Virus Corona
Sri Mulyani: Ekonomi Dunia Sudah Resesi Akibat Covid-19 dan Mulai Masuk pada Potensi Depresi
Kondisi perekonomian dunia sudah resesi dan mulai masuk pada potensi depresi karena pandemi Covid-19 tak hanya berdampak ekonomi, tapi juga sosial.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Kondisi perekonomian dunia sudah resesi dan mulai masuk pada potensi depresi karena pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada ekonomi, tetapi juga sosial.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan hal itu di Jakarta, Rabu (1/7/2020).
"Pandemi ini telah mengubah cara hidup kita dan berimplikasi signifikan pada kondisi ekonomi dan sosial. Ekonomi mulai masuk pada resesi, bahkan ada potensi depresi," kata Sri Mulyani Indrawati.
Video: 120 Kg Sabu Antarkan AKP Arif Dapat Rekor Muri
Sri Mulyani mengatakan, pandemi Covid-19 telah menghilangkan progres dari upaya yang dilakukan oleh Pemerintah selama beberapa tahun terakhir, terutama mengenai kemiskinan dan kesejahteraan rakyat.
"Indonesia, misalnya mengalami kemunduran pada pengentasan masyarakat dari kemiskinan sekitar 5 tahun karena pandemi yang berjalan selama 6 bulan," ujarnya.
• Survei: Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Ridwan Kamil Masuk Top Three Pemilu 2024
Tak hanya itu, Sri Mulyani menuturkan bahwa pandemi ini berdampak pada perekonomian negara secara signifikan yang berarti sumber pendanaan untuk mencapai tujuan akan tertahan.
"Pendapatan dari perpajakan turun karena semua aktivitas ekonomi terkontraksi dan pada saat yang sama kebutuhan untuk kesehatan, jaring pengaman sosial, serta stimulus untuk mengembalikan ekonomi naik cukup dramatis," katanya.
Terlebih lagi, dia menegaskan bahwa pandemi telah mampu menyerang segmen terbawah, yaitu sektor informal, UMKM, sampai masyarakat miskin sehingga desain pemulihan ekonomi Indonesia menitikberatkan pada kelas bawah.
"Untuk Indonesia, kita melakukan itu. Banyak restrukturisasi yang kita didedikasikan untuk UMKM melalui kebijakan pemerintah, yaitu subsidi dan lainnya. Jadi, mereka bisa bertahan di situasi ini," ujarnya.
• TEGUR Keras, Presiden Jokowi Peringatkan Para Menteri Masih Kerja Biasa-biasa saat Pandemi
Berkaca dari Indonesia, Sri Mulyani menyatakan bahwa pandemi Covid-19 telah memaksa pemerintah untuk meningkatkan defisit dari 1,7 persen terhadap PDB menjadi 6,3 persen.
"Naik signifikan. Beberapa negara defisit di ruang fiskalnya, bahkan sudah melebihi batas. Akan tetapi, Indonesia beruntung karena punya defisit lebih rendah. Jadi, semua negara menghadapi masalah yang sama," katanya.
Dalam hal ini lembaga multilateral, menurut dia, bisa menjadi penolong dalam pembiayaan dalam rangka penangan dampak Covid-19, khususnya untuk negara berkembang dan berpendapatan rendah.
Di sisi lain, lanjut Sri Mulyani, bantuan pembiayaan dari lembaga multilateral itu belum memadai karena kebutuhan untuk menangani dampak pandemi Covid-19 lebih besar.
• Jokowi Marah-marah, Moeldoko Ungkap Presiden Sudah Beberapa Kali Peringatkan Menteri
"Saya mengapresiasi beberapa institusi multilateral yang merespons cepat dengan menyediakan pembiayaan. Akan tetapi, itu tidak memadai karena pembiayaan lebih besar dibanding yang telah disediakan oleh institusi multilateral," katanya.
Ia mengatakan bahwa bantuan yang belum memadai itu pada akhirnya memaksa berbagai negara berkembang dan berpendapatan rendah berlomba untuk menerbitkan surat utang di pasar global.
"Mereka harus bisa menggunakan yang lainnya. Apakah itu mengeluarkan bond domestik atau global. Akan tetapi, sayangnya saat ini ironisnya situasi keuangan global memiliki minat yang rendah," katanya.
Sri Mulyani: Krisis Covid-19 peluang suatu negara lakukan reformasi
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan bahwa krisis mendunia yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19 dapat menjadi peluang suatu negara untuk melakukan reformasi.
• Ketua KPK Firli Bahuri Rayakan Hari Bhayangkara di Gedung KPK, Ini Tanggapan Kritis ICW
Hal itu dikatakan oleh Sri Mulyani dalam diskusi virtual dengan tema “Rebirthing the Global Economy to Deliver Sustainable Development” bersama Sekretaris Jenderal PBB.
“Saya pikir hal pertama yang harus dilakukan untuk banyak negara adalah menggunakan krisis ini sebagai kesempatan untuk mengejar dan melakukan reformasi yang lebih ambisius,” katanya di Jakarta, Rabu.
Sri Mulyani mengatakan, reformasi tersebut dapat dilakukan untuk berbagai sektor dan bidang seperti pendidikan, kesehatan, jaring pengaman sosial, maupun kualitas belanja negara.
Ia mencontohkan, pandemi Covid-19 telah memaksa pemerintah untuk mampu membuat kebijakan yang baik dan cepat dalam rangka merespon krisis ini termasuk berhati-hati dalam melakukan pengeluaran negara.
• Membaca Analisis Gestur Jokowi Ketika Marah di Hadapan Para Menteri di Istana Merdeka
Sri Mulyani menyatakan pemerintah harus memastikan efektivitas serta kualitas dari setiap belanja yang dikeluarkan termasuk terkait ketepatan, penyaluran, hingga dampak terhadap masyarakat dan ekonomi.
“Ketika anda belanja pertanyaan yang muncul adalah apakah belanja itu benar? Apakah belanja itu tepat? Apakah mereka tersalurkan dan memiliki dampak positif bagi masyarakat dan ekonomi? Itu semua tentang kualitas belanja,” katanya.
Sri Mulyani pun tak memungkiri bahwa tugas untuk mendesain sebuah kebijakan menjadi lebih sulit dalam masa pandemi, namun ia bertekad bahwa segala upaya harus dicoba hingga menghasilkan yang terbaik.
“Desain kebijakan di saat genting ini sangat menantang tapi memang harus dicoba yang terbaik,” tegasnya.
• Barcelona Terpeleset, Zidane Sebut Real Madrid Tidak Istirahat Sebelum Jadi Juara Liga Spanyol
Tak hanya itu, ia menyatakan reformasi dalam bidang kesehatan dan pendidikan juga sangat penting karena akan membantu pemerintah untuk mendesain kualitas belanja yang lebih baik.
“Jika kalian punya sistem kesehatan dan sistem pendidikan yang baik tentu saja dapat membantu kualitas belanja lebih baik lagi,” ujarnya. (Antaranews)