Bersepeda jarak jauh

Amankah Mengajak Anak-anak Bersepeda Jarak Jauh? Ini Penjelasan Dokter Aristi Prajwalita

Dunia bersepeda jarak jauh terbuka bagi siapa saja, termasuk anak-anak. Secara medis, amankah mengajak anak-anak bersepeda jarak jauh?

istimewa
Dr Aristi Prajwalita saat bersepeda menyusuri kawasan Asia dan singgah di Beijing, China. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Bersepeda jarak jauh jadi salah satu kegiatan yang teramat menyenangkan, tak hanya bagi orang dewasa tapi juga anak-anak.

Tim Warkot Gowes berbagi pengalaman bersepeda jarak jauh dengan anak-anak yang berusia dibawah sepuluh tahun.

Namun secara medis amankah mengajak anak-anak bersepeda jarak jauh?

Tim menggali jawaban dari pertanyaan itu dari dr Aristi Prajwalita, seorang dokter yang juga pesepeda jarak jauh.

Dengan bersepeda ia menjelajahi Asia dan Eropa, seorang diri maupun bersama kawan.

Presiden Joko Widodo Bersepeda Ajak Masyarakat Jaga Imunitas Tubuh

Menurut dr Aristi yang dihubungi Kamis (6/8/2020), tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan kegiatan bersepeda jarak jauh yang dilakukan anak-anak.

Dr Aristi: perhatikan durasi dan hidrasi.
Dr Aristi: perhatikan durasi dan hidrasi. (istimewa)

Tumbuh kembang tulang dan jaringan anak-anak malah lebih baik dengan bersepeda.

Yang perlu diperhatikan adalah jika terjadi cedera karena jatuh, otot ketarik, atau keseleo.

Kondisi ini harus ditangani dengan cermat dan benar. Sebab, pada anak-anak dibawah sepuluh tahun, terutama dibawah enam tahun, efeknya dapat muncul nanti setelah dewasa.

“Cedera itu kalau tidak disadari atau ditangani dengan benar, efeknya bisa berbentuk pelemahan jaringan, kanker tulang, dan berbagai bentuk kelainan tubuh,” tuturnya.

Durasi dan hidrasi

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah durasi atau lama waktu mengayuh serta jarak tempuh.

Sebab, setiap mengayuh dua jam tubuh membutuhkan istirahat lebih lama sebelum mulai mengayuh kembali melanjutkan perjalanan.

Pada orang dewasa dengan kondisi dan kebugaran tubuh bervariasi, durasi waktu mengayuh bisa lebih dari dua jam. 

Nah, pada anak-anak, durasi waktu mengayuh sebaiknya kurang dari dua jam lalu istirahat sebelum melanjutkan perjalanan.

Aristi juga menekankan perlunya menjaga hidrasi tubuh.

“Tidak perlu menunggu haus baru minum. Tiap 30 menit bisa mengisi hidrasi tubuh dengan minum  atau asupan lainnya,” tutur dokter yang juga mengelola Bianglala Adventure, penyedia jasa travelling, khususnya bersepeda jarak jauh.

Untuk menghadapi medan jalanan yang bervariasi, kata Aristi, ada baiknya anak-anak juga dilatih fisiknya diluar bersepeda.

Latihan ini untuk memperkuat otot-otot punggung dan sekitar panggulnya.

Hal itu diperlukan saat ia harus menghadapi medan berat seperti tanjakan panjang dan terjal.

Mengenai perjalanan Denali, ia memberi masukan untuk lebih memperhatikan posisi tubuh terhadap sepeda.

“Sadelnya agak ketinggian, terlhat dari kakinya yang lurus dan bokong bergerak kiri-kanan, terutama saat nge-push di tanjakan. Mungkin sudah terbiasa begitu, tapi sebaiknya jangan dibiasakan, sebab posisi fitting yang baik itu kaki agak bengkok (20 derajat) saat pedal di titik terbawah, bahkan saat menanjak,” tuturnya.

Mengapa tidak?

Di Indonesia, kegiatan bersepeda jarak jauh berkembang pesat dalam sepuluh tahun terakhir.

Banyak individu maupun kelompok menempuh perjalanan jarak jauh bersepeda dengan beragam tujuan maupun misi.

Namun, bagaimana dengan anak-anak?

Apakah kondisi mereka dengan tubuh yang masih berkembang sudah memadai untuk bersepeda jarak jauh?

Apakah kondisi jalan raya di Indonesia pada umumnya ramah terhadap pesepeda, apalagi anak-anak?

Apakah anak-anak sudah siap menghadapi perjalanan panjang bersepeda dengan berbagai risiko yang mungkin terjadi di jalanan?

Bagaimana sebaiknya mempersiapkan anak-anak untuk bersepeda jarak jauh?

Bersepeda jarak jauh sama anak, mengapa tidak?
Bersepeda jarak jauh sama anak, mengapa tidak? (Warta Kota/Max Agung Pribadi)

Sederet pertanyaan itu terlontar bertubi-tubi saat saya hendak bersepeda jarak jauh dengan si bungsu, JB Denali yang berusia tujuh tahun.  

Sang ibu dan anggota keluarga lain langsung melontarkan kekhawatiran saat Denali mengajak saya bersepeda dari Kebayoran Lama ke Depok-Cilodong.

Jaraknya pulang pergi sekitar 70 kilometer.

“Ayo kita ke Depok, pa,” tuturnya dengan mantap, Jumat (1/8/2020), bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha.

Cara mengajari anak bersepeda di jalan raya atau bersepeda jarak jauh.
Cara mengajari anak bersepeda di jalan raya atau bersepeda jarak jauh. (Warta Kota/Max Agung Pribadi)

Melihat sorot matanya, saya tahu kali ini keinginannya tak bisa dibendung dengan berbagai alasan.

Selalu ada langkah pertama. Buat dia, ini kali pertama bersepeda jarak jauh lebih dari 50km.

Kami memang sudah lama membicarakan soal perjalanan jarak jauh bersepeda.

Saya minta ia bersabar, terus berlatih sambil main supaya makin mengenal sepedanya dan gaya bersepedanya.

Bagi saya sendiri, latihan-latihan atau main sepeda bersamanya itu jadi kesempatan juga untuk mengenal karakter dan gaya bersepedanya.

Saya lihat keseimbangannya tumbuh bagus dan ia cenderung berjalan lurus dengan sepedanya, tidak mudah oleng atau berjalan zigzag.

Tapi ia masih suka main kejutan dengan berkelok mendadak dan rem kuat sambil ngesot. 

Bersepeda jarak jauh dengan anak, mengapa tidak? Saat kami sampai dalam perjalanan Jakarta-Depok pulang pergi sejauh 70 kilometer.
Bersepeda jarak jauh dengan anak, mengapa tidak? Saat kami sampai dalam perjalanan Jakarta-Depok pulang pergi sejauh 70 kilometer. (Warta Kota/Max Agung Pribadi)

Selain keliling di sekitar kompleks perumahan Permata Hijau hampir setiap hari, terkadang kami bersepeda ke Gelora Bung Karno. 

Pernah pula kami mencoba jarak yang lebih jauh yaitu ke Monas dan Kota Tua. Jaraknya pulang pergi dari rumah mencapai 28km.

Sejak di TK dulu Denali sudah saya kenalkan dengan perjalanan bersepeda dari rumah ke sekolah.

Sambil jalan saya perkenalkan titik-titik rawan dan apa yang harus dilakuannya saat di perempatan jalan, tikungan, penyeberangan, dan sinyal tubuh untuk berbelok atau tujuan lain.

Jadi, tidak ujug-ujug saya mengiyakan ajakannya untuk bersepeda jarak jauh.

Maka ketika ia mantap bersepeda ke Depok pun, saya tidak terlalu khawatir.

Persiapan

Saya ajak dia melakukan persiapan kecil sebelum jalan.

Kami membawa ban dalam cadangan, pompa, toolkit atau alat servis ringan sepeda, minuman, dan baju ganti.

Beberapa alat yang dibawa: ban dalam cadangan, pompa, toolkit.
Beberapa alat yang dibawa: ban dalam cadangan, pompa, toolkit. (Warta Kota/Max Agung Pribadi)

Beberapa alat yang dibawa: ban dalam cadangan, pompa, toolkit. (Warta Kota/Max Agung Pribadi)
Semua perlengkapan itu dimasukkan ke trunkbag atau tas di atas rak belakang sepeda Surly LHT yang saya pakai.

Sepeda yang dipakai Denali adalah sepeda lipat Folding Dash dengan gearing 7 percepatan.

Sepeda itu kami periksa untuk memastikan semua komponen berfungsi baik, mulai dari rem, shifter atau pemindah gigi, sadel, dan pedal.

Semua dalam kondisi sempurna untuk perjalanan jauh.

Saya terangkan pada Denali jalur yang akan kami lalui dan titik keramaian seperti pasar, persimpangan, dan penyeberangan jalan.

Bersepeda jarak jauh bersama anak dapat meningkatkan kualitas hubungan ayah dan anak. Kegembiraan yang tercipta akan terkenang sepanjang masa.
Bersepeda jarak jauh bersama anak dapat meningkatkan kualitas hubungan ayah dan anak. Kegembiraan yang tercipta akan terkenang sepanjang masa. (Warta Kota/Max Agung Pribadi)

Tepat pukul 09.00 WIB kami mulai petualangan kecil kami dengan berangkat dari rumah langsung menghadapi jalan raya yang ramai di Jalan Kebayoran Lama.

Sebagaimana ditulis BBC, di Inggris, anak-anak di sekolah diperkenalkan secara formal kegiatan bersepeda dengan segala aturannya di jalan raya, pada tahun kelima.

Saat itu usia anak-anak sembilan sampai sepuluh tahun.

Mereka mendapatkan kursus bersepeda selama seminggu.

Yang dipelajari antara lain bagaimana bersepeda dengan aman di jalan raya, termasuk aturan dan rambu lalu lintas yang harus diikuti.

Di Indonesia, bersepeda diajarkan sebagai salah satu dasar pengenalan pada lalu lintas dan kegiatan yang menyenangkan, tidak pernah ada bukan?

Siapa lagi yang mendampingi anak-anak kalau bukan kita sendiri?

Namun untuk dapat mendampingi anak-anak, kita harus lebih dulu memahami dan mencintai perjalanan bersepeda jarak jauh.

Mengenakan helm merah dan memakai masker, Denali membawa minuman sendiri yang digantung di handlebar.

Matanya berbinar-binar dan semangat sekali dia mengayuh pedal.

Kami sampai di Pasar Kebayoran Lama lalu berbelok ke Jalan Panjang menuju kawasan Pondok Indah.

Mendaki persimpangan Pondok Indah. (Warta Kota/Max Agung Pribadi)
Hari libur Idul Adha, situasi lalu lintas relatif sepi.

Namun saya ingatkan Denali untuk tetap waspada dan fokus pada jalurnya.

Saya lebih sering berjalan di belakangnya.

Ini supaya setidaknya kendaraan dari belakang sudah lebih waspada dengan adanya pesepeda di pinggir jalan dan tidak mengambil jarak terlalu dekat dengan kami.

Memang salah satu kekhawatiran terbesar untuk mengajak anak-anak bersepeda jarak jauh adalah kondisi lalu lintas yang ramai dan cara berkendaraan di Indonesia yang kurang beradab.

Namun ketimbang menyerah pada keadaan tersebut, saya memilih membiasakan Denali beradaptasi dengan kondisi jalanan di Jakarta dan sekitarnya.

Artinya, saya kerap mengingatkan dia untuk tetap berjalan di jalurnya dan tidak melakukan gerakan ke samping yang mengejutkan.     

Perlahan kami susuri jalan, terkadang sambil ngobrol tentang apa saja.

Di pinggiran Jalan TB Simatupang kami berhenti di sebuah halte untuk istirahat dan minum.

“Pa, lapar nih, kita cari mie ayam yuk,” ajak Denali yang memang doyan sekali mie ayam.

Kami jalan lagi lalu berbelok ke Jalan Fatmawati.

Isi bahan bakar dulu. (Warta Kota/Max Agung Pribadi)
Sekitar pukul 10.30 WIB baru kami bertemu mie ayam yang kelihatan enak dekat Pondok Labu.

Sepeda langsung parkir dan kami santap habis mie ayam yang disajikan tanpa basa basi.

Di rumah kami sudah sempat sarapan cukup. 

Namun hari sudah siang dan melakukan hal yang kita inginkan dapat menambah suasana  menyenangkan di perjalanan.

Isi bahan bakar cukup, kami lanjutkan perjalanan sampai Pasar Pondok Labu lalu berbelok ke arah Jalan Gandul Cinere.

Kami terus berjalan konstan dengan kecepatan sekitar 12-15 km/jam.

Semakin siang, terik mentari semakin garang.

Namun rute yang kami pilih sungguh tepat.

Mensyukuri keteduhan dari pepohonan.
Mensyukuri keteduhan dari pepohonan. (Warta Kota/Max Agung Pribadi)

Sepanjang Jalan Raya Gandul Cinere, pepohonan rindang meneduhi kami.

Dalam benakku perlahan membuncah rasa syukur yang begitu sederhana dari semesta dalam rupa keteduhan pepohonan di siang yang amat terik.

Di jalan, berulangkali kami minum untuk menjaga hidrasi tubuh.

Sesekali kami berhenti bila ada sesuatu yang menarik perhatian Denali.

Di Limo misalnya, ia begitu tertarik melihat deretan kotak kaca yang berisi belut di sebuah warung.

Lihat aneka belut. (Warta Kota/Max Agung Pribadi)
Kami berhenti untuk memberi kesempatan ia melihat-lihat belut, sidat, dan ikan gabus yang dijual itu dari dekat.

Si ibu penunggu warung terkaget-kaget begitu tahu kami dari Kebayoran Lama.

Kami lanjutkan perjalanan sampai bertemu persimpangan Jalan Raya Sawangan dan berbelok ke arah Depok.

Saya perhatikan tak ada hambatan berarti buat Denali.

Peluh bercucuran dan kulitnya yang putih memerah disiram mentari.

 Tapi ia tak pernah mengeluh.

Berjalan di antara kendaraan bermotor.
Berjalan di antara kendaraan bermotor. (Warta Kota/Max Agung Pribadi)

Jika sudah capai, ia minta berhenti untuk istirahat sebentar lalu jalan lagi.

Begitu seterusnya sehingga kami tak terlalu banyak berhenti.

Saya tidak pernah memaksanya untuk jalan.

Hanya memotivasinya untuk berusaha mencapai tujuan.

Kepadanya saya sampaikan bagaimana cara mengayuh sepeda dengan efisien.

Bagaimana menyalip kendaraan yang berhenti di depan tanpa membahayakan diri, memberi tanda (hand signal) untuk berbelok atau berhenti.

Wah, jembatannya putus.
Wah, jembatannya putus. (Warta Kota/Max Agung Pribadi)

Sebab, dalam perjalanan jarak jauh bersepeda, eifiensi adalah kunci keberhasilan mengatasi jarak dan tantangan lain di jalanan.

Denali juga banyak belajar shifting atau memainkan shifter untuk perpindahan gigi. Ini terutama saat menghadapi tanjakan panjang seperti di Jalan TB Simatupang, Jalan Panjang dan Jalan Raya Sawangan, lalu setelah jembatan Ciliwung di Grand Depok City.

Sementara pada jalanan menurun, ia belajar pengereman yang efektif. Yaitu dengan  menggunakan rem depan-belakang dan pumping, rem tidak ditekan terus tapi seperti dipompa.

Di Grand Depok City sedang ada perbaikan jalan dan jembatan. Kami sempatkan berhenti karena Denali tertarik melihat mesin cor jalan.

Di atas mesin cor jalan.
Di atas mesin cor jalan. (Warta Kota/Max Agung Pribadi)

Ia langsung memanjat mesin itu untuk melihat ruang kemudinya.

Dari situ kami langsung menuju Pasar Pucung, ke rumah budenya di Jalan Kalimulya, Cilodong.

Sebelum sampai rumah, mampir dulu warung kelapa muda untuk menambah kesegaran.

Kelapa muda baik untuk mengembalikan cairan elektrolit dan mineral tubuh. (Warta Kota/Max Agung Pribadi)
Tepat pukul 13.40 kami tiba di rumah bude. Rasanya begitu menyenangkan.

Kami lalui setengah bagian dari perjalanan. 

Bermalam di rumah bude, keesokannya kami lanjutkan perjalanan kembali ke Kebayoran Lama lewat jalan yang berbeda.

Di perempatan Gandul Cinere kami berbelok ke kiri arah Cinere. Dari situ langsung menyusuri Jalan Cinere Raya sampai Lebak Bulus.

Di Cinere sempat berhenti lama di sebuah tempat permak jahitan.

Rupanya Denali tertarik melihat si abang yang tengah mempermak celana jins.

Dari sana kami lanjutkan perjalalan lewat Pondok Pinang sampai ke Pasar Kebayoran Lama.

Gerobak buah potong menjadi tempat perhentian kami untuk menyantap semangka, jambu, dan nanas yang segar.

Menemukan kesegaran.
Menemukan kesegaran. (Warta Kota/Max Agung Pribadi)

Pukul 13.00 Wib kami tiba kembali di rumah dengan selamat.

Tak henti-hentinya Denali membicarakan perjalanan itu dan keinginannya untuk perjalanan jarak jauh berikutnya.

Dalam angannya terbetik keinginan untuk menjelajahi Pulau Sulawesi dan bertemu om yang tinggal di Gorontalo.

Ia juga ingin bersepeda menjelajah Malaysia, mungkin ingin bertemu Upin Ipin, tokoh film kesukaannya.

Bersepeda selalu menjadi kegiatan menyenangkan bagi seorang anak.

Kegembiraannya di atas sadel tak akan terlupakan hingga dewasa nanti.

Maka penting bagi kita ambil bagian dalam perayaan kehidupan di atas sadel itu bersama anak-anak.

Tips bersepeda jarak jauh dengan anak:

1.    Kenali karakter bersepeda anak dengan sering bermain sepeda bersamanya. Jika anak stabil dalam bersepeda, lanjutkan untuk berlatih dengan program sederhana. Jika cenderung kurang stabil, luangkan lebih banyak waktu bersepeda bersamanya.

2.    Ajak anak latihan bersama dengan jarak yang ditingkatkan secara bertahap sesuai kemampuan dan agar pengenalan akan sepedanya lebih baik.

3.    Bantu anak mengenali titik-titik rawan di jalan raya seperti persimpangan, penyeberangan, kelokan, dan jalan rusak.

4.    Dengan bahasa sederhana, ajak dia membahas tempat-tempat menarik yang ingin dikunjungi dan bagaimana persiapan yang akan dilakukan untuk kesana.

5.    Siapkan bersama-sama peralatan pendukung seperti ban dalam cadangan, pompa, toolkit, baju ganti, minuman, dan makanan/camilan untuk di jalan. Tak lupa perlengkapan safety seperti helm, masker, dan lampu sepeda depan-belakang.

6.    Siapkan sepeda yang sesuai dengan anatomi badannya atau sekurangnya nyaman dia pakai. Periksa semua komponen pendukungnya berfungsi sempurna seperti rem, shifter (alat pemindah gigi), crankset, hub-freehub, dan ban. Sepeda jarak jauh sebaiknya dilengkapi multi percepatan dan anak mulai diajarkan untuk shifting.

7.    Buatlah suasana menyenangkan di perjalanan. Anak sering tertarik pada hal-hal yang baru atau menurutnya menarik. Jangan segan untuk mengeksplor hal-hal baru yang ditemuinya. Waktu di jalan adalah milik kita, tapi tetap ada rencana perjalanan yang jadi patokan.

8.    Jaga asupan makanan dan minuman agar tidak sampai kekurangan. Dalam perjalanan panjang bersepeda orang dewasa bisa jadi membutuhkan 4-5 liter air dalam sehari. Perhatikan tanda-tanda fisik dehidrasi seperti bibir kering, lesu, sakit kepala dan hindari sedapat mungkin.  

9.    Jalan raya di Indonesia sangat ramai dan brutal. Dampingi anak untuk beradaptasi dengan kondisi itu dan bekali dengan doa. Jangan terlalu khawatir, yakinlah Tuhan menjaga kita sepanjang perjalanan. (max,mur,ote)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved