | Editor: Dwi Rizki
WARTAKOTALIVE.COM, GAMBIR - Buruh meminta hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dapat adil dalam melihat lima permasalahan buruh yang tertuang dalam Undang-undang Omnibus Law.
Hal itu diungkapkan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal sebelum memberikan berkas Judicial Review ke MK, Senin (2/11/2020).
Said meminta para hakim MK melihat dampak yang ditimbulkan UU Omnibus Law Cipta Kerja terhadap hak konstitusional buruh.
Pertama ialah dampak tidak adanya batasan kerja kontrak yang diatur dalam UU Omnibus Law.
"Batasan waktu kontrak dan periode kontrak yang dihapuskan dalam UU Ciptaker akan ada implikasi kontitusional pada warga negara," ujar Said ditemui depan Gedung MK, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (2/11/2020).
Baca juga: Ada Demo Buruh Penolakan Omnibus Law, Sejumlah Rute Transjakarta Direkayasa, Simak Selengkapnya
Sebab tidak adanya batasan waktu kontrak terhadap buruh maka akan memungkinkan pekerja dikontrak seumur hidupnya.
Sehingga pekerja tidak memiliki kesempatan untuk menjadi karyawan tetap.
Selain itu, buruh juga meminta hakim MK melihat poin UU Omnibus Law yang dianggap dapat mengurangi upah buruh.
Sebab dalam UU itu pemerintah hapuskan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK).
Baca juga: Hore, Anies Baswedan Akhirnya Naikan UMP DKI Jakarta Tahun 2021 Sebesar Rp 4,4 juta
Meskipun pemerintah menggantinya dengan UMK bersyarat namun hal itu dianggap tidak dapat melindungi buruh untuk mendapatkan hak-haknya.
"Tapi apakah adil perusahaan sendal jepit nilai upah minimunnya sama dengan upah minimum pabrik Toyota? atau Freeport? Jadi Ini yang kami minta MK memutuskan dengan seadil-adilnya," tegas Said.
Selain itu, buruh juga menyoroti UU Omnibus Law yang dapat merugikan buruh dalam hal jam kerja, outsourcing, dan Tenaga Kerja Asing (TKA).
Pihak buruh masih menunggu agar judicial review dapat diterima MK.
Sebab, sampai saat ini Presiden Jokowi belum tandatangani UU Omnibus Law sehingga para buruh belum mendapat nomor undang-undang tersebut.
(m24)