Kolom Egy Massadiah
3 W : Jurus Sakti Menghindari Covid-19, Lawan Corona dengan Wajib Iman, Wajib Aman, dan Wajib Imun
Sebuah gerakan baru yang lebih lengkap dikenalkan Satgas Covid-19, yaitu Wajib Iman, Wajib Aman, dan Wajib Imun. Simak penjelasan tim Satgas Covid-19
Syahdan, tanggal 15 Februari 2020 semua dinyatakan sehat, tidak satu pun terpapar corona, dan dipulangkan ke rumah masing-masing dengan bekal surat keterangan bebas covid-19, serta buah tangan berupa backpack (ransel) serta uang transport Rp 1 juta per orang.
Point dari semua jurus ampuh melawan Covid-19 di atas adalah “satu-tarikan-nafas”. Iman-aman-imun harus paralel dijalankan secara simultan. Bersama-sama seperti kita menghirup udara saat bernafas.
Nah kembali ke urusan kata Aman. Adalah Muhammad Qodari peneliti dari Indo Barometer yang mengusulkan kepada Doni agar "urusan iman aman imun" ditambahkan kata wajib.
Pakai masker tak cukup disampaikan sebagai sesuatu yang penting, namun harus di tambahkan kata wajib memakai masker.
Demikian juga wajib jaga jarak, wajib cuci tangan. Selanjutnya 3M berubah menjadi 3W (Tiga Wajib).
Apalagi memang 3 M sebelumnya sudah pernah populer masyarakat: identik dengan gerakan antinyamuk malaria: Menguras, Menutup, Mengubur.
Dus, semua itu, tidak akan berfungsi maksimal kalau perut kosong. Katakan pula, semua syarat tadi terpenuhi, tidak akan produktif kalau kehilangan kegembiraan, stres, kurang olahraga dan rajin begadang. Karenanya urusan ini pun juga ditambahkan kata wajib.
Contoh paling sederhana, kaum berada yang mampu mencukupi nutrisinya dengan makan steak, salad, dan lain-lain. Dia tetap saja rentan, manakala dalam tata pergaulan mengabaikan protokol kesehatan.
Contoh lain yang lebih konkret adalah sejumlah negara maju dan berpenghasilan ekonomi papan atas (dengan kasus corona tinggi).
Di sana, persoalan nutrisi rendah relatif minim. Minim pula persoalan dengan urusan perut. Mengapa angka Covid-19 tinggi? Lebih karena kebiasaan mereka hang-out, bergerombol dan mengabaikan protokol kesehatan.
Contoh lebih dekat di Jakarta. Kenapa banyak klaster baru di perkantoran? Sederhana saja penjelasannya. Banyak kaum pekerja berangkat subuh pulang malam. Di kantor berada pada ruang ber-AC. Stres dengan pekerjaan.
Makan terkadang pesan junk food secara daring. Pulang malam sudah letih, terkadang masih harus menyelesaikan pekerjaan kantor atau problem lain di rumah. Tidak sempat olahraga.
Tentu saja, tipikal seperti ini rentan terpapar virus. Apalagi yang berangkat-pulang mayoritas menggunakan kendaraan umum.
Sungguh berbeda dengan Doni Monardo. Kebetulan berlatarbelakang prajurit Kopassus. Hidup disiplin, termasuk dalam hal olahraga, dipraktikkan sebagai sebuah habbit atau kebiasaan.
"Mematuhi protokol kesehatan bukan berarti ada jaminan bebas dari serangan covid, apalagi jika kita abai dan lalai. Dalam hal ini semua protokol itu menjadi keharusan, bukan lagi ajakan atau himbauan. Ia menjadi sesuatu yang wajib," tegas Doni.