Pilada Serentak
Tudingan Pilkada 2020 Akan Jadi Klaster Baru Covid-19, Wakil Ketua Komisi II: Itu Terlalu Sumir!
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arif Wibowo mengatakan bila Pilkada Serentak 2020 ditunda lagi karena Covid maka akan merusakan sistem legitimasi
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arif Wibowo mengatakan bila Pilkada Serentak 2020 ditunda lagi karena Covid maka akan merusakan sistem legitimasi yang berjalan selama ini.
Hal itu dikatakan Arif Wibowo dalam acara ILC TV One berjudul Pilkada, Kenapa Takut, Selasa (22/9/2020) malam.
Mengenai keselamatan dan protokol kesehatan yang selalu dikhawatirkan pada musim pandemi Covid-19 ini, menurut Arif selalu menjadi pembahasan utama dalam setiap kesempatan.
"Kita nggak pernah tahu siapa yang akan kena Covid-19, apalagi obatnya belum ada. Pada sisi lain pemerintahan harus tetap jalan berbasis pada legalitas dan legitimasi sesuai dengan peraturan MK maka periode seorang pimpinan 2,5 tahun," ujar politisi PDIP ini.
• Dua Usul MUI Soal Pilkada 2020 di Masa Pandemi Covid-19, Dipilih Lewat DPRD dan Tunjuk Plt
Namun kalau itu dilanggar, lanjut Arif maka kita akan melihat menunjukkan kekuasaan kepala daerah menjadi tidak konstitusional.
Di sisi lain proses yang harus dilewati adalah Pilkada yang harus dipatuhi sesuai dengan aturan yang dikeluarkan.
Menurut Arif, pelaksanaan Pilkada serentak 2020 ini yang tidak mudah dikembalikan karena ikhtiar serentak adalah untuk membangun sistem dan sangat terkait dengan pemerintah.
• Mahfud MD: Pengumuman Paslon yang Penuhi Syarat Ikuti Pilkada 2020 Akan Disampaikan Lewat Website
"Mengapa itu diatur? Karena nantinya di 2024 ada Pileg, Pilpres agar Presiden terpilih kemudian diikuti dengan rencana pembangunan jangka menengah dilakukan dalam jangka waktu yang lama oleh kepala daerah secara serentak sehingga ada kesinambungan," katanya lagi.
Menurut Arief pelaksanaa Pilkada Serentak ini tidak lebih dari sekedar memurahkan biaya makanya ini tak bisa ditawar-tawar.
Maka dari itu dalam sosialisasinya juga harus intensif bahkan partai wajib sosialisasi apabila dilanggar maka akan dapat teguran keras.
"Namun pada pendaftaran paslon ada arak-arakan, seolah-olah dibiarkan ini sesuatu yang disesalkan saya kira kita semua wajib mengingatkan protokol kesehatan dalam menghadapi pandemi covid 19 harus dijaga. kita gak pernah tahu siapa yang akan kena covid," tuturnya.
"Lalu apakah tudingan Pilkada akan menjadi sumber klaster baru virus corona itu terlalu sumir," tambahnya.
Dalam kondisi saat ini, kata Arif, ada yang tidak bisa dihindari yaitu kemerosotoan ekonomi masyarakat, mereka harus tetap mencari nafkah dan ini terpaksa harus langgar protokol kesehatan, banyak bansos yang digelontorkan.
"Maka dari itu Pilkada ini kalau tidak dilanjutkan maka legalitas, legitimasi akan terganggu dan potensi konfliknya juga akan lebih besar jika ditunda lagi resikonya jauh lebih tinggi dalam situasi ekonomi yang merosot, di sisi lain masyarakat gak perlu menghadapi konflik politik dalam kondisi ini jadi Pilkada salah satu yang berkontribusi untuk menyelamatkan ekonomi rakyat," tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama Ketua Umum PP Muhammadiyah, Busyo Muqoddas mengatakan Pilkada ini punya siapa dan untuk siapa?
"Pilkada secara universal kan milik rakyat. Kalau membahayakan rakyat untuk apa?," ujarnya.
FOLLOW US
PP Muhammadiyah dan PBNU minta ditunda
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan DPR untuk meninjau kembali pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di masa pandemi Covid-19. Hal ini dikatakan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti dalam konferensi persnya, Senin (21/9/2020).
"Kami sampaikan bahwa usulan Muhammadiyah agar pelaksanaan Pilkada 2020 dipertimbangkan dengan seksama untuk ditunda pelaksanaannya," kata Mu'ti.
Mu'ti menjelaskan, usul penundaan tersebut diungkapkan dengan alasan kemanusiaan di masa pandemi Covid-19.
Menurut dia, keselamatan masyarakat di masa pandemi Covid-19 merupakan yang paling utama.
Terlebih lagi, saat ini jumlah pasien Covid-19 di Indonesia juga kian bertambah setiap harinya.
"Keselamatan masyarakat jauh lebih utama dibandingkan dengan pelaksanaan Pemilukada yang berpotensi menjadi klaster penularan Covid-19," ujar dia.
Sebelumnya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama juga mendesak agar Pilkada 2020 ditunda.
Dalam pernyataan sikapnya, PBNU berpendapat bahwa melindungi kelangsungan hidup dengan protokol kesehatan sama pentingnya dengan menjaga kelangsungan ekonomi masyarakat.
"Namun karena penularan Covid-19 telah mencapai tingkat darurat, maka prioritas utama kebijakan negara dan pemerintah selayaknya diorientasikan untuk mengentaskan krisis kesehatan," demikian pernyataan PBNU.
Tahapan Pilkada Serentak 2020 terus berlanjut di 270 daerah meski pandemi Covid-19 kian meluas.
Kini, virus corona tipe 2 yang menyebabkan Covid-19 itu bahkan telah memapar sejumlah penyelenggara pilkada.
Pada awal September lalu, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Abhan mengumumkan, terdapat 96 pengawas pemilu ad hoc di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, yang dinyatakan positif Covid-19.
Dari 96 pengawas yang dinyatakan positif, sebanyak 20 orang merupakan pengawas tingkat kecamatan.
Sedangkan 76 lainnya pengawas tingkat kelurahan/desa.
Ke-96 pengawas pemilu itu dinyatakan positif Covid-19 setelah melaksanakan pengawasan terhadap proses pencocokan dan penelitian (coklit) atau pemutakhiran data pemilih Pilkada 2020.
Pada 10 September Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Evi Novida Ginting Manik dinyatakan positif Covid-19.
Kabar ini disampaikan oleh Ketua KPU Arief Budiman. Tak berselang lama, giliran Arief yang dinyatakan positif Covid-19.
Hal itu diketahui usai Arief menjalani tes PCR atau swab test pada 17 September 2020.
Swab test ini dilakukan Arief untuk memenuhi syarat menghadiri rapat di Istana Kepresidenan Bogor.
Paling baru, Komisioner KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi dinyatakan positif Covid-19.
Hal itu disampaikan Pramono pada Sabtu (19/9/2020).
Sama seperti Arief, Pramono mengaku tak mengalami gejala apapun.
Merespons banyaknya penyelenggara yang positif Covid-19, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) kembali mendorong agar penyelenggaraan Pilkada 2020 ditunda.
"Kami pun sebetulnya memang sudah mengusulkan pilkada ini ditunda lagi supaya juga tidak semakin menambah penularan (virus corona)," kata Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Agustyati kepada Kompas.com, Jumat lalu.
Khoirunnisa mengatakan, semakin banyak penyelenggara pemilu yang positif Covid-19, kekhawatiran akan penularan virus corona di antara penyelenggara kian besar.
Apalagi, jika di saat bersamaan penyelenggara tak dilengkapi dengan alat pelindung diri yang mencukupi.
Sejak awal Perludem telah menyampaikan bahwa idealnya Pilkada tak digelar di situasi pandemi.
Sebab, bagaimanapun protokol kesehatan dirancang, pilkada tetap memaksa orang-orang untuk melakukan pertemuan. Padahal, hal itu berpotensi menyebarkan virus.
"Sebetulnya situasi pilkada nggak kawin (cocok) dengan situasi pandemi. Tahapan pilkada itu kan tahapan yang orang ketemu, berkumpul, sementara pandemi kan tidak seperti itu, harus jaga jarak, harus lebih banyak di rumah," ujar Khoirunnisa.
Dengan situasi yang demikian, Perludem mengusulkan agar dilakukan penundaan pilkada untuk sementara waktu.
Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Demi Keselamatan Publik, PP Muhammadiyah Minta Pilkada 2020 Ditunda"