Pilkada Serentak

Pengamat Sebut, Majunya Gibran di Pilkada Solo 2000, Bisa Jadi Buah Simalakama untuk Jokowi

Pangi Syarwi Chaniago menilai, dengan langkah Gibran itu ada fenomena baru dalam varian politik dinasti di Indonesia.

Editor: Mohamad Yusuf
ISTIMEWA
Gibran Rakabuming Raka dan Teguh Prakosa. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Majunya putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, dalam pemilihan Wali Kota Solo 2020, terus menjadi perbincangan.

Di mana Gibran Rakabuming Raka maju dalam kancah kontestasi Pilkada di tengah sang ayah masih menjabat sebagai Presiden.

Analis Politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menilai, dengan langkah Gibran itu ada fenomena baru dalam varian politik dinasti di Indonesia.

Yaitu untuk pertama kalinya, keluarga presiden yang masih menjabat ikut serta dalam perhelatan kontestasi elektoral.

 Anies Putuskan Tunda Pengoperasian Pariwisata Indoor Termasuk Bioskop di DKI, ini Alasannya

 Senin, 20 Juli, Empat Sekolah di Kota Bekasi ini Bakal Uji Coba Belajar Tatap Muka

Dilansir dari Tribunnews, hal itu menanggapi langkah putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, yang maju dalam pemilihan Wali Kota Solo 2020.

Gibran yang berpasangan dengan Teguh Prakosa saat ini sudah mendapatkan dukungan resmi dari PDI Perjuangan (PDIP) tempat Jokowi bernaung.

Selain Gibran, menantu Jokowi, Bobby Nasution juga tengah berupaya mendpatkan dukungan parpol untuk maju di pemilihan Wali Kota Medan 2020.

"Ini adalah fenomena baru dalam varian politik dinasti di Indonesia. Di mana untuk pertama kalinya keluarga presiden yang masih menjabat ikut serta dalam perhelatan kontestasi elektoral pilkada serentak 2020," kata Pangi dalam keterangan tertulisnya yang diterima Tribunnews.com, Senin (20/7/2020).

Pangi mengatakan, sebagai presiden yang masih menjabat, semestinya keluarga inti Jokowi harus menjaga jarak dari politik praktis.

Hal itu bertujuan untuk menghindari konflik kepentingan dan potensi penyalahgunaan kekuasaan serta memanfaatkan pengaruh presiden untuk kepentingan pribadi terkait kontestasi yang akan mereka ikuti.

Di sisi lain, lanjut Pangi, memang secara hukum tidak ada aturan yang dilanggar dan membatasi siapapun termasuk anak atau keluarga presiden sekalipun untuk terlibat dalam politik praktis.

"Namun, tersandera soal etika dan kepatutan, semestinya harus dipertimbangkan matang. Jangan terkesan seperti fenomena 'politik aji mumpung' kebetulan bapak lagi jadi presiden," ungkap Pangi.

Pangi menyebut, sebenarnya politik dinasti memang sudah mengakar kuat di Indonesia.

Mulai dari dinasti Soekarno, Soeharto, hingga Susilo Bambang Yudhoyono.

Namun, menurut Pangi, untuk Jokowi adalah eksperimen awal membangun trah dinasti politiknya.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved