Korupsi KTP Elektronik

Jalani Sidang PK, Fredrich Yunadi Bakal Bawa Bukti Baru dan Hadirkan Dua Saksi Ahli

Fredrich Yunadi, terpidana kasus merintangi penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK).

Warta Kota/Henry Lopulalan
Terdakwa kasus perintangan penyidikan kasus korupsi KTP elektronik Fredrich Yunadi usai menjalani sidang pembacaan putusan hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Kamis (28/6). 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Fredrich Yunadi, terpidana kasus merintangi penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK).

Sidang dengan agenda permohonan PK itu digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Fredrich Yunadi merupakan mantan pengacara terpidana kasus kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) Setya Novanto.

Baca juga: Polri: Kami Tidak Menyasar KAMI, Kebetulan Para Pelaku Anggota Organisasi Tersebut

Dalam pengadilan tingkat pertama, Fredrich terbukti membantu Setnov untuk menghalang-halangi penyidikan KPK.

Rudy Marjono, kuasa hukum Fredrich Yunadi mengungkapkan, pihaknya tidak membacakan seluruh isi permohonan PK di hadapan majelis hakim dan jaksa penuntut umum (JPU).

Namun, permohonan PK tersebut dianggap dibacakan.

Baca juga: Besok Bareskrim Periksa Petinggi KAMI Ahmad Yani Terkait Ujaran Kebencian Anton Permana

"Agenda hari ini pembacaan permohonan PK, tapi karena tebal, kami anggap dibacakan dan termohon bersedia tidak keberatan untuk itu," kata Rudy di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (23/10/2020).

Rudy mengatakan, Fredrich ingin bebas dari jeratan hukum, sehingga akan membawa bukti baru atau novum dalam sidang pembuktian permohonan PK.

Kendati demikian, Rudy masih enggan membeberkan bukti baru atau novum sebagai syarat pengajuan PK.

Baca juga: Fadli Zon: Di Zaman Belanda Orang Beda Pandangan Politik Diperlakukan Sangat Sopan

"Tanggal 6 kita ada tahap pembuktian surat-surat, termasuk novum dan sebagainya."

"Baru itu dilanjut tanggal 13-nya kita mau menghadirkan ahli," beber Rudy.

Untuk menguatkan permohonan PK, ujar Rudy, pihaknya akan menghadirkan dua saksi ahli ke dalam persidangan.

Baca juga: UPDATE Kasus Covid-19 Indonesia 22 Oktober 2020: Pasien Sembuh Tembus 301.006 Orang, 377.541 Positif

Dia pun mengaku akan memenuhi semua persyaratan permohonan PK.

"Intinya apa yang jadi persyaratan PK kita penuhi," ucap Rudy.

Sebelumnya, Fredrich Yunadi mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Baca juga: Pemerintah Tak Ingin Vaksinasi Berefek Samping, Sertifikasi Vaksin Covid-19 dari BPOM Jadi Hal Wajib

Fredrich adalah terpidana kasus merintangi penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas Setya Novanto, dalam kasus korupsi proyek KTP-el.

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan pengacara itu, dan menggenapkan hukumannya menjadi 7,5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 8 bulan kurungan.

Baca juga: DAFTAR Terbaru 32 Zona Merah Covid-19 di Indonesia: Jakarta Sisa Dua, Aceh Paling Banyak

Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Takdir Suhan membenarkan hal tersebut. Pihaknya memastikan akan menghadiri persidangan.

"Kami akan menghadiri persidangannya, dijadwalkan pada Jumat (23/10/2020) lusa," ujar Takdir saat dikonfirmasi, Rabu (21/10/2020).

Sementara, Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, PK merupakan hak terpidana, oleh karenanya KPK menghormatinya.

Baca juga: Soal UU Cipta Kerja, Menaker: Jokowi Pilih Tinggalkan Legacy untuk Kita Semua, Bukan Cari Aman

"Tentu nanti Jaksa KPK juga akan memberikan pendapat terkait dalil dan alasan yang diajukan oleh pemohon PK, " katanya.

Ali berujar, putusan majelis hakim Tipikor tingkat pertama sampai dengan kasasi telah mempertimbangkan fakta-fakta dan alat bukti yang ada.

Sehingga, KPK meyakini tidak ada kekhilafan, kekeliruan yang nyata dan pertentangan dalam pertimbangan putusan tersebut.

Baca juga: Ini Peralatan yang Diminta Dibawa Pelajar untuk Demonstrasi Rusuh, dari Sarung Tangan Hingga Raket

"Kami berharap MA dapat mempertimbangkan harapan publik agar adanya putusan majelis hakim yang memberikan efek jera terhadap para pelaku korupsi," tutur Ali.

Fredrich sebagai pengacara mantan Ketua DPR Setya Novanto dinilai terbukti memberikan saran agar Setnov tidak perlu datang memenuhi panggilan penyidik KPK, dengan alasan untuk proses pemanggilan terhadap anggota DPR harus ada izin dari Presiden.

Ia juga melakukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi.

Tak Terima

Fredrich Yunadi, mantan kuasa hukum Setya Novanto, tidak terima divonis tujuh tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (28/6/2018).

Selain langsung mengajukan banding, Fredrich Yunadi juga menyatakan akan melaporkan tindakan majelis hakim yang menangani perkaranya ke Komisi Yudisial (KY) dan komisi III DPR.

Karena, ia nilai tidak independen dan hanya menjiplak perimbangan dari jaksa KPK.

"Tadi sudah dengar kan pertimbangan majelis hakim? Ternyata majelis pertimbangannya copy paste, nyontek dari jaksa," tutur Fredrich usai menjalani sidang vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Baca: Fredrich Yunadi Ternyata Belum Dibayar oleh Setya Novanto

"Saya bisa buktikan apa yang dibicarakan majelis hakim itu 100 persen (sama) dengan yang disampaikan jaksa, jadi cuma diganti saja pertimbangan majelis hakim."

"Itu pelanggaran, kami akan laporkan langsung ke KY," sambungnya.

Fredrich Yunadi juga mengaku telah memprediksi hakim akan lebih mengutamakan jaksa ketimbang dirinya.

Padahal, kata Fredrich, seharusnya majelis hakim berlaku adil dan bijaksana.

"Saya sudah prediksi, karena terus terang sejak sidang berlangsung, yang terjadi majelis hakim menjadi bagian dari KPK, karyawan KPK."

"Karena apa pun majelis hakim selalu bertanya, 'saya minta pertimbangan dulu dari jaksa'," papar Fredrich Yunadi.

Baca: Donna Agnesia Sedih Lihat Performa Lionel Messi di Piala Dunia 2018

Bahkan Fredrich Yunadi juga menyindir majelis hakim yang diketuai Saifuddin Zuhri itu.

Menurut Fredrich Yunadi, kelima hakim yang mengadili perkaranya sudah 'disetir' KPK.

"Padahal ini sidang siapa? Sidang ini punya pengadilan, bukan jaksa."

"Jaksa diperintah majelis hakim, tetapi ini kan kelihatannya majelis hakim diperintah jaksa."

"Ini hebatnya KPK, saya akui."

"Tidak ada instansi di republik ini yang lebih hebat dari KPK. karena betul-betul maha kuasa," paparnya.

Fredrich juga geram disebut tidak mendukung program pembasmian koruptor.

"Tadi dengar putusannya kan? Situ rekam kan? Saya dituduh katanya tidak mendukung program pembasmian koruptor."

"Berarti kan orang koruptor enggak boleh dibela."

"Itu kan pertimbangan dari oknum jaksa dan hakim," tutur Fredrich Yunadi usai menjalani sidang vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (28/6/2018).

Bahkan, Fredrich Yunadi juga berencana menggerakkan para advokat yang lain untuk tidak lagi membela para koruptor.

Menurutnya, masih banyak pekerjaan yang bisa dilakukan advokat selain membela koruptor.

Baca: Belanda Tak Ikut, Donna Agnesia Jagokan Argentina dan Belgia Juara Piala Dunia 2018

"‎Kerjaan kita masih banyak kok, tidak harus bela koruptor, emang bela koruptor kita dibayar gaji gede? Kagak," tegasnya.

"‎Koruptor itu justru uangnya kita paling takut, karena apa?"

"Karena nanti kita dijebak, kita dituduh ikut menikmati hasil korupsi lagi, kita paling takut," papar Fredrich Yunadi.

Fredrich Yunadi juga menyinggung soal Setya Novanto yang sempat menjadi kliennya di awal penyidikan kasus KTP elektronik.

Menurutnya, hingga kini jasanya belum dibayar oleh Setya Novanto.

‎"Makanya seperti Pak SN, apa saya dibayar? Belum. Bayar apa? Angin, janji, janji surga yang dibayar ke saya. Oke cukup," paparnya. (Ilham Rian Pratama)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved