Bencana Alam
Kenangan Tujuh Petugas 10 Tahun Silam, Sepekan Sebelum Merapi Meletus Hingga Tewaskan Mbah Maridjan
Kenangan Tujuh Petugas 10 Tahun Silam, Sepekan Sebelum Merapi Meletus Hingga Tewaskan Mbah Maridjan
Subandriyo, mantan Kepala BPPTK Yogyakarta (sekarang BPPTKG Yogyakarta), kepada Tribun mengakui, keputusan mengirim tim di saat genting itu keputusan sangat berat.
Risikonya sangat tinggi.
Guna meminimalkan kegaduhan publik, tugas itu dilakukan sangat rahasia.
“Ini tantangan besar manajemen krisis. Hanya ada celah sempit, dengan risiko tinggi. Tetapi bila berhasil dilakukan, akan mengurangi risiko yang jauh lebih besar yaitu keselamatan masyarakat di lereng Merapi,” kata Subandriyo.
“Akhirnya saya bentuk tim untuk melakukan pengamatan langsung dan sampling gas vulkanik di puncak Gunung Merapi yang sedang bergolak. Tugas ini bersifat rahasia,” imbuhnya.
Menurut Subandriyo, hasil sampling gas oleh petugas yang dikirim pada 19 Oktober 2010 secara pasti memberi dasar kuat baginya untuk membuat rekomendasi, Merapi akan meletus seperti apa.

Merasakan getaran
Akhirnya, secara beriringan enam petugas Merapi dan seorang porter di kegelapan dini hari 19 Oktober 2010, meninggalkan New Selo, pintu utama pendakian jalur utara.
Menyisir jalan setapak, jalur para petani dan pencari rumput, mereka melangkah teratur melewati berbagai pos hingga menapaki puncak pagi harinya.
Tidak ada komunikasi terbuka sepanjang perjalanan ke puncak.
“Kita dilarang break-breakan,” kenang Triyono.
“Nanti bisa bocor misinya,” imbuhnya.
Di puncak, pagi hingga siang saat semua petugas menyelesaikan tugas masing-masing merasakan hal sama.
Puncak gunung kerap bergetar. Bahkan ada yang merasakan terguncang-guncang. Suhu permukaan kawah cenderung hangat.
Sementara suhu di bawah permukaan, di kedalaman 50 setimeter, terdeteksi alat pengukur sudah lebih dari 1.000 derajat Celcius.
Menjelang sore, semua petugas turun. Mereka membawa dokumentasi video, foto situasi puncak.