Omnibus Law
UU Cipta Kerja Disahkan DPR, Fadli Zon Sebut Omnibus Law Tidak Nyambung: Tidak Memberi Rasa Keadilan
Dampak Omnibus Law atau UU Cipta Kerja disahkan DPR menjadi polemik di kalangan masyarakat.
WARTAKOTALIVE.COM , JAKARTA - Dampak Omnibus Law atau UU Cipta Kerja disahkan DPR menjadi polemik di kalangan masyarakat.
Bahkan anggota DPR Fadli Zon sebut Omnibus Law tidak nyambung dan tak memberikan rasa keadilan teruntuk masyarakat khususnya buruh.
Diakui Fadli Zon, pihaknya di Fraksi Partai Gerindra tidak sedikitpun mendukung dan menyetujui pengesahan UU Cipta Kerja tersebut.
Politisi Partai Gerindra yang terkenal kritis menilai UU Cipta Kerja tidak tepat sasaran dalam menjawab persoalan hambatan investasi di dalam negeri.
• Tolak UU Cipta Kerja, Ribuan Buruh Bogor Longmarch dari Jalan Raya Bogor ke Pemkab Bogor
• VIDEO: Geng Motor Ikut Aksi Demo Tolak UU Cipta Kerja di Depan Komplek Pemkab Bekasi
• Ribuan Buruh yang Hendak Menggelar Aksi Demo Penolakan UU Cipta Kerja di DPR RI Kecele
Dikutip dari data World Economic Forum (WEF), Fadli Zon paparkan kendala utama investasi di Indonesia adalah korupsi, inefisiensi birokrasi, ketidakstabilan kebijakan, serta regulasi perpajakan.
"Tapi yang disasar omnibus law kok isu ketenagakerjaan? Bagaimana ceritanya?"
"Jadi, antara diagnosa dengan resepnya sejak awal sudah tak nyambung," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (7/10/2020).
Menurutnya, pekerja/buruh yang saat ini dalam posisi sulit akibat dampak pandemi Covid-19 kian terpojok.
Fadli berpendapat, kepentingan dan suara masyarakat dalam pembentukan UU Cipta Kerja justru terpinggirkan.
Fadli mencatat sejumlah isu yang menjadi pokok penolakan pekerja/buruh.
"Dalam catatan saya, ada beberapa isu yang memang mengusik rasa keadilan buruh"
"Misalnya, skema pesangon kepada pekerja yang di-PHK diubah dari sebelumnya 32 bulan upah, kini menjadi 25 bulan upah."
"Kemudian, penghapusan UMK (upah minimum kabupaten (kota) menjadi UMP (Upah Minimum Provinsi)," tuturnya.
Kemudian, hak-hak pekerja yang sebelumnya dijamin dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13/2003, seperti hak istirahat panjang, uang penghargaan masa kerja, serta kesempatan untuk bekerja selama 5 hari dalam seminggu dihapus dalam UU Cipta Kerja.
"Sehingga, secara umum, omnibus law ini memang tak memberi rasa keadilan, bukan hanya buat buruh, tapi juga buat masyarakat secara umum," kata Fadli.
Selain itu, Fadli menilai proses pembentukan dan pengesahan UU Cipta Kerja tidak tepat waktu.
Ia mengatakan, membahas RUU sepenting ini yang berdampak pada banyak aspek kehidupan masyarakat di tengah pandemi sungguh merupakan preseden buruk bagi praktik legislasi.
"Membahas seluruh materi yang telah disebutkan tadi dalam tempo yang singkat memang mustahil dilakukan"
"apalagi di tengah berbagai keterbatasan dan pembatasan semasa pandemi ini"
"Sehingga, pembahasan omnibus law ini kurang memperhatikan suara dan partisipasi masyarakat," ujarnya.
Ia pun khawatir pengesahan UU Cipta Kerja justru melahirkan ketidakstabilan di Tanah Air.
Berbagai penolakan masyarakat hingga aksi mogok kerja telah menunjukkan bahwa UU Cipta Kerja hanya menimbulkan kegaduhan.
"Kalau terus dipaksa untuk diterapkan, ujungnya sudah pasti hanya akan merusak hubungan industrial"
"Artinya, baik buruh maupun pengusaha pada akhirnya bisa sama-sama dirugikan. Ini soal waktu saja," katanya.
Fadli Zon sendiri mengaku tidak mendapat mencegah pengesahan RUU Cipta Kerja.
Alasannya, dia bukan merupakan anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR, dan ia pun mengaku terkejut dengan agenda paripurna penutupan masa sidang yang dipercepat pada Senin (5/10/2020).
"Sebagai anggota DPR, saya termasuk yang tak dapat mencegah disahkannya UU ini. Selain bukan anggota Baleg"
"saya pun termasuk yang terkejut adanya pemajuan jadwal Sidang Paripurna kemarin, sekaligus mempercepat masa reses," ucapnya.
"Ini bukan apologi, tapi realitas dari konfigurasi politik yang ada. Saya mohon maaf," ujar Fadli.
Minta Maaf
Anggota DPR RI Fraksi Gerindra Fadli Zon mengaku tidak bisa mencegah pengesahan RUU Cipta Kerja.
Diketahui, alasan Fadli Zon tak bisa cegah RUU Cipta Kerja disahkan DPR, karena dirinya hanya anggota DPR.
Maka dari itu Fadli Zon meminta maaf kepada masyarakat Indonesia, khususnya para buruh.
"Sebagai anggota DPR, saya termasuk yang tidak dapat mencegah disahkannya undang-undang ini," ujar Fadli Zon dalam keterangannya, Jakarta, Rabu (7/10/2020).
Fadli Zon menjelaskan, dirinya bukan merupakan Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR yang bertugas melakukan pembahasan RUU Cipta Kerja sejak awal hingga disahkan.
"Selain bukan anggota Baleg, saya pun termasuk yang terkejut adanya pemajuan jadwal Sidang Paripurna kemarin"
"sekaligus mempercepat masa reses. Ini bukan apologi, tapi realitas dari konfigurasi politik yang ada. Saya mohon maaf," kata Fadli Zon.
Fadli Zon menilai, omnibus law Cipta Kerja menjadi preseden buruk bagi demokrasi karena beberapa alasan.
Pertama, kata Fadli, omnibus law telah membuat parlemen kurang berdaya.
Di mana, undang-undang tersebut mengubah 1.203 pasal dari 79 undang-undang yang berbeda-beda.
"Bagaimana parlemen bisa melakukan kajian dan sinkronisasi pasal sekolosal itu dalam tempo singkat? Sangat sulit," ucapnya.
"Sehingga, yang kemudian terjadi parlemen menyesuaikan diri dengan keinginan Pemerintah," sambungnya.
Kedua, omnibus law telah mengabaikan partisipasi masyarakat, karena membahas seluruh materi dalam tempo yang singkat di tengah berbagai keterbatasan dan pembatasan semasa pandemi.
"Sehingga, pembahasan omnibus law ini kurang memperhatikan suara dan partisipasi masyarakat," tuturnya.
Terakhir, Fadli menyebut omnibus law ini bisa memancing instabilitas, karena massifnya penolakan buruh dan mogok nasional.
"Ini menunjukkan omnibus law hanya akan melahirkan kegaduhan saja. Kalau terus dipaksa untuk diterapkan, ujungnya sudah pasti hanya akan merusak hubungan industrial," kata Fadli Zon.
Merasa dipermainkan
Ketua Lembaga Pendidikan (LP) Maarif Nahdatul Ulama (NU) Arifin Junaidi akui kecewa atas masuknya klaster pendidikan dalam UU Cipta Kerja.
Arifin mengatakan pihaknya sempat dijanjikan Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda bila klaster pendidikan bakal dihapus dari draft RUU Cipta Kerja.
Namun, nyatanya setelah disahkan klaster pendidikan masih ada di dalam UU Cipta Kerja.
"Sebelumnya Ketua Komisi X DPR sudah menyampaikan kepada kami, melalui masyarakat bahwa soal pendidikan ini di-drop dari UU Cipta Kerja"
"Tapi ternyata masih tetap ada, karena itu kami tentu sangat kecewa. Kami merasa dipermainkan," ucap Arifin saat dikonfirmasi, Selasa (6/10/2020).
"Jadi saya tidak tahu ini, rezim apa ini, menganggap pendidikan sebagai komoditas yang diperdagangkan begitu," tambah Arifin.
Arifin mengatakan tidak selayaknya kegiatan pendidikan ditujukan untuk memperoleh keuntungan.
Menurutnya, pasal 65 UU Cipta Kerja mengarahkan kegiatan pendidikan menjadi upaya mencari laba karena terdapat aturan perizinan usaha.
"Masa bunyinya pasal 65 itu pelaksanaan pendidikan dapat dilakukan melalui perizinan berusaha.
Di dalam undang-undang itu izin usaha sama dengan izin usaha. Jadi ada upaya mencari laba," kata Arifin.
Padahal selama ini, Arifin mengatakan LP Maarif NU tidak pernah mengejar keuntungan dalam menjalankan pendidikan.
Menurut Maarif, aturan pada UU Cipta Kerja mensyaratkan izin usaha untuk pembukaan sekolah yang mengarah pada pencarian laba.
Dirinya menilai aturan ini akan mengancam pendidikan di daerah dan masyarakat menengah ke bawah.
"Kami ini kan banyak di desa di pelosok. Kami segmennya masyarakat menengah ke bawah. Jadi bisa mati ilmu sekolah madrasah kami, apa negara sanggup mengisi kekosongan itu kalau nanti kami gulung tikar," tegas Arifin.
Rencananya, LP Maarif dengan lembaga pendidikan lain bakal mengajukan uji materi atau judicial review UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi.
"Iya kita akan bersama-sama dengan aliansi yang kemarin yang menolak UU Cipta Kerja dari unsur pendidikan, kita akan bergerak bersama lagi"
"LP Marif tentu akan ikut di dalamnya, dan Maarif juga akan mengambil langkah sendiri guna di-dropnya pasal pendidikan," pungkas Arifin.
Seperti diketahui, DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi undang-undang.
Hal tersebut diputuskan dalam rapat paripurna masa persidangan I Tahun Sidang 2020-2021 di gedung Nusantara DPR, Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (5/10/2020).
"Berdasarkan yang telah kita simak bersama, saya mohon persetujuan. Bisa disepakati?," tanya Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin selaku pimpinan rapat paripurna.
"Setuju," jawab para anggota dewan.
Sebelum disahkan menjadi undang-undang, Azis mempersilahkan Ketua Panja Baleg DPR Supratman Andi Agtas dan perwakilan sembilan fraksi untuk menyampaikan pandangan akhir terkait RUU Cipta Kerja.
Setelah itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mewakili pemerintah menyampaikan pandangan akhir terkait RUU tersebut.
Artikel ini telah tayang di pos-kupang.com dengan judul "Meski Fraksi Gerindra Dukung UU Cipta Kerja Tapi Fadli Zon Justru Mengeritiknya: UU Ini Tak Nyambung" dan di Tribunnews.com dengan judul "Fadli Zon: Mohon Maaf, Sebagai Anggota DPR Saya Tidak Dapat Cegah Pengesahan UU Cipta Kerja"