Omnibus Law

Petinggi KAMI Diikat dan Dipertontonkan, Jimly Asshiddiqie dan Rizal Ramli Sayangkan Sikap Polri

Petinggi KAMI Diikat dan Dipertontonkan, Jimly Asshiddiqie dan Rizal Ramli Sayangkan Sikap Polri. Menurut keduanya perlakuan tersebut tidak pantas

Editor: Dwi Rizki
TRIBUNNEWS.COM/IGMAN IBRAHIM
Deklarator KAMI, Anton Permana (tengah), Jumhur Hidayat (kiri), dan Syahganda Nainggolan (kanan), saat rilis pengungkapan kasus di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (15/10/2020). 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Jumpa pers terkait penetapan tersangka sejumlah petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang digelar Bareskrim Polri pada Kamis (15/10/2020)  disesalkan banyak pihak.

Satu di antaranya akademisi sekaligus mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Jimly Asshiddiqie.

Lewat akun twitternya @JimlyAs pada Kamis (15/10/2020), Jimly kecewa dengan sikap Polri terhadap para petinggi KAMI.

Menurutnya, perlakuan yang diterima para Petinggi KAMI, di antaranya Jumhur Hidayat dan Syahganda Nainggolan sangat tidak pantas.

"Ditahan saja tdk pantas apalagi diborgol utk kepentingan disiarluaskan. Sbg pengayom warga, polisi hrsnya lebih bijaksana dlm menegakkan keadilan & kebenaran. Carilah orang jahat, bukan orang salah atau yg sekedar "salah".

Hal serupa juga disampaikan oleh Rizal Ramli lewat akun twitternya @RamliRizal pada Jumat (16/10/2020).

Menurutnya, keputusan untuk mengikat tangan dan mempertontonkan keduanya jauh dari citra Polri sebagai Polri sebagai pengayom masyarakat.

Sebab ditegaskannya, para Petinggi KAMI bukan pelaku kejahatan terorisme ataupun kasus korupsi.

"Kapolri, Mas Idham Azis mungkin maksudnya memborgol Jumhur, Syahganda dkk supaya ada effek jera. Tetapi itu tidak akan effektif dan merusak image Polri, ternyata hanya jadi alat kekuasaan — it’s to far off-side ! Mereka bukan terorist atau koruptor,"  tulis Rizal Ramli.

Kolonialis Lebih Humanis

Fadli Zon kecewa dengan perlakuan aparat Kepolisian terhadap sejumlah petingi KAMI yang diikat tangannya dan dipertontonkan kepada publik.

Petinggi KAMI tersebut, antara lain Jumhur Hidayat, Syahganda NainggolanKetua KAMI Medan Khairi Amri (KA) dan Anton Permana (AP).

Kemudian Novita Zahara S (NZ), Wahyu Rasasi Putri (WRP) Kingkin Anida (KA) dan Deddy Wahyudi (DW).

Mereka dipakaikan seragam tahanan berwarna orange dengan kedua tangan terikat kabel ties saat dipertontonkan kepada publik.

Hal tersebut diungkapkan Fadli Zon sangat tidak manusiawi dalam memperlakukan tahanan politik.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu pun membandingkan sikap aparat dalam pemerintahan Joko Widodo dengan Pemerintahan Belanda pada era Kolonial.

Pemerintahan  Belanda kala itu menurutnya lebih manusiawi dalam memperlakukan tahanan politik.

Hal tersebut dibuktikannya lewat sejumlah catatan terkait penahanan Soekarno, Bung Hatta hingga Syahrir.

Walau berstatus sebagai tahanan politik, hak kemanusiaan mereka tidak dilanggar.

Bahkan mereka diungkapkan Fadli Zon masih mendapatkan gaji bulanan. 

"Dulu kolonialis Belanda jauh lebih sopan n manusiawi memperlakukan tahanan politik. Lihat Bung Karno di Ende, Bengkulu n Bangka," tulis Fadli Zon lewat akun twitternya @fadlizon pada Kamis (15/10/2020).

"Bung Hatta n Syahrir memang lebih berat di Digul. Di Bandanaitra lebih longgar. Merka masih diperlakukan manusiawi bahkan diberi gaji bulanan," tambahnya.  

Tidak hanya itu, keputusan Pemerintah Jokowi yang membebaskan puluhan ribu narapidana pada awal April 2020 pun disoroti Fadli Zon.

Keputusan tersebut katanya sangat berbanding terbalik dengan sikap Pemerintah yang kini justru menangkap tokoh hingga ribuan pengunjuk rasa yang menolak Undang-undang (UU) Cipta Kerja.

Mereka yang ditangkap bahkan diketahui merupakan buruh, mahasiswa hingga para pelajar.

"Awal April 2020, Kemenkumham lepaskan 30.000-an napi dr penjara dg alasan Covid-19. Kini menangkapi tokoh2 dan ribuan demonstran buruh, mahasiswa n pelajar," tulis Fadli Zon.

Pahlawan Reformasi

Kekecewaan tidak hanya dilontarkan Fadli Zon, Politisi Partai Demokrat, Andi Arief pun mengiutarakan hal serupa.

Dirinya mengaku kecewa dengan penetapan status Jumhur Hidayat dan Syahganda Nainggolan sebagai tersangka kasus penghasutan serta ujaran kebencian terkait UU Cipta Kerja.

Lewat akun twitternya, Andi Arief mengaku sedih dengan hal tersebut.

Terlebih, mereka yang diketahui berjasa dalam memperjuangkan reformasi itu dipertontonkan layaknya seorang teroris.

Keduanya dihadirkan dalam jumpa pers di Bareskrim Polri bersama sejumlah petingi KAMI, antara lain Ketua KAMI Medan Khairi Amri (KA) dan Anton Permana (AP).

Kemudian Novita Zahara S (NZ), Wahyu Rasasi Putri (WRP) Kingkin Anida (KA) dan Deddy Wahyudi (DW).

Kedua tangan mereka diikat menggunakan kabel ties dengan posisi tanagn di depan.

Mereka pun mengenakan seragam tahanan berwarna orange ketika dipertontonkan oleh pihak Kepolisian.

Kekecewaan tersebut diungkapkan Abdi Arief lewat akun twitternya @AndiArief_ pada Kamis (15/10/2020).

Baca juga: Antisipasi Dampak Demo UU Cipta Kerja, Ini Perubahan Operasi Kereta Jarak Jauh

Dirinya sedih mengingat Jumhur dan Syahganda merupakan pahlawan pada masa reformasi.

Selain itu, kasus yang disangkakan keduanya dinilainya sangat tidak tepat.

"Saya sedih dan menangis melihat @syahganda dan @jumhurhidayat dkk dipertontonkan ke muka umum seperti teroris," tulis Andi Arief.

"Mereka berdua ada jasanya dalam perjuangan reformasi. UU ITE tidak tepat diperlakukan begitu, bahkan untuk kasusnya juga tidak tepat disangkakan," tambahnya.

Baca juga: Ada Demo Besar UU Cipta Kerja, 8 KA Jarak Jauh dari Stasiun Gambir Berhenti di Stasiun Jatinegara

Ahmad Muzani Prihatin

Serupa dengan Andi Arief, Wakil Ketua MPR Ahmad Muzani juga mengaku prihatin atas penangkapan Jumhur Hidayat dan Syahganda Nainggolan serta belasan anggota Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) dan Pelajar Islam Indonesia (PII) oleh pihak berwajib pada Rabu (14/10/2020). 

Sebab menurutnya, mereka merupakan aktivis yang menyuarakan aspirasi atas berbagai macam keprihatinan yang dirasakan rakyat.

"Saya pribadi merasa bahwa mereka yang ditangkap itu adalah kawan-kawan, saudara-saudara yang merupakan seorang aktivis sejati," ungkap Ahmad Muzani dalam siaran tertulis pada Rabu (14/10/2020).

"Mereka adalah sosok yang terus menerus menyuarakan berbagai macam keprihatinan terhadap apa yang dirasakan oleh rakyat saat ini," tegasnya. 

Baca juga: Ambulans yang Diserang Puluhan Aparat Kepolisian Ringsek, Begini Kondisinya

Oleh karena itu, dirinya berharap agar aparat Kepolisian tetap bersikap humanis dengan terus mengutamakan pendekatan persuasif kepada masyarakat, khususnya selama digelarnya aksi unjuk rasa. 

"Tujuannya agar aksi unjuk rasa dapat tetap terjaga," jelasnya.

Ahmad Muzani, juga menyatakan keprihatinan atas sejumlah aksi unjuk rasa di sejumlah wilayah Indonesia selama sepekan belakangan. 

Keprihatinan itu diungkapkan Ahmad Muzani merujuk makna yang terkandung dalam demonstrasi atau aksi unjuk rasa. 

Baca juga: Polisi Berondong Ambulans dengan Tembakan Gas Air Mata, Fadli Zon : Mirip di Israel

Aksi unjuk rasa, lanjutnya, senyatanya merupakan wadah rakyat dalam mengutarakan perasaan dan pendapat terkait kebijakan yang diterbitkan pemerintah.

Namun, momen yang sakral dan dilindungi oleh negara lewat Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum itu diungkapkan Ahmad Muzani justru dinodai dengan aksi kekerasan.

Oleh karena itu, dirinya berharap aksi unjuk rasa yang digelar masyarakat berjalan damai dan kondusif.

Sehingga aspirasi dapat tersampaikan tanpa merugikan orang lain.

"Keprihatinan ini tentu saja menjadi sesuatu yang penting, karena tujuan dari unjuk rasa itu adalah menyampaikan perasaan, agar perasaan tentang persoalan yang dikemukakan itu bisa terungkap," ungkapnya Ahmad Muzani.

"Tapi kemudian karena terjadinya berbagai macam gesekan, akhirnya apa yang menjadi aspirasi justru menjadi bias," tegasnya.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved