Berita Jakarta
Pelajar Banyak yang Ikut Demo, Anies : Tidak Zaman Kalau Anak Bermasalah Malah Dikeluarkan Sekolah
Alih-alih memberikan sanksi, Pemprov justru akan memberikan perhatian ekstra kepada mereka agar tetap belajar dengan baik
Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Feryanto Hadi
WARTAKOTALIVE.COM, GAMBIR - Pemprov DKI Jakarta tidak akan memberikan sanksi kepada pelajar yang terbukti ikut dalam aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja pada Selasa (12/10/2020) lalu.
Alih-alih memberikan sanksi, Pemprov justru akan memberikan perhatian ekstra kepada mereka agar tetap belajar dengan baik.
“Kalau anak yang seperti itu, silakan didik yang lebih jauh, karena itu saya selalu sampaikan sudah tidak zaman lagi kalau ada anak yang bermasalah malah dikeluarkan dari sekolah,” kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan usai peluncuran buku autobiografi Syarif di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat pada Rabu (13/10/2020) malam.
Baca juga: Ini Tanggapan Anies soal Banyaknya Pelajar yang Ikut Demonstrasi Penolakan UU Ciptaker
Anies mengatakan, pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk memenuhi pendidikan warganya, terutama anak-anak. Karena itu bila mereka melakukan pelanggaran, pemerintah akan menambah pendidikannya, bukan dikurangi.
Beda hanya bila mereka berusia dewasa, bagi yang melakukan kesalahan akan dihukum sesuai aturan yang berlaku. “Kalau ada anak-anak yang di dalam usianya melakukan tindakan yang keliru, yah dia harus diberi didikan lebih banyak,” jelasnya.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI ini mengungkapkan, ada ragam cara untuk mendekat anak-anak yang memiliki perilaku keliru agar kembali ke jalan yang benar.
Salah satunya mengajak berdialog yang intens.
Baca juga: Polisi: Pengunjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja yang Paling Banyak Ditangkap Adalah Pelajar
“Nanti kalau sekolahnya sudah mulai, gurunya bisa kasih tugas kok. Kaji ini soal UU Cipta Kerja, di mana letak yang menurut Anda harus diperbaiki, di mana letak menurut Anda yang tidak disetujui,” katanya.
“Jadi nanti guru yang kasih tugas saja, bukan hanya biar sibuk tapi merangsang pendidikan yang lebih jauh, jadi bukan hanya sekadar surat,” tambahnya.
Dia menilai, anak-anak dirangsang dengan persoalan kebangsaan sesuai porsinya merupakan hal yang bagus karena dapayt menumbuhkan rasa kepeduliannya. Namun negara akan berpolemik, bila generasi muda itu tidak memiliki kepedulian dengan bangsanya sendiri.
“Diarahkan dengan tugas yang mendidik. Jadi kira-kira mindset (pola pikirnya) begitu. Kalau ada anak yang mau peduli bangsanya yah kita suka, tapi kalau ada langkah yang dikerjakannya salah, yah dikoreksi."
"Prinsip dengan pendidikan nanti sekolahnya yang memberikan tugas,” jelasnya.
Baca juga: Pjs Wali Kota Depok Pastikan Beri Sanksi DO Pelajar yang Ikut Demo UU Cipta Kerja, ini Penjelasannya
Seperti diketahui, Polda Metro Jaya bersama seluruh Polres di wilayah hukumnya telah mengamankan 1.377 pemuda yang ikut unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja pada Selasa (12/10/2020) lalu. Dari seluruh pemuda yang diamankan itu, sekitar 80 persen merupakan para pelajar.
Bahkan mayoritas pelajar itu berasal dari berbagai daerah sekitar yaitu Bekasi, Bogor, Depok dan Tangerang.
Tanggapan KPAI
Sebelumnya, Komisioner KPAI Retno Listyarti meminta dinas pendidikan tidak memberikan sanksi berupa pencabutan hak atas pendidikan kepada pelajar yang mengikuti demonstrasi menolak UU Cipta Kerja.
Retno menilai pemberian sanksi bukan merupakan langkah yang tepat untuk diambil oleh dinas pendidikan.
Menurutnya, hal tersebut berpotensi melanggar peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, karena hak mengeluarkan pendapat seluruh warga Negara termasuk anak-anak dijamin oleh konstitusi dan hak anak untuk berpartisipasi juga dilindungi UU Perlindungan Anak.
Baca juga: Ada Lima Anak SD Ikut Diamankan Polisi saat Aksi Demo Tolak Omnibus Law
"Jika sekolah dan Dinas Pendidikan hendak melakukan pembinaan terhadap anak-anak yang mengikuti aksi demo, maka lakukan koordinasi dengan melibatkan orangtua, wali kelas dan guru bimbingan konseling," tutur Retno melalui keterangan tertulis, Rabu (14/10/2020).
"Bukan dengan hukuman dikeluarkan dari sekolah sehingga anak kehilangan hak atas pendidikan karena tidak ada sekolah lain yang bersedia menerima anak-anak tersebut," tambah Retno.
Retno menegaskan setiap warga negara termasuk anak-anak berhak atas pendidikan. Hal tersebut dijamin oleh aturan perundang-undangan di Indonesia.
Sehingga ancaman sanksi berupa drop out bagi pelajar, menurut Retno, bukan langkah yang tepat.
"Padahal Hak Atas Pendidikan adalah hak asasi dasar yang harus dipenuhi Negara dalam keadaan apapun," kata Retno
Retno mengaku menerima sejumlah pengaduan melalui terkait pernyataan beberapa Kepala Dinas Pendidikan yang mengancam memberikan sanksi pada anak-anak yang melakukan aksi demo UU Cipta Kerja.
Baca juga: Fadli Zon Yakin Pelajar dan Mahasiswa yang Ikut Demo UU Cipta Kerja akan Menjadi Pemimpin Masa Depan
Ancaman tersebut berupa Drop Out (DO) atau dikeluarkan, mutasi ke pendidikan paket C, dan mutasi ke sekolah pinggiran kota. Pengaduan berasal dari kota Depok dan kota Palembang.
Retno menyayangkan narasi Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan yang dimuat salah satu media yang mengancam anak-anak peserta aksi untuk dikeluarkan dari sekolah dan sebagai gantinya mengikuti pendidikan kesetaraan atau paket C dan diminta sekolah di pinggiran Sumatera Selatan.
"Artinya ada ancaman hak atas pendidikan formal terutama di sekolah negeri," ungkap Retno.
Sementara itu, Retno mengungkapkan Pejabat Sementara (Pjs) Wali Kota Depok, Dedi Supandi juga mengatakan kepada awak media, akan memberikan sanksi hukuman berupa drop out (DO) atau dikeluarkan dari sekolah jika ada pelajar yang ikut aksi unjuk rasa terkait penolakan UU Omnibus Law.
Padahal anak-anak yang mengikuti aksi demo damai dan tidak melakukan tindak pidana, apalagi bagi anak-anak yang diamankan sebelum mengikuti aksi demo, tidak seharusnya diancam sanksi atau dihukum oleh pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan.
"Hak atas pendidikan anak-anak tersebut tetap harus dipenuhi pemerintah daerah dan Negara wajib memenuhinya sesuai dengan amanat Konstitusi RI," ujar Retno.