Virus Corona

Bikin Orang Miskin Semakin Melarat, WHO Tak Lagi Sarankan Lockdown untuk Hadapi Covid-19

Imbauan ini disampaikan WHO, setelah sebelumnya memperingatkan negara-negara harus berhati-hati dalam membuka kembali lockdown.

SHUTTERSTOCK/P.Khamgula
Ilustrasi 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan para pemimpin agar tidak mengandalkan penguncian (lockdown) untuk mengatasi pandemi Covid-19.

Imbauan ini disampaikan WHO, setelah sebelumnya memperingatkan negara-negara harus berhati-hati dalam membuka kembali lockdown.

Utusan WHO David Nabarro mengatakan, langkah-langkah pembatasan seperti lockdown hanya boleh diambil sebagai upaya terakhir.

Baca juga: Ketua Umum Relawan Jokowi Bersatu: Terawan Bukan Menteri Kesehatan Mata Najwa, Tak Harus Patuh

Hal itu dilaporkan majalah Inggris The Spectator, dalam sebuah wawancara video, seperti dikutip New York Post, Senin (12/10/2020).

"Kami di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak menganjurkan lockdown sebagai sarana utama pengendalian virus ini," kata Nabarro.

"Satu-satunya saat kami percaya lockdown dibenarkan adalah memberi Anda waktu untuk mengatur ulang, mengelompokkan kembali, menyeimbangkan kembali sumber daya Anda."

Baca juga: TNI Sebut Warga Sipil Dijadikan Tameng Hidup oleh KKSB Saat Serang Pos Koramil Persiapan Hitadipa

"Melindungi petugas kesehatan Anda yang kelelahan, tetapi kami lebih suka tidak melakukannya," jelasnya.

Nabarro mengatakan, ada kerugian signifikan yang disebabkan oleh lockdown, terutama pada ekonomi global.

"Lockdown hanya memiliki satu konsekuensi, Anda tidak boleh pernah meremehkan, dan itu membuat orang miskin jauh lebih miskin," tuturnya.

Baca juga: INI Deretan Serangan KKSB Papua di Kabupaten Intan Jaya dan Nduga, TNI Duga Pihak Asing Terlibat

Dia menambahkan, lockdown sangat berdampak pada negara-negara yang mengandalkan pariwisata.

"Lihat saja apa yang terjadi pada industri pariwisata di Karibia, misalnya, atau di Pasifik karena orang-orang tidak melakukan liburan mereka."

"Lihat apa yang terjadi pada petani kecil di seluruh dunia."

Baca juga: Undang Prabowo, Amerika Serikat Dinilai Sedang Mainkan Strategi Hadapi Cina

"Lihat apa yang terjadi pada tingkat kemiskinan."

"Tampaknya kita mungkin memiliki dua kali lipat kemiskinan dunia pada tahun depan."

"Kita mungkin akan memiliki setidaknya dua kali lipat kekurangan gizi anak," tuturnya.

Baca juga: Donald Trump: Saya Mengalahkan Virus Cina yang Gila dan Mengerikan Ini, Sepertinya Saya Kebal

Badan PBB ini sebelumnya memperingatkan negara-negara agar tidak terlalu cepat mencabut lockdown selama gelombang pertama virus.

"Hal terakhir yang dibutuhkan negara mana pun adalah membuka sekolah dan bisnis, hanya untuk dipaksa menutupnya lagi karena kenaikan kembali kasus," papar Direktur Jenderal Tedros Adhanom Ghebreyesus.

Namun, Tedros mendesak negara-negara untuk memperkuat langkah-langkah lain, termasuk penguncian yang luas dan pelacakan kontak.

Baca juga: ICW Sebut Mayoritas Terdakwa Kasus Korupsi Laki-laki di Atas 30 Tahun, Perangkat Desa Paling Banyak

Sehingga, mereka dapat dengan aman membuka kembali dan menghindari penguncian di masa mendatang.

"Kita perlu mencapai situasi yang berkelanjutan, di mana kita memiliki kontrol yang memadai terhadap virus ini, tanpa mematikan hidup kita sepenuhnya."

"Atau bersembunyi dari penguncian ke penguncian, yang memiliki dampak yang sangat merugikan masyarakat," paparnya.

Baca juga: Dianggap Membaik, Jokowi Minta Provinsi Lain Contoh Jatim dan Sulsel dalam Mengendalikan Covid-19

Di Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya kembali mengingatkan agar pemerintah daerah menerapkan intervensi berbasis lokal dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Hal itu disampaikan Presiden dalam rapat terbatas Laporan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (28/9/2020).

"Berkaitan dengan intervensi berbasis lokal."

 Hatta Ali Tak Kenal Jaksa Pinangki dan Andi Irfan Jaya, tapi Berkawan dengan Anita Kolopaking

"Ini perlu saya sampaikan sekali lagi kepada komite bahwa intervensi berbasis lokal ini agar disampaikan kepada provinsi kabupaten kota," kata Presiden.

Menurut Presiden, pembatasan berskala mikro akan lebih efektif menekan penyebaran Covid-19.

Mulai dari pembatasan di tingkat desa, tingkat kampung, tingkat RW, RT, kantor, atau pondok pesantren.

 Ekstasi Produksi Rumahan di Cipondoh Berlambang Transformers, Dua Minggu Hasilkan 400 Butir

"Saya kira itu lebih efektif. Mini lockdown yang berulang itu akan lebih efektif," ujar Presiden.

Jangan sampai, menurut Presiden, dalam menanggulangi penyebaran Covid-19, pemerintah daerah menggenerailisir kondisi. Karena, hal itu akan merugikan banyak orang.

"Jangan sampai kita generalisir satu kota atau satu kabupaten apalagi satu provinsi, ini akan merugikan banyak orang," paparnya.

 Luncurkan Buku Pilihan Buat Pak Jokowi: Mundur Atau Terus, Amien Rais: Bangsa Kita Dibelah

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta pemerintah daerah tidak terburu-buru menutup wilayah dalam mengendalikan penyebaran Covid-19.

Hal itu disampaikan Presiden dalam Rapat Terbatas Laporan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (14/9/2020).

"Sekali lagi jangan buru-buru menutup sebuah wilayah, menutup sebuah kota, menutup sebuah kabupaten," kata Presiden.

 Jakarta Sumbang 1.380 Pasien Baru Covid-19 pada 13 September 2020, 958 Orang Sembuh

Menurut Presiden, seperti yang sudah sering disampaikan, strategi yang paling efektif dalam mengendalikan penyebaran Covid-19 adalah strategi berbasis lokal, baik itu pembatasan di tingkat RT, RW, desa, ataupun kampung.

"Sehingga penanganannya lebih detail dan bisa lebih fokus."

"Karena dalam sebuah provinsi, misalnya ada 20 kabupaten atau kota, tidak semuanya berada pada posisi merah, yang 20 itu."

 DAFTAR Sanksi Bagi Pelanggar PSBB di Jakarta: Kerja Sosial, Denda Rp 150 Juta, dan Cabut Izin Usaha

"Sehingga penanganannya tentu saja jangan digeneralisir," ucap Presiden.

Begitu juga menurut Presiden di tingkat kabupaten, yang tidak semua kecamatan kondisi risiko penularannya sama. Sehingga, treatment atau penanganannya tidak sama pula.

"Tidak semua kelurahan, tidak semua desa, tidak semua kecamatan juga mengalami hal yang sama, (zona) merah semuanya."

 Kembali Terapkan PSBB, Anies Baswedan: 12 Hari Pertama September Kasus Aktif Covid-19 Naik 49 Persen

"Ada hijau, ada yang kuning, itu memerlukan treatment dan perlakuan yang berbeda-beda," tutur Presiden.

Presiden mengingatkan keputusan atau kebijakan dalam merespons penambahan kasus di provinsi, kabupaten, atau kota, harus melihat terlebih dahulu data sebaran.

Sehingga, keputusan yang diambil tepat dalam menekan penyebaran virus.

 UPDATE Kasus Covid-19 Indonesia 13 September 2020: Tambah 3.636, Pasien Positif Tembus 218.382 Orang

"Kalau kita bekerja berbasiskan data, langkah-langkah intervensinya itu akan berjalan lebih efektif, dan bisa segera menyelesaikan masalah-masalah yang ada di lapangan," paparnya. (*)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved