Opini

Presiden Gusar – Menteri Tak Punya Sense of Crisis

Tidak biasanya Presiden marah. Tapi kali ini Presiden Jokowi untuk pertama kalinya marah besar bercampur kecewa dengan nada tinggi ditujukan kepada pa

Youtube
Presiden Jokowi memberikan arahan kepada para menteri dan lembaga negara di Sidang Kabinet, Kamis (18/6/2020) 

Jadi tidak terpaku pada pendekatan struktural semata, pendekatan sosiologis dan kultur juga musti digunakan.

Hal itu dimungkinan yaitu pelibatan “unsur lainnya yang diperlukan” sebagaimana bunyi pasal 8 Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2020 mengenai Perubahan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Survei: Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Ridwan Kamil Masuk Top Three Pemilu 2024

Itulah antara lain sesungguhnya yang dimaksudkan Presiden Jokowi kepada para pembantunya “lakukan terobosan”.

Jadi keliru atau setidaknya kurang efektif bila mengatasi masalah Covid-19 hanya memilih pendekatan struktural tetapi mengabaikan aspek sosiologis serta kultur masyarakat.

Ini terlihat pada beberapa fakta, seperti perlawanan masyarakat pedagang di pasar-pasar tradisional ketika hendak dilakukan rapid test oleh petugas medis.

Atau pengambilan paksa jenazah positif Covid-19 oleh keluarga dibeberapa rumah sakit.

Serta keributan antara keluarga pasien yang berobat karena diklaim pihak rumah sakit sebagai pasien positif Covid-19.

Dan terakhir soal pemakaman jenazah pasien positif Covid-19 yang bermasalah.

Lalu ditengah suasana krisis seperti saat ini beberapa pembantu presiden di kementerian/lembaga bekerja secara datar saja, sebagaimana narasi pidato Presiden Jokowi.

Bahkan diantaranya sibuk mengutak-atik posisi lalu menggusur-gusur orang guna menempatkan kelompoknya.

Lupa kalau rakyatlah yang mendaulat Jokowi untuk kembali menjadi presiden RI melalui pemilu 2019 lalu, termasuk relawan ikut berkeringat menangkan Jokowi.

Saya percaya relawan Jokowi akan hadir bila diperlukan. Mereka memiliki ideologi dan militansi kuat meski saat ini berada di garis pinggir tetapi tetap berdiri tegak lurus di belakang Jokowi - sang pemimpin mereka.

Mereka adalah kelompok masyarakat bagai istilah yang oleh James Scott (1983) menyebutnya masyarakat dengan tradisi patron-klien.

Sisi lain bila perilaku kerja dan perilaku politik seperti dimaksudkan di atas dibiarkan, tentu akan menyulitkan bukan hanya terkait dengan konsolidasi dan mobilisasi, tetapi juga berbahaya bagi keberlanjutan nasib politik Jokowi.

Untuk itu Presiden Jokowi dalam pidatonya kembali menegaskan akan saya pertaruhkan reputasi politik saya” (18/6/2020)).

Halaman
123
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved